Prilly masuk ke ruangan Ali, tetapi ia tidak menemukan sosok Ali di ruangan kecil yang tersusun rapi oleh berkas-berkas. Ia memutuskan untuk duduk di bangku yang telah disediakan sambil menunggu kedatangan Ali.
Suara pintu terbuka berhasil mengalihkan pandangan Prilly dari ponsel di genggamannya. Ali mendengus, "Nyali lo besar juga buat nyamperin gue." Prilly hanya menatap Ali malas, "Kenapa gue harus takut sama makhluk kayak lo?"
"Gue gak perlu basa-basi dengan nyadarin kesalahan lo sama Nina apa 'kan?" Tanya Ali yang duduk di kursi kebesaran Ketua OSIS. "Cih..basi, buruan lo tinggal bilang apa hukuman buat gue. Skors? Wah dengan senang hati, satu bulan kalo bisa," balas Prilly santai.
"Percuma gue skors lo, karena hukuman itu gak berhasil buat lo berubah menjadi lebih baik," ujar Ali. "Gue mau selama seminggu, lo belajar etika sama gue," imbuh Ali yang berhasil membuat mata Prilly melotot.
"Lo gak perlu repot-repot ajarin gue tentang etika, gue sibuk," balas Prilly ketus. "Tapi sayangnya gue gak butuh alasan lo dan gue gak nerima penolakan. Gue cuma butuh waktu lo selama satu jam tiap pulang sekolah dan itu cuma seminggu. Oh iya, dalam waktu seminggu itu lo gak boleh ngebully orang. Atau gak, hukuman lo bakal lebih berat," ujar Ali.
"Gue berhak nolak karena lo bukan siapa-siapanya gue, toh ini hidup gue," jawab Prilly. "Lo salah kalo ngira tanggung jawab Ketua OSIS dan sekolah cuma ngasih ilmu di bidang akademik, tapi tanggung jawab gue sebagai Ketua OSIS jauh lebih besar dari itu, salah satunya gini, mendidik lo ke arah yang lebih baik, terutama etika lo," balas Ali yang berhasil membuat Prilly bungkam.
"Gue tau sifat lo itu baik, tapi enggak dengan sikap dan kebiasaan lo, mesti dipermak dikit biar lebih baik," lanjut Ali membuat Prilly mengalah. "Gue mau balik ke kelas, waktu istirahat bentar lagi berakhir," ujar Prilly. Ali hanya mengangguk lantas membebaskan Prilly.
"Besok sehabis pulang sekolah lo tunggu gue di depan ruangan gue," pesan Ali sebelum Prilly keluar dari ruangannya. Prilly tidak merespon dan langsung keluar. Ali yang melihat itu hanya tersenyum dalam.
Prilly berjalan lesu ke kelasnya, Gritte yang melihat perubahan sikap Prilly hanya bisa menerka-nerka apa hukuman yang dijatuhkan Ali untuknya. Gritte menepuk pundak Prilly, tangan Gritte juga merangkul pundak Prilly membantunya dengan kondisi jalanyang masih tertatih.
"Pril, are you okay? Ali buat hukuman yang keji banget ya?" Tanya Gritte pelan-pelan tidak ingin membuat Prilly semakin sedih. Prilly hanya diam. Gritte hanya bisa menghela napas sambil mengelus pundak Prilly. "Sesulit apapun hukuman dari Ali, gue yakin itu bisa ngerubah sikap lo, selama hukuman itu bisa ngerubah lo ke arah yang lebih baik, jangan pernah merasa sedih, Pril. Gak banyak orang yang peduli sama lo, tapi kalo mereka berani negur dan membuat pikiran lo jadi terbuka, berarti mereka sayang sama lo," ujar Gritte.
* * *
Hari ini adalah hari pertama Prilly tidak membuat ulah, semua siswa terheran-heran dibuatnya. Tak jarang ada yang berasumsi negatif, salah satunya adalah mereka mengira Ali telah melakukan kekerasan fisik pada Prilly. Tapi, mereka bersyukur karena hidup mereka bisa tenang untuk hari ini saja.
Bel pulang sekolah telah berbunyi, Prilly masih enggan untuk beranjak. "Pril, kok ngelamun terus dari kemarin?" Tanya Gritte yang hanya dijawab dengan gelengan. "Gue balik duluan ya? Keburu hujan, apalagi ini bulan-bulan ini udah masuk musim hujan," lanjut Gritte. Prilly hanya mengangguk.
Seluruh siswa di kelas Prilly sudah pulang, hanya tersisa Prilly seorang. Ia masih enggan untuk keluar dari kelas seperti perintah Ali kemarin. Hingga, Ali yang menghampiri Prilly. "Lo kira lo sepenting apa sampe-sampe gue mesti nyamperin ke kelas lo?" Tanya Ali kesal.
"Apa pelajaran etika yang bakal gue terima hari ini?" Tanya Prilly tanpa menghiraukan ucapan Ali. "Kayaknya hari ini kita gak bakal pergi jauh dulu, karena kayaknya udah mau hujan, langitnya juga udah mulai mendung. Jadi, lo ke rumah gue aja. Oh iya, lo bisa nyetir 'kan?" Tanya Ali sambil memandang ke arah Prilly.
Prilly mengangguk, "Kenapa mesti ke rumah lo?" Ali hanya mengendikkan bahunya acuh. "Etika pertama yang bakal gue ajarin itu adalah cara menghormati orang yang lebih tua, yaitu oma gue. Dia pasti senang ngelihat gue bawa perempuan pulang, apalagi dia tipe orang yang antusias banget punya cucu cewek," jawab Ali.
Prilly melotot, "Lo gila? Gue takut sama oma lo." Ali tidak merespon lebih, "Kita ngobrolnya sambil jalan, gue takut entar keburu hujan. Dan lo tolong nyetir ya, gue paling anti nyetir pas mendung." Prilly menghela napasnya. "Gue gak mau ikut lo balik, gue gak berani main sama oma lo." Ujar Prilly.
Mereka berdua berjalan ke arah parkiran sekolah. "Oma gue gak gigit kok, dia orangnya ramah banget. Palingan lo entar diajakin nyulam kain sama dia, lo bisa nyulam gak?" Tanya Ali membuat Prilly menepuk jidatnya.
"Jangankan menyulam, masukin benang ke jarum aja gue gak pernah becus," jawab Prilly jujur. "Gapapa, palingan entar lo diajarin sama oma gue. Pokoknya gue gak nerima penolakan," balas Ali.
Setelah menghabiskan waktu mereka di dalam mobil dengan perdebatan-perdebatan ringan, akhirnya mereka sampai di rumah Ali. Ali terlihat berlari memasuki rumahnya dan meninggalkan Prilly yang masih menyalakan mesin mobil.
"Dih..tuh anak kenapa dah?" Tanya Prilly bingung. Tangannya dijatuhin oleh tetesan air hujan, membuat Prilly mendongak. "Duh...keburu hujan lagi, entar gue baliknya gimana dong?" Prilly menatap air hujan yang mulai membasahi tanah.
Pintu rumah Ali terbuka lebar, pasti Ali yang lupa menutupnya. Atau memang Ali sengaja, pertanda ia membiarkan Prilly masuk. Prilly memasuki rumah dengan gerakan pelan, baru masuk saja ia disuguhi dengan sebuah ruangan luas yang diyakini sebagai ruang tamu.
"Eh, kamu pacarnya Ali ya?" Tanya seorang wanita paruh baya. Prilly tersenyum kikuk, "Bukan, Tan. Aku Prilly, adik kelasnya Ali." Wanita paruh baya yang berusia sekitar setengah abad itu hanya tersenyum hangat.
"Kenalin saya Resi, mamanya Ali. Kamu main ke halaman belakang dulu ya, Alinya pasti lagi istirahat, apalagi ini hujan." Ujar Resi. Prilly tidak mengambil pusing dan berjalan ke halaman belakang rumah Ali.
Ia menemukan seorang wanita tua beserta kain sulamnya, duduk dengan nyaman menatap ke arah rintik-rintik hujan. "Halo...oma?" Sapa Prilly kikuk. Wanita tua itu tersenyum antusias melihat kehadiran Prilly.
"Eh, gadis manis. Sini duduk sama oma. Temannya Ali 'kan?" Tanya Pma membuat Prilly tersenyum. "Oma lagi ngapain?" Tanya Prilly basa-basi. "Lagi nyulam, mau buat kupluk untuk Ali. Ah...seharusnya Ali sering-sering ngajak kamu main kesini, biar ada yang temeni oma menyulam." Seru Oma membuat Prilly terkekeh.
"Kan oma bisa minta ditemenin sama Ali," balas Prilly. "Ali itu sibuknya ngalahin papanya, jarang ada waktu luang buat oma. Dia kalo udah pulang sekolah, pasti langsung istirahat. Apalagi pas hujan kayak gini, dia pasti lagi mencoba buat tidur," ujar Oma.
"Kalo Prilly punya banyak waktu luang, pasti bakal dateng kesini buat nemenin oma menyulam. Tapi, sejujurnya Prilly enggak pande menyulam," ujar Prilly sambil tersenyum cengengesan. "Haha...oma sih tidak heran pas tau perempuan jaman sekarang tidak bisa menyulam. Apalagi sekarang jaman sudah canggih, sudah ada mesin jahit." Ujar Oma membuat Prilly tidak enak hati.
"Tapi Prilly mau kok belajar menyulam sama oma. Oma mau 'kan, ajarin Prilly? Prilly kira oma bakal marah pas tau Prilly gak bisa menyulam," seru Prilly. "Dengan senang hati, bahkan tanpa kamu minta oma bakal ajarin kamu, Ali suka cewek yang pandai menyulam loh. Sama kayak kakeknya, hihi." Ujar Oma membuat Prilly menggaruk tengkuknya canggung.
* * *
Kalian tidak usah bertanya-tanya mengapa saya selalu update meskipun target vote dan comment belum tercapai. Karena saya tidak ingin membebani kalian sebagai pembaca. Tapi, saya juga ingin kalian menghargai hasil kerja keras saya. Dan sekarang saya memutuskan agar kalian atas kesadaran diri sendiri untuk menghargai karya saya.

KAMU SEDANG MEMBACA
OMBROPHOBIA
Fanfiction⚠️CHAPTER GENAP DI CERITA INI DI PRIVATE⚠️ [COMPLETED] "Cowok nyebelin kayak lo ternyata mengidap ombrophobia, ya? Bisa turun deh pamor lo, kalo satu sekolahan tau," ujar Prilly sambil tertawa mengejek meninggalkan Ali dalam keadaan meringkuk keding...