Bagian Enam

7.8K 851 11
                                        

"Kalau besok kaki lo belum baikan, jangan datang ke sekolah dulu. Entar ngerepotin gue," ujar Ali sambil memasang seatbelt pada dirinya sendiri. Mereka telah selesai memeriksa kaki Prilly, untung saja kaki Prilly tidak tersiram begitu banyak air keras jadi tidak terjadi hal yang serius.

"Kalo lo dari awal emang gak niat ngebantuin gue, bilang aja. Soal masalah biaya, gue perlu bayar berapa atas bantuan lo? Lo tinggal bilang dan gue bakal transfer saat ini juga." Ujar Prilly sambil menekan tombol merah pada seatbelt. Ali hanya bisa melotot melihat pergerakan Prilly yang sangat tiba-tiba.

"Lo duduk diam, biar gue anter pulang." Ujar Ali. "Gak perlu, gue bisa balik sendiri. Gue gak mau ngerepotin orang yang gak bantu gue dengan ikhlas," balas Prilly ketus. Prilly membuka pintu mobil dan keluar sambil membanting pintu mobil Ali.

Jalannya sedikit terseok akibat lukanya yang diperban masih perih. Prilly berjalan ke samping trotoar untuk menghindari kendaraan di jalan raya yang melaju kencang. Ali mencoba mengejar Prilly. "Gue minta maaf atas ucapan gue tadi, sekarang biar gue anter lo pulang." Ujar Ali yang hanya dihadiahi deheman.

"Sekarang, gue mau lo masuk ke mobil dan gue anter lo pulang." Perintah Ali lebih keras. Prilly masih bergeming di tempatnya berpijak. Ali memegang tangan Prilly berusaha untuk menariknya. Prilly mengepalkan tangannya mencoba melepaskan genggaman Ali.

"Gue mau sekarang lo ikut gue pulang dan gue gak nerima penolakan," bentak Ali membuat Prilly menyentak kuat tangan Ali. Mata Prilly terlihat berkaca-kaca, namun Prilly mencoba mengalihkan pandangannya. "Gue gak minta lo buat bantu gue dari awal, lo yang mencoba buat bantuin gue atas kesalahan gue sendiri. Dan...sekarang?" Ujar Prilly dengan suara bergetar.

Ali semakin dibuat pusing atas tingkah aneh Prilly. "Makasih atas bantuan lo, gue mau pulang sendirian. Please, biarin gue pulang sendiri," imbuh Prilly terisak. Prilly menghapus air matanya dan mencoba meredam isakannya.

Ali merengkuh badan Prilly, sambil membisikkan kata maaf terus-menerus. "Gue minta maaf atas sikap gue yang kasar, sekarang biar gue anter lo balik, kaki lo masih sakit," bisik Ali lembut. Prilly menggeleng, badannya hanya diam tanpa membalas rengkuhan Ali.

"Tolong panggilin taksi, gue baik-baik aja," ujar Prilly melepas pelukannya dari Ali. Ali menghembuskan napasnya kasar, ia tidak berkomentar dan mencoba mencari taksi di sekelilingnya. Setelah mendapat taksi yang diinginkan Prilly dan memastikan Prilly telah masuk ke dalam taksi itu dengan keadaan baik-baik saja, Ali memutuskan untuk pulang.

* * *

Hari ini, Prilly memutuskan untuk tetap datang ke sekolah dengan memakai sendal dan jalannya pun sedikit pincang. Gritte yang melihat jalan Prilly yang terlihat menyedihkan berniat membantu Prilly. Sesekali Gritte melihat Prilly meringis.

"Pril, lo kenapa datang sih?" Tanya Gritte membimbing Prilly untuk duduk dikursi. "Gue bukan orang cacat, Te, lagian kaki gue udah sembuh," balas Prilly. Gritte hanya bisa menghela napas pasrah, "Pokoknya kalo kaki lo nanti sakit atau kenapa-napa, lo harus pulang!"

Prilly hanya mengendikkan bahunya acuh, "Sekarang gue mau lo suruh si cupu Nina buat gantiin perban gue." Gritte melotot, "Pril, semalem lo niat jatuhin tuh air keras ke kaki dia 'kan? Dan karmanya udah balik ke elo, sekarang lo masih mau nambah karma?"

"Dasar dianya aja yang beruntung, coba aja kemarin kenak kaki dia, pasti kaki gue baik-baik aja sekarang. Dan dia harus terima akibat karena kaki gue yang kenak tuh air keras," ujar Prilly santai seakan-akan dirinya adalah korban. Gritte menghela napas pasrah, jika ia tidak menuruti kemauan Prilly, pasti Prilly akan memarahinya habis-habisan.

Gritte menghampiri Nina ke mejanya, Nina sedikit terkejut dan mencoba menghindar tapi tangannya keburu dicengkram oleh Gritte. "Lo bisa tolong bantuin Prilly buat ganti perban?" Tanya Gritte membuat Nina mengangguk takut.

Prilly yang melihat hal itu tersenyum bahagia. Buru-buru ia menjulurkan kakinya di depan wajah Nina membuat Nina menghela napas jengah. "Pijitin kaki gue sekalian, oh iya, sebelum itu lo cuci tangan dulu karena gue gak mau kuman di tangan lo pindah ke kaki gue," ujar Prilly tak berperasaan.

Siswa yang di dalam kelas hanya bisa menatap ke arah Nina iba, mereka semua tidak berani melawan Prilly. Nina menangisi kebodohannya yang tidak berani melawan Prilly. Prilly sama sekali tidak mengasihani tangisan Nina yang terdengar memilukan.

"Oh, cuma segitu doang kemampuan lo, hah?" Bentak Prilly saat pijatan Nina memelan. Prilly yang duduk membelakangi pintu kelas tidak menyadari kehadiran siluet Ketua OSIS. Gritte yang duduk berhadapan dengan Prilly tentu saja melihat kedatangan Ali.

Ali menghampiri meja Prilly dan berteriak keras. "Lo apa-apaan hah? Gak cukup kemarin kesiram air keras? Dia temen lo sendiri, lo sadar gak? Dia bukan pembokat lo, yang bisa dengan seenaknya lo suruh buat mijitin kaki lo yang cacat itu," bentak Ali keras.

Prilly terkejut bukan main, ia menarik kakinya dari pijatan Nina. Mata Prilly berkilat marah, "Temen lo bilang? Emangnya gue pernah bilang dia itu temen gue? Lagian kalo kemarin kakinya yang kenak air keras, gue juga gak bakal nyuruh dia pijitin gue kayak gini."

Ali meremas rambutnya kasar, "Lo udah buat batas kesabaran gue habis. Soal kemarin, gue benar-benar nyesal udah bantuin orang gak tau diri kayak lo." Prilly hanya tersenyum miring mengeluarkan seringaiannya. "Oh ya? Gue juga nyesal udah pernah dibantuin orang gak tulus kayak lo," balas Prilly santai.

Ali menarik tangan Nina untuk berdiri. "Pergi cuci tangan supaya lo terhindar dari virus orang gak berperasaan kayak dia, biar dia jadi urusan gue," ujar Ali kepada Nina. Nina hanya bisa terisak sambil mengangguk.

"Dan...buat cewek berhati iblis kayak lo, temuin gue di ruang OSIS nanti pas istirahat," imbuh Ali enggan melirik Prilly. "Kalo gue gak mau?" Tanya Prilly menyilangkan tangannya di depan dada. "Kalo lo gak datang, gue pastiin hidup lo gak bakal tenang di sekolah ini." Ali keluar dari kelas Prilly saat itu juga.

* * *

120 Votes dan 20 Comments untuk bagian selanjutnya.

OMBROPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang