Bagian Empat Belas

7.1K 770 21
                                        

"Lo kalo liat jalan, pake mata dong!" Bentak Prilly kesal. Prilly mendorong bahu Ghina kencang, sebab tadi Ghina tidak sengaja menabrak Prilly karena ia sedang buru-buru. "Sorry gue lagi buru-buru," kata Ghina. Tidak tersirat nada takut dalam ucapannya. "Sorry lo bilang? Oh, gak segampang itu." Prilly mencengkram kuat pergelangan tangan kanan Ghina.

Padahal mereka sedang di koridor bahkan banyak orang yang menyaksikan adegan tersebut. Tetapi, tidak ada satu orang pun yang berniat menyelamatkan Ghina. Ghina meringis, "Jangan pake kekerasan, Pril. Tangan gue pernah dijahit di bagian sana," cicit Ghina kesakitan yang tidak dihiraukan Prilly.

"Gue gak peduli, mau tangan lo pernah dijahit kek, mau udah gak bisa berfungsi kek, lo salah karena udah nabrak gue," desis Prilly tajam. Ali datang dengan nafas ngos-ngosan, ia diberitahu oleh salah seorang murid yang menyaksikan adegan Prilly menyiksa Ghina.

"Prilly! Gue minta lo sekarang lepasin tangan Ghina! Tangan dia bisa sakit!" Bentak Ali. Prilly hanya mendengus sambil menyeringai. "Peduli apa lo?" Balas Prilly. Ali mendorong bahu Prilly kencang, hingga Prilly terpental mundur beberapa langkah. Ali terlihat sangat khawatir dengan pergelangan tangan Ghina yang dicengkram Prilly.

"Tangan lo gapapa 'kan? Ini merah banget, Ghin. Dia udah keterlaluan," ujar Ali. Prilly merotasi bola matanya malas, "Drama ah." Ali mencengkram kerah baju Prilly, batas kesabarannya sudah habis, Prilly sangat keterlaluan kali ini.

Prilly takut bukan main, bahkan ia tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya. Ia terbatuk-batuk dalam cengkraman Ali. Namun, Ali tidak peduli. Matanya berkilat marah. "Lo keterlaluan, Pril," ujar Ali dengan nada penuh kekecewaan.

Hanya sederet kalimat singkat yang dilontarkan Ali namun berhasil membuat Prilly terdiam seribu bahasa. Nafas Prilly memburu akibat cengkraman Ali yang mengencang, setelah itu Ali melepaskan cengkramannya dari kerah baju Prilly. Ia melirik Prilly dengan malas lalu meludah di lantai dekat kaki Prilly.

"Kalian boleh bubar," perintah Ali kepada murid-murid yang menonton adegan mereka. Ali dan Ghina pergi meninggalkan Prilly. Prilly mengumpat kecil, "Sial!" Prilly merasa sangat terhina dengan perlakuan Ali. Separah-parahnya Ali saat marah, baru kali ini Ali berani mencekiknya, meludah pula.

Prilly masuk ke kelas dengan wajah memerah. Perasaannya campur aduk; kecewa, marah, kesal, malu. "Pril, lo kenapa?" Tanya Gritte yang tidak tahu-menahu soal kejadian di koridor. "Gue dicekik sama Ali, diludahin juga. Sialan tuh orang," desis Prilly emosi.

"Dicekik? Lo ngapain dah sampe bisa dicekik?" Tanya Gritte penasaran. "Tau tuh gara-gara si Ghina! Ngeselin banget tu bocah, mana drama banget lagi," gerutu Prilly sebal. "Pasti lo ngebully Ghina 'kan?" Terka Gritte yang dijawab dengan anggukan dari Prilly. Gritte menyentil dahi Prilly, "Ya jelas lah lo dicekik, lo gak pernah denger ya, kalo misalnya Ali itu naksir sama Ghina?"

"Hah?! Gosip apaan lagi tuh?" Tanya Prilly, badannya yang tadi menghadap ke depan kini berubah 90 derajat menghadap Gritte. "Iya, dulu 'kan Ali sempat ngejar-ngejar Ghina, kayaknya sih masih sampe sekarang. Ya, menurut gue wajar aja dia marah sama lo, apalagi sampe dicekik," jawab Gritte.

"Kemarin dia bilang kalo setelah masa hukuman gue habis, kita bakal seperti biasa, terus kenapa dia berubah?" Tanya Prilly. Gritte mengerutkan dahinya bingung, "Berubah gimana sih? Dari awal lo sama dia 'kan emang gak akur, terus berubah gimana? Lo pengen dia bisa bersikap lembut kayak pas masa hukuman lo ya?"

Prilly menepuk lengan Gritte, "Ish, apaan sih?! Bukan gitu maksud gue! Ya, lagian dianya kasar. Udah deh, gue males bahas dia." Gritte hanya cekikikan, "Pril, Pril, udah gue duga lo bakal jatuh ke pesona Ali." Prilly melotot kesal, "Makan tuh si Ali! Mau dia suka sama Ghina kek, suka sama Mimi Peri kek, bodo amat!"

"Jamkos woi!" Teriak ketua kelas yang berhasil menarik perhatian seluruh siswa. Semua siswa di kelas itu bersorak girang. "Ngantin yok, Pril. Tadi 'kan lo belum sempat makan," ajak Gritte. Prilly menggeleng malas. Gritte merayu Prilly lagi yang dihadiahi tatapan tajam dari Prilly.

Gritte mengangguk, lalu berjalan keluar kelas, menuju kantin sendirian. Saat ditengah perjalanan Gritte bertemu Ali, Ali menahan lengan Gritte. "Lo mau kemana?" Tanya Ali. "Kantin mumpung lagi jamkos," balas Gritte.

"Lo mau minta izin seminggu 'kan? Mila nyuruh lo ke ruangan dia, kata Mila lo harus buat surat izin sendiri, gak boleh lewat perantara sekretaris kelas," pesan Ali. "Bilangin sama dia, bentar lagi gue bakal ke ruangan dia, gue mau beliin makan buat Prilly dulu, soalnya Prilly belum sarapan" ujar Gritte.

"Udah lo langsung ke ruangan dia aja, biar makanan Prilly gue yang beliin," ujar Ali. Gritte hanya mengangguk, "Makasih ya!" Ali hanya mengacungkan jempolnya. Setelah itu Ali bergegas ke kantin dan membelikan seporsi nasi lemak untuk Prilly.

Ali berjalan menuju kelas Prilly yang sederet dengan kantin, tangannya menekan knop pintu kelas. Semua pasang mata yang berada di kelas Prilly menatapnya heran. Apalagi ia menenteng plastik yang berisi bungkusan nasi.

Ali tidak mempedulikan orang-orang yang menatapnya bingung, ia berjalan ke arah pojokan kelas. Menaruh plastik yang berisi bungkusan nasi ke meja tanpa banyak bicara. "Lo? Kenapa lagi nyariin gue?" Tanya Prilly ketus.

"Itu gue beliin nasi lemak buat lo, kata Gritte lo belum sarapan 'kan?" Tanya Ali. Tidak ada nada marah dalam ucapannya, ia terkesan biasa saja. "Gak usah sok peduli deh, lagian siapa bilang gue belum makan?" Tanya Prilly balik. Ali mengangkat bahunya acuh.

"Terserah mau dimakan apa enggak, yang penting kalo lo pingsan, jangan nyusahin temen sekelas lo," balas Ali santai. "Oh, gue bukan tipe orang yang suka nyusahin kok. Udah-udah mending lo pergi deh, muak gue!" Prilly mendorong bahu Ali.

"Yaudah gue emang mau pergi kok, dimakan tuh nasinya. Gue belinya mahal tau, jangan sampe dibuang," ujar Ali. Kakinya melangkah meninggalkan ruangan kelas Prilly. Prilly terdiam, perutnya tidak begitu lapar, hanya saja dia ingin mencoba nasi lemak di kantin.

Tidak, tidak, lebih tepatnya Prilly ingin memakan nasi pemberian Ali. Lagi pula ia sudah sering memakan nasi lemak kantin. Prilly diam-diam tersenyum dalam hati. Ali bukanlah tipe orang pendendam atau tipe orang yang kalau marah bisa sampai berbulan-bulan. Buktinya tadi pagi mereka habis bertengkar dan sekarang? Ali membelikan makanan untuk Prilly. Dia tipe cowok yang perhatian!

* * *

Maaf kalau gak sesuai ekspetasi, tapi beneran deh aku dari awal emang udah nyusun adegannya bakal gini hihi. Semoga suka😊😊

OMBROPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang