Bagian Lima

7.8K 859 25
                                    

Ali membaringkan Prilly di bangsal UKS, kemudian ia mengambil segelas air putih dan membantu Prilly untuk meneguknya. Setelah itu, Ali berjalan ke arah kotak putih yang berada di dinding lalu membukanya. Prilly hanya bisa menahan napas sambil melihat keadaan kakinya yang tidak bisa dibilang baik.

Kaki Prilly berwarna merah keunguan disertai dengan benjolan berwarna putih pucat. Tangan Ali terlihat sedang menuang alkohol pada kapas. Lalu, Ali berjalan ke arah bangsal dan membantu Prilly membuka sepatu dan kaus kakinya.

"Tahan bentar ya, ini mungkin bakal sakit. Tapi akan lebih sakit kalo dibiarin gitu aja," Prilly hanya bisa mengangguk pasrah. Ia bahkan menggigit bibirnya kuat agar tidak berteriak dan mengacaukan konsentrasi Ali.

Ali mengusap pelan bagian bengkak di kaki Prilly, sesekali Ali juga melirik ekspresi Prilly yang sedang menahan kesakitan. "Mending sekarang lo istirahat dulu, entar pulang sekolah gue anter ke rumah sakit," ujar Ali perhatian.

Prilly sedikit terenyuh dengan perhatian Ali, lantas ia mengangguk. Saat Ali ingin beranjak pergi, Prilly menahan tangan Ali. Kemudian Ali berbalik sambil menatap tangannya yang ditarik Prilly dengan ekspresi bingung. Prilly yang menyadari itu, buru-buru melepaskan genggamannya.

"Ma...kasih," ujar Prilly lemah. Ali hanya mengangguk lalu benar-benar pergi meninggalkan Prilly sendirian. Prilly hanya bisa merenung miris, ia sedikit menyesali tindakan gegabahnya. Namun, hal itu tak luput dari kekesalannya karena tidak berhasil menjahati orang-orang disekitarnya.

Tiba-tiba pintu ruang UKS terbuka dan Rassya bersama Gritte muncul. "Gimana keadaan lo?" Tanya Gritte sambil meneliti lebam disekitar kaki Prilly. Prilly hanya berdecak malas, "Ya gitu, perih banget kayak disiram air panas tapi pedes."

"Udah gue ingatin dari awal, Pril. Untung Ali masih baik hati nolongin lo. Kalo gue jadi dia mah ogah, jangan nyusahin orang, kasian Alinya juga." Oceh Gritte yang hanya ditanggapi dengusan malas dari Prilly. "Ali gak seharusnya bertemu cewek jahat kayak lo," kata Rassya cukup menusuk.

"Udah deh, kalian berdua gak usah nyeramahin gue, mending sekarang kalian masuk kelas. Gue mau tidur, ngantuk!" Usir Prilly ketus. Rassya yang tidak ambil pusing memilih keluar tanpa penolakan, sedangkan Gritte masih betah mengomeli Prilly.

Prilly berdecak, "Iya, iya gue salah. Puas?! Lagian entar gue bakal ke rumah sakit buat ngecek kaki dianterin sama Ali." Gritte yang tadinya setia mengomeli Prilly terhenti, matanya melotot gemas. "Wah..wah..kemajuan pesat banget! Emang sih tadi keliatannya dia khawatir banget, sampe ngebentak Ghina yang lelet." Ujar Gritte sambil bertepuk tangan riang.

"Apaan sih, Te. Udah tugas dia sebagai penanggung jawab lab buat ngebantuin gue, lagian kenapa lo girang banget dah?" Tanya Prilly heran. "Siapa tau kalian berdua saling jatuh cinta, 'kan pasti unyu banget lo bakal gak ngebully orang gara-gara pacar lo Ketos," balas Gritte santai.

Prilly memukul keras pantat Gritte yang berada di sebelahnya, "Lo ngomong apaan sih? Pacaran sama cowok model begituan? Ogah banget, kebanyakan pencintraan." Gritte dan Prilly terlibat perdebatan ringan yang terakhir berakhir dengan bunyi bel istirahat.

Prilly mencoba mengganti posisinya senyaman mungkin, hal itu tak luput dari penglihatan Ali yang sedang berdiri di jendela ruang UKS. Kemudian, Ali memutuskan untuk masuk dan memeriksa keadaan kaki Prilly.

"Gue takut kaki lo infeksi dan menyebabkan kelumpuhan, jadi mending kita sekarang ke rumah sakit," ujar Ali membuat Prilly yang sedang mencari posisi nyaman membuka matanya. "Terus lo bolos gitu? Enggak deh, gue masih bisa nahan," jawab Prilly.

Ali memutar bola matanya malas, "Ternyata sifat buruk lo bukan hanya suka nindas orang bawah, tapi lo keras kepala juga. Terserah kalo lo gak mau, palingan entar kaki lo bakal keram dan akhirnya jadi lumpuh terus infeksi dan akhirnya mau diamputasi. Duh, bisa-bisa dibully orang."

Prilly membulatkan matanya tak percaya, "Mau lo apa sih? Kalo lo pikir gue bakal takut karena ancaman lo, lo salah besar." Ali menyilangkan tangannya di depan dada, "Lo tanya mau gue apa? Mau gue adalah lo sekarang ikut ke rumah sakit, karena gue gak mau jadwal pulang gue dijadiin jadi supir buat nganter orang cacat kayak lo ke rumah sakit."

Prilly terdiam, dia sangat marah mendengar perkataan Ali tentang kondisinya yang cacat. Ali yang menyadari perkataannya telah menyakiti Prilly hanya bisa meringis. "Yaudah, buruan ikut gue ke rumah sakit." Ujar Ali yang tidak direspon oleh Prilly.

Ali berinisiatif untuk menggendong Prilly, dan kebetulan sekali karena Prilly tidak menolaknya. Prilly terlihat lebih diam dari biasanya, hal itu membuat Ali sedikit tidak nyaman dan merasa bersalah. Tetapi, Ali memutuskan untuk fokus menggendong Prilly dahulu dan nanti setelah pulang dari rumah sakit ia berinisiatif untuk minta maaf kepada Prilly.

Di mobil juga tidak ada percakapan diantara mereka, hanya terdengar bisingnya lalu lintas di sekitar mereka. Hingga Ali memutuskan untuk membuka suara. "Lain kali jangan ngerencanain niat busuk di lab, apalagi sampe berhubungan dengan air keras. Untung yang kenak cuma kaki lo, bukan badan, atau lebih parahnya tumpah ke muka lo." Ujar Ali, ia berdehem pelan saat tidak mendapat respon dari Prilly.

Mereka telah sampai di rumah sakit terdekat dan Ali membimbing Prilly untuk berjalan. Akhirnya, tiba giliran Prilly untuk diperiksa setelah melewati antrian yang lumayan panjang. Melihat jalan Prilly yang terlihat kesusahan, Ali menggendong Prilly masuk dan membaringkannya di bangsal.

"Resiko terkena tumpahan air keras sangat besar dan membahayakan kesehatan kulit. Ini saya berikan salap untuk dioleskan di sekitar permukaan kulit yang luka, dan perbannya harus sering-sering diganti untuk mengurangi resiko infeksi. Lain kali pacarnya lebih dijaga, untung air keras itu tidak tertumpah di wajahnya." Ujar sang dokter.

"Baik, terima kasih, Dok. Ngomong-ngomong dia bukan pacar saya," ujar Ali kikuk. Prilly berdecak malas, "Yee...siapa juga yang mau jadi pacar lo." Dokter itu hanya bisa tersenyum sambil menuliskan resep obat yang harus ditebus Ali untuk Prilly.

* * *

120 Votes dan 30 Comments untuk Bagian Enam.

OMBROPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang