Bagian Delapan

4.1K 619 21
                                    

Tawa Oma berderai saat melihat Prilly kewalahan memasukkan benang yang satu ke lubang yang lain. Prilly mengerucutkan bibir lelah, "Prilly nyerah!" Oma menepuk pundak Prilly pelan, "Ayo semangat!"

Prilly tersenyum jenaka mendengar dukungan Oma untuknya. "Ali kok gak turun-turun ya?" Tanya Prilly yang tidak melihat Ali. Oma terdiam sebelum mengalihkan ucapannya, "Kamu haus gak? Atau mau ngemil kue kering? Mama Ali jago buat kue loh," tawar Oma.

Prilly membulatkan matanya lucu, "Prilly juga suka bantu Mama buat kue di rumah, tapi itu dulu, sebelum Mama meninggalkan dunia ini. Kenapa dunia sekejam ini ya, Oma? Aku dan Mama terpisah padahal kami saling menyayangi." Oma mengelus surai hitam Prilly, "Kamu sudah cukup dewasa untuk mengerti takdir. Takdir itu digariskan tanpa kehendak dari kita, tapi kembali lagi kepada Sang Pencipta."

Prilly tersenyum pahit, "Prilly sering kesepian sejak Papa sibuk sama keluarga barunya. Emang sih Bunda itu baik, hanya saja Bunda belum bisa menggantikan posisi Mama di hati Prilly." Oma mengangguk membenarkan. "Akan terasa perbedaan antara orang yang mengandung kamu selama sembilan bulan, dengan orang yang hanya merawat kamu. Kamu juga harus mengerti bahwa Papa kamu butuh seorang pendamping, Oma percaya kamu sudah cukup dewasa untuk mengerti keadaan," ujar Oma lembut.

"Ah...mendadak aku menemukan sosok ibu pada diri Oma, bahkan Bunda sering sibuk urus dua adik tiriku yang masih duduk di bangku sekolah dasar," ujar Prilly. Oma terkekeh pelan, "Kapan kamu merasa kesepian atau butuh teman curhat, main aja kesini. Oma siap 24 jam dengerin curhatan ABG jaman now."

"Oma gaul banget ya? Ketularan siapa sih?" Prilly tertawa kencang mendengar ucapan Oma. Pintu halaman belakang terbuka, muncul sosok Mama Ali yang membawa nampan sedang di tangannya. Prilly tergerak untuk membantu Mama Ali.

"Tante, kok jadi repot-repot gini, mana bawain cemilan lagi," ujar Prilly sungkan. "Enggak kok, kelihatannya cerita kamu sama Oma seru banget. Tante mau ikut nimbrung juga dong," goda Resi. "Dia kayak copy-an kamu banget deh, Res, orangnya sungkanan," kata Oma yang berhasil membuat Prilly salah tingkah.

Lalu, mereka bertiga bercerita banyak hal, salah satunya adalah kebiasaan buruk Ali yang suka nangis kalau lagi kesal. Prilly tertawa terbahak mengetahui fakta itu, "Emang bener, Tan? Astaga, gak nyangka dibalik sikap sok gantengnya Ali, dia itu gampang nangis. Hahaha...bisa aku jadiin senjata nih."

"Oh iya, harinya juga udah mulai petang. Kayaknya aku harus balik sekarang deh, kalau kemaleman nanti Bunda pasti khawatir," ujar Prilly. Resi dan Oma mengangguk pelan. "Pril, kamu bisa nyetir gak? Daripada naik angkutan umum, mendingan kamu bawa pulang mobil Ali," usul Oma.

"Uhm..bisa sih Oma. Besok Ali ke sekolah naik apa dong? Lagi pula, kenapa gak mau Ali yang nganterin aku aja?" Tanya Prilly aneh. Resi menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Masalah besok ke sekolah Alinya naik apa, kamu tenang aja. Nanti kamu coba tanya dia solusinya gimana. Dia kalo udah tidur itu ngebo parah, kalo dibangunin nanti bisa ngamuk dan jutek abis. Gapapa 'kan, balik sendiri?" Tanya Resi.

Prilly menggeleng pelan, "Kalo gitu, besok pagi aku dateng kesini lagi, jadi suruh Ali tungguin aku biar kita berangkat bareng. Gak enak juga kalo misalnya aku udah minjem mobil dia, eh dianya yang kerepotan." Resi mengangguk mengerti. "Terserah kamu deh, Pril. Pokoknya kamu nyetirnya harus hati-hati, kalo ada apa-apa langsung teleponin tante aja," pesan Resi.

Kini, Resi dan Oma sedang berdiri di depan pintu rumah mereka mengantarkan kepulangan Prilly. Prilly menurunkan kaca mobil Ali sambil melambaikan tangannya. "Sampai jumpa, Tante, Oma," seru Prilly. Oma dan Resi mengangguk sambil mengucapkan kata hati-hati di jalan.

* * *

Prilly Latuconsina

Li, mobil lo aman sentosa di rumah gue.
Besok lo jangan berangkat duluan, biar gue jemput lo.

Aliando Syarief

Iya, nyokap udah kasih tau gue.
Besok jangan telat!

Prilly mencari nomor Ali melalui Gritte, dan kalian pasti bisa membayangkan tanggapan Gritte saat Prilly meminta nomor Ali. Untung saja Prilly dapat mencari alasan yang logis supaya Gritte tidak bertanya lebih lanjut.

Keesokan paginya, Prilly telat bangun! Belum lagi, jalanan sangat macet, membuat Prilly harus ekstra sabar saat mendengar ocehan Ali. Hal itu menyebabkan Ali jengkel setengah mati karena ia telah menunggu Prilly yang telat sekitar 1 jam.

"Lo tau apa salah lo?" Tanya Ali ketus. Prilly menghela napasnya panjang, "Tadi gue telat bangun, alarm gue mati. Belum lagi jalanan macet." Ali menyemprot Prilly atas semua kejengkelannya. "Terus? Kalo lo tadi ngabarin gue dan bilang lo bakal telat gini, gue juga gak bakal nungguin lo. Lo tau sekarang udah jam masuk sekolah? Apa kata satu sekolah saat tau gue telat, dan...bareng lo?!" Ali menghembuskan napas lelah.

"Maafin gue," hanya kata-kata itu yang bisa keluar dari mulut Prilly. Ali tidak menghiraukan Prilly lebih lanjut, ia segera masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin mobil. Prilly yang masih bingung harus berbuat apa hanya bisa menatap mobil Ali dari luar. Ali mengklakson kencang menyadarkan kebingungan Prilly.

"Hari ini lo sama gue bolos, gue mau ajak lo ke suatu tempat. Ini masih berhubungan sama hukuman lo," ujar Ali saat Prilly sudah duduk di sebelah kemudi. Prilly mengalihkan pandangannya ke arah Ali dan menatapnya horor.

"Lo emangnya mau kemana? Ke neraka? Sampe bolos segala. Itu pasti akal-akalan lo karena takut pencitraan lo hancur gegara telat bareng gue," seru Prilly. "Nah itu lo tau, selain itu gue emang berniat ngajak lo ke tempat yang bakal kita tuju ini. Berhubung gue sama lo telat, mendingan sekalian gak usah sekolah aja," balas Ali santai.

* * *

Membuat sebuah cerita memang hobi saya, tapi menghargai cerita saya itu adalah kewajiban para pembaca. Dan saya harap ada kesadaran diri untuk meninggalkan jejak pada karya saya.

OMBROPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang