Ali dan Prilly duduk bersisian di dalam teater bioskop, mereka atau lebih tepatnya Ali memilih film bergenre humor. Saat film belum dimulai saja, Prilly sudah duluan tertawa dikarenakan Ali salah memanggil orang. Ali tidak sengaja menarik ibu-ibu yang ia kira Prilly, untung saja ia tidak ditampol oleh suami dari ibu tersebut. Ali berdecak malas saat mengetahui Prilly masih belum selesai dengan tawanya.
"Aduh, perut gue sakit banget, ya ampun!" Seru Prilly sambil melirik wajah Ali yang masam. "Ketawain aja terus, gak asik ah." Balas Ali ketus. "Cie, marah, cie! Muka gue emang pasaran banget ya? Sampe salah narik begitu," Prilly masih gencar menggoda Ali yang sudah memerah. "Prilly! Awas aja lo, gue bales ntar!" Seru Ali ketus membuat Prilly tertawa. "Bales aja, gue gak bakal salah gandeng orang," sindir Prilly.
Tidak ada adegan modus seperti pelukan, pegangan tangan, atau sekedar eye contact. Ali dan Prilly fokus kepada film yang terputar di layar. Bahkan Prilly tak segan-segan mengeluarkan suara ketawanya yang sangat menggelegar. Meskipun ia sadar, suara ketawanya sangat menyeramkan dan hanya merusak imagenya di depan Ali.
"Heh...capek gue ketawa mulu," ujar Prilly sambil meregangkan ototnya yang terasa kaku duduk di dalam teater lebih kurang 2 jam. "Ya iyalah, orang filmnya belum mulai aja lo udah terbahak begitu, mana kenceng banget suaranya," timpal Ali ikut merilekskan ototnya juga.
"Entar kalo ada film komedi kayak begini lagi, kita pergi nonton lagi ya," ujar Ali membuat Prilly mengangguk antusias. "Ya udah, pulang yuk," ajak Ali sambil bangkit dari kursi dan diikuti oleh Prilly. Mereka berjalan sambil membahas adegan di dalam film tadi.
* * *
"Sya, ngantin yuk! Si Gritte tuh gak mau temenin gue," ujar Prilly sambil memasang wajah memelas. "Ah gak asik lo! Giliran gak ada temen doang baru ngajakin gue," balas Rassya sinis. Sedangkan Prilly hanya cengengesan, "Ya, maaf! Lagian ini gue udah ngajak lo."
"Yuk ah, bacod!" Seru Rassya sambil berjalan duluan, Prilly hanya mengekor di belakang. Sesampainya di kantin Prilly sudah duduk manis sambil menunggu pesanannya datang di tangan Rassya. "Eh, hai Pril," sapa Ali saat matanya tidak sengaja bertemu pandang dengan Prilly.
"Oh, hai," sapa Prilly balik sambil tersenyum. "Sendirian lo? Gue gabung ya," ujar Ali mengambil tempat di hadapan Prilly. "Engga kok, gue tadi bareng sama Rassya," balas Prilly. "Kok tumben lo bareng dia? Bukannya dia jutek sama lo?" Tanya Ali.
Prilly menampilkan cengirannya, "Gue maksa dia biar temenin gue ke kantin." Ali hanya mengangguk acuh. "Lo gak pesen makanan?" Tanya Prilly. "Oh, gue tadi bareng Mila kesini. Entar dia ikut gabung gapapa 'kan?" Tanya Ali meminta persetujuan.
Prilly hanya mengangguk, "Silahkan aja. Lagian gue juga belum pernah ngobrol sama Mila. Paling mentok juga ketemunya sama Ghina doang." Ali terkekeh pelan, "Itu Rassya udah dateng." Prilly mengangguk sambil mengikuti pergerakan Rassya yang semakin mendekat.
"Sya, gue gabung bareng kalian ya?" Tanya Ali yang ditanggapi anggukan dari Rassya. "Lihat deh, anak-anak pada ngelihatin kita aneh gitu," ujar Prilly membuat Ali dan Rassya menoleh ke arah murid-murid yang memandang mereka bingung.
Dalam sejarah, setelah 4 bulan dilalui dengan pertengkaran-pertengakaran, baru kali ini Ali dan Prilly terlihat akur. "Bingung kali mereka, tumben-tumbenan Ratu Tukang Bully sama Ketua OSIS akur," celetuk Rassya membuat Prilly cengar-cengir.
"Eh, hai, salam kenal, gue Mila," sapa Mila tiba-tiba datang dengan dua mangkok bakso. "Udah tau kok, siapa sih yang gak kenal lo?" Tanya Prilly mencoba tersenyum ramah. Mila ikut melemparkan senyuman manisnya.
"Ternyata lo gak seburuk yang gue kira, soalnya baju-baju di loker semua habis gara-gara dipinjem sama korban bullyan lo," ujar Mila membuat Prilly malu. "Engh...gue lagi proses berubah kok," balas Prilly sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Oh, bagus dong. Hasil yang baik itu bermula dari niat yang baik juga," ujar Mila lembut membuat Prilly minder. Mila sangat lembut dan pembawaannya sangat tenang, berbeda jauh dari Prilly yang brutal dan kasar.
Tiba-tiba Prilly teringat dengan ucapan Ali tempo hari. Ali menyukai tipe gadis dewasa dan terbuka, apa Ali menyukai Mila? Mengingat Mila sama persis dengan kriteria cewek idaman Ali. Belum lagi senyuman Mila sangat manis.
Prilly mendadak membuang wajahnya saat melihat Ali yang tersenyum sangat-sangat manis mendengar ucapan Mila. Ia merasa hatinya tidak nyaman saat mengetahui Ali sepertinya sangat menyukai Mila.
* * *
"Sorry karena kesannya gue ngerepotin lo banget," ujar Prilly. Ali menggelengkan kepalanya, "Enggak kok. Tapi, Ghina bakal ikutan nebeng juga, soalnya nyokap gue mau kenalan sama dia." Prilly terdiam seribu bahasa mendengar ucapan Ali.
Ia merasa hatinya sangat-sangat tidak rela mengetahui akan ada orang lain yang berusaha meraih perhatian Resi. Ingin rasanya Prilly melarang Ali membawa Ghina untuk bertemu dengan Resi. Tapi akan sangat aneh bukan? Lagi pula, mereka tidak mempunyai hubungan spesial.
"Pril, lo duduk belakang gapapa 'kan? Soalnya entar Ghina susah mau pindah ke depan lagi," ujar Ali tidak enak hati. "Oh, gapapa kok. Lagian yang lo bilang ada benernya juga," balas Prilly berusaha menampilkan senyuman sebisanya.
Memang benar kata pepatah di google; kalau cewek bilang gapapa, pasti ada apa-apanya. Prilly merapikan barangnya, lalu ia berpindah duduk ke belakang. Tak lama, Ghina masuk ke dalam mobil Ali sambil tersenyum dan menyamankan duduknya.
"Dia juga ikut ke rumah lo?" Tanya Ghina sambil melirik Prilly dengan ekor matanya. "Enggak kok, dia nebeng doang," jawab Ali. "Ternyata selain suka ngebully, suka manfaatin orang juga ya," desis Ghina membuat Prilly naik pitam.
"Maksud lo apaan, hah?!" Tanya Prilly kesal. "Enggak tuh, lo aja yang baperan," balas Ghina cuek sambil mengibaskan rambutnya ke belakang. Huh, sabar Pril, sabar, ujar dewi batin Prilly. "Udah, udah, kok malah berantem sih," ujar Ali berusaha menengahi.
Prilly hanya diam, sedangkan Ghina berusaha mengajak Ali mengobrol, mengabaikan keberadaan Prilly. Ada rasa iri di dalam hati Prilly, bahkan perbincangannya dengan Ali biasanya tidak jauh-jauh seputar tentang pribadi yang lebih baik.
Sedangkan, saat bersama Ghina, Ali kelihatan lebih apa adanya dan pembawaannya pun lebih santai. Ali bisa tertawa lepas saat mendengar cerita Ghina yang menurut Prilly sangat garing, sedangkan Ali sangat jarang tertawa saat bersamanya.
Prilly meremas kedua jarinya kuat, meredam perasaan aneh yang sedari tadi melingkupi hatinya. Hukuman seminggunya mengubah perasaan benci Prilly pada Ali menjadi sebuah rasa yang tidak seharusnya. Tapi, Prilly merasa Ali tidak memiliki perasaan yang sama dengannya.
"Pril, lo laper gak? Kata nyokap dia ada masak banyak, kalo lo mampir dulu ke rumah gue gimana?" Tanya Ali membuat Prilly tersentak dari lamunannya. Prilly menarik napasnya sejenak.
Kemudian ia menggeleng, ia merasa dirinya butuh kasur bukan makanan saat ini. Ditambah lagi, Ghina yang ramah pasti akan cepat berbaur dengan keluarga Ali. Mengingat itu saja membuat Prilly semakin merasa sakit hati.
"Lo yakin, Pril?" Tanya Ali yang disambut anggukan lesu dari Prilly. "Yaudah lah, Li. Kalo dianya gak mau, gak perlu dipaksa begitu," celetuk Ghina membuat mood Prilly semakin hancur. "Gapapa, gue gak mau ganggu acara lo sama Ghina," balas Prilly membuang wajahnya menatap ke jendela.
Ali hanya mengangguk. Lagi-lagi Prilly mengucapkan kata gapapa. Dan Ali tidak peka akan perasaan Prilly. Prilly juga bingung, sejak kapan perasaan itu datang padanya. Meskipun ia belum yakin itu adalah 100% perasaan cinta.
* * *
Saya sudah masuk sekolah dan pastinya banyak tugas-tugas, jadi saya juga membatasi diri dari dunia maya. Kalo pun bisa update, pastinya cuma weekend. Saya minta pengertiannya, semoga ini menghibur😊
KAMU SEDANG MEMBACA
OMBROPHOBIA
أدب الهواة⚠️CHAPTER GENAP DI CERITA INI DI PRIVATE⚠️ [COMPLETED] "Cowok nyebelin kayak lo ternyata mengidap ombrophobia, ya? Bisa turun deh pamor lo, kalo satu sekolahan tau," ujar Prilly sambil tertawa mengejek meninggalkan Ali dalam keadaan meringkuk keding...