Bagian Sepuluh

8K 804 5
                                        

Semalam, Ali dan Prilly memberi banyak masukan kepada Wilo. Bahkan Ali kemarin menyumbang sedikit makanan ringan untuk anak-anak disana. Dan hari ini adalah hari Sabtu, jadwal pulang sekolah lebih cepat dari hari biasanya, Ali berniat mengajak Prilly ke suatu tempat.

Ali sudah menunggu Prilly di depan kelasnya, kaki Prilly sudah mulai membaik hanya saja benjolannya belum kempis secara sempurna. Bahkan sejak kemarin Prilly sudah bisa berjalan normal, tapi ia belum bisa berdiri terlalu lama dikarenakan kakinya masih lemah.

"Hari ini mau kemana?" Tanya Prilly saat sudah berada di hadapan Ali. "Gue mau ajak lo ke tempat anak-anak penderita tuna netra dan kita bakal ajarin mereka cara membaca tulisan," balas Ali sambil tersenyum. Prilly membolakan matanya, otaknya berputar memikirkan bagaimana cara menolak ajakan Ali.

"Harus banget ya? Kalo misalnya hari ini hukuman gue diskip boleh gak? Gue takut kurang nyaman sama mereka," ujar Prilly jujur. "Lo belum mencoba dan lo gak bakal tau hasilnya, jangan jadiin kekurangan mereka jadi hinaan bagi diri mereka sendiri. Gue mau lo lebih bisa menghargai sesama makhluk ciptaan Tuhan tanpa memandang kekurangan mereka," balas Ali bijaksana.

Prilly mengangguk lemah, Ali melanjutkan ucapannya, "Intinya entar disana lo harus bisa jaga cara bicara lo, hati mereka lebih sensitif, dan gue mau hukuman gue selama seminggu berhasil buat lo menjadi pribadi yang lebih baik lagi."

"Kalo dalam waktu seminggu dan sikap gue masih belum berubah gimana? Lo bukan orang pertama yang mencoba buat gue berubah, usaha lo buat ngerubah gue bakal sia-sia," desis Prilly. Ali mengangguk, "Setidaknya gue udah berusaha nunjukkin lo ke arah yang bener, biar gak sesat-sesat amet idup lo."

Ali dan Prilly berjalan menuju ke area parkir tempat motor Ali diparkir. "Hari ini gue bawa motor, karena tempatnya bakal susah dilaluin kalo pake mobil," ujar Ali mencoba memberi penjelasan. Prilly hanya mengangguk, ia tidak peduli kendaraan apa yang dibawa Ali nantinya.

Kini, mereka sudah berada di parkiran. Ali hanya membawa motor matic biasa, bukan motor sport besar seperti di Sinetron Anak Jalanan. "Kalo kaki lo masih sakit jangan dipaksain duduk cowok, duduk menyamping aja kayak cewek," pesan Ali.

Prilly menggeleng, "Gue gak semanja itu, lagian entar dikasih salep juga sembuh." Ali menghela napas, bahunya bergedik acuh. "Serah lo dah, dikasih tau malah sewot," balas Ali.

Tidak ada adegan peluk-pelukan ala drama korea romantis, tidak juga dengan Ali yang modus dengan rem mendadak. Perjalanan ke tempat yang mereka tuju hanya membutuhkan waktu 15 menit, untung saja lalu lintas hari ini tidak begitu padat.

"Lo ingat pesan gue tadi? Mereka cuma gak bisa ngelihat fisik lo, tapi mereka bisa lihat ketulusan hati lo. Dan mereka bisa dengar kata-kata yang bakal lo ucapin nantinya, entah itu bersifat menyakiti atau tidak. Jaga ucapan dan sikap lo," peringat Ali dengan senyuman hangat.

Prilly tertegun, jika orang yang tidak memiliki cacat pada fisiknya saja, Prilly tega membully. Bagaimana dengan anak-anak malang yang akan ditemuinya ini? "Hati gue sedikit tersentuh sih," celetuk Prilly asal.

"Lo gak perlu kasihan sama mereka, karena kekurangan mereka itu adalah awal kesuksesan mereka. Yang mereka butuhin itu bukan kasihan dan desisan yang menunjukkan lo jijik dengan mereka. Tapi mereka butuh dukungan dan motivasi dari kita untuk membangkitkan semangat mereka," Prilly sedikit geli dengan ucapan bijak dari Ali.

Ali dan Prilly kini sedang duduk di ruang tunggu yang tersedia, tak lama seorang pria paruh baya menghampiri mereka dengan senyuman tulus. "Kenalin saya pengurus Panti TunaNetra ini, kalian bisa panggil saya Pak Retno," ujar Pak Retno mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

Ali menjabat uluran tangan Pak Retno, bergantian dengan Prilly. "Saya Ali dan ini Prilly, kita berdua pengen aja ngunjungin anak-anak disini, sekalian ngasih support buat mereka," ujar Ali tersenyum ramah.

OMBROPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang