Mata Prilly terbelalak lebar saat menangkap siluet tubuh seseorang yang sangat dikenalnya. Belum lagi, orang itu sedang meringkuk kedinginan di bangku halte. Prilly menutup kepalanya dengan lengan seadanya dan berlari dengan langkah besar, mengingat langit mulai gelap dan mengeluarkan rintik-rintik kecil.
Saat sudah memasuki area halte, Prilly merapikan rambutnya yang agak basah karena rintikan air hujan. Setelah selesai merapikan tubuhnya, Prilly berjalan pelan ke arah seseorang yang terduduk menunduk. Tangannya terulur untuk menepuk bahu orang di hadapannya.
"Ali?" Panggil Prilly yang ingin memastikan orang di hadapannya adalah Ali. "Li?" Panggil Prilly sekali lagi saat melihat orang yang diduganya Ali masih belum mendongak. Prilly lantas memilih duduk di sebelah Ali, tangannya merangkul bahu Ali. "Jangan takut, ada gue," bisik Prilly lembut.
Kemudian, Ali mendongak dan matanya menatap wajah Prilly lekat. Setelah tersadar, Ali menggeser tubuhnya memilih menjauh. "Kenapa? Gue punya salah?" Tanya Prilly bingung. Seperti biasa, Ali hanya diam tidak merespon. "Uhm...soal ungkapan lo yang kemarin, gue..." Prilly terlihat menggaruk tengkuknya.
"Gue lagi pengen sendiri." Ucapan singkat Ali berhasil membuat tubuh Prilly membeku di tempat. Niat Prilly hanya ingin menemani Ali agar tidak ketakutan, tetapi mengapa Ali terkesan mengusir dan menghindarinya? "Tapi, lo harus dengerin jawaban gue soal ungkapan hati lo," ujar Prilly memaksa.
"Prilly, gue mohon dengan sangat, tinggalin gue." Nada suara Ali benar-benar bergetar, bahkan kepalanya menunduk dalam. Prilly menghela napasnya, "Gue gak bakal gangguin lo, tapi ijinin gue nemenin lo." Ali hanya diam tidak merespon ucapan Prilly. Toh, mengusir Prilly itu tidak gampang.
Setelah berteduh kira-kira selama 45 menit, akhirnya hujan mereda dan langit kembali cerah. Tubuh Ali sedikit merileks, meskipun ia merasa lemas setelah phobianya berhasil dilawan. "Gue anter lo pulang ya?" Tawar Prilly yang dibalas gelengan oleh Ali. "Gue bawa mobil," balas Ali datar.
"Gimana kalo kita makan siang dulu? Lagian lo pasti belum makan," tawar Prilly yang ditolak oleh Ali. "Ada yang mau gue omongin sama lo," lanjut Prilly lagi. Sebenarnya, ia lelah dengan sikap Ali yang mendadak berubah seperti ini. "Gak ada yang perlu kita omongin lagi," balas Ali dengan wajah datar.
"Lo kenapa sih?! Katanya lo cinta sama gue? Terus kenapa sikap lo seolah-olah nunjukkin kalo lo gak cinta sama gue?" Tanya Prilly kesal. "Lo percaya sama omongan gue kemarin? Dasar baperan! Lagian gue cuma ngetes kali, lo tau 'kan tipe cewek gue itu kayak apa?" Balas Ali tanpa perasaan.
Prilly menatap Ali dengan tatapan terlukanya, "Gue gak tau kalo lo sebrengsek ini, Li. Dan gue salah karena menilai cinta lo itu tulus." Prilly mendongakkan kepalanya, menahan agar cairan bening dari matanya tidak lolos. "Sekarang lo boleh pulang dan tinggalin gue 'kan?" Tanya Ali datar.
Bahkan Prilly sudah tidak mempunyai tenaga untuk merespon ucapan Ali, hatinya sangat terluka mendengar pernyataan Ali. Ia buru-buru bangkit, lalu berbalik tanpa mencoba untuk menatap Ali. Prilly menyeka air matanya saat merasa cukup jauh dari penglihatan Ali.
Sedangkan Ali, ia masih bertahan dengan posisinya. Ia sama sekali tidak berniat mengucapkan kata-kata seperti itu. Ia lepas kendali dan berdusta tentang perasaannya kepada Prilly. Hatinya ikut berkabung saat menatap tubuh Prilly yang menjauh.
* * *
Ali memijat keningnya pelan, matanya menatap tidak fokus pada laporan perincian tentang pagelaran seni yang akan diadakan bulan depan. Mila yang melihat Ali yang tidak fokus hanya bisa menghela napasnya, ia sudah berusaha menanyakan tentang masalah yang dihadapi Ali, tetapi Ali hanya menjawab bahwa dirinya baik-baik saja.
"Li, si Prilly berulah lagi tuh," ujar Ghina yang tiba-tiba datang dengan wajah memerah. "Lo yang urus aja Ghin, gue males," balas Ali dengan nada suara rendah. "Tapi tadi dia dijambak sama cowok sekelasnya, gegara si Prilly ngebully pacarnya." Ucapan Ghina membuat dada Ali bergemuruh.
Ali mengalihkan pandangannya ke arah kertas yang dipegangnya. "Biarin aja, dia pantes digituin," balas Ali datar. "Li? Lo kok aneh sih? Biasanya lo bakal turun tangan kalo Prilly ngebully lagi. Tapi ini?" Tanya Mila bingung. "Gue takut gue lepas kendali dan nonjok dia lagi," balas Ali sambil berdehem.
"Terus keadaan si Prilly sekarang gimana, Ghin?" Tanya Mila kepada Ghina. "Kepala si Prilly tadi sempat kebentur tembok sampe ngeluarin darah dikit sih, tapi tadi udah diobatin sama pacarnya itu di UKS," ujar Ghina santai. Ali menghembuskan napasnya kuat, hatinya mendadak gelisah mendengar penuturan Ghina.
"Tuh cowok apa banci sih? Kok berani main tangan sama cewek?! Mesti dikasih surat peringatan tuh, Li." Ujar Mila. "Enggak perlu lah, Mil. Lagian si Prillynya juga udah gapapa, emang pantes tuh anak digituin. Bila perlu didorong dari lantai 5, biar musnah makhluk kayak begitu," celetuk Ghina membuat Ali meradang.
"Urusan cowok itu biar gue yang urus aja, Mil. Dan lo, Ghina, tolong rinciin masukan-masukan dari siswa yang berminat ngisi acara." Ujar Ali yang membuat Ghina mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah merasa cukup, Ali berniat keluar. "Mau kemana, Li?" Tanya Mila membuat Ali menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Ngurusin masalah Prilly, nyusahin orang lain aja kerjanya," balas Ali sambil mendengus. Mila hanya mengangguk sekilas, Ghina juga tidak buka suara. Lalu, Ali langsung keluar dari ruangannya dan kakinya melangkah membawa ke arah UKS.
Hati Ali kian memanas, melihat Prilly dan Rassya hanya berduaan dan sedang mengobrol ringan sambil tertawa. "Ini UKS tempat orang sakit, bukan tempat mojokan. Gimana kalo ada orang lain yang lihat dan salah paham? Ngerusak nama baik sekolah juga 'kan?" Tanya Ali dingin.
"Prilly lagi sakit, makanya gue obatin di UKS. Terus masalahnya dimana?" Balas Rassya tajam. "Gue gak peduli mau kepala dia kebentur atau gimana, lagi pula dia pantes digituin," ujar Ali sarkastik. "Gue cuma gak suka ngelihat ada orang yang mojok di tempat yang gak seharusnya," imbuh Ali sambil tertawa remeh.
"Terus lo kira gue peduli? Iya?" Tanya Rassya keras. Ali menaikkan sebelah alisnya. "Cowok gatel itu gak bakal dateng dengan sendirinya, ya...kecuali tuh cewek yang kegatelan dan nyerahin dirinya secara cuma-cuma," balas Ali tak kalah keras. Sedangkan Prilly masih diam hanya menikmati pertengakaran di hadapannya, meskipun dadanya terasa sangat sesak.
"Lo ngomong seakan-akan lo iri sama gue, boy! Oh iya, gue ingatin sekali lagi supaya lo gak usah sok menilai tentang gue ataupun Prilly," bentak Rassya. "Gue iri? Sama kalian? Bahkan lihat muka kalian berdua aja gue udah muak, jadi jangan harap gue bakal iri. Gue ingatin juga sama lo, gue bukan sok menilai, itu hanya fakta yang terlihat." Balas Ali santai lalu melenggang keluar.
* * *
Maaf lama update dan semoga ini sesuai ekspetasi😊
![](https://img.wattpad.com/cover/93840545-288-k81667.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
OMBROPHOBIA
Fanfic⚠️CHAPTER GENAP DI CERITA INI DI PRIVATE⚠️ [COMPLETED] "Cowok nyebelin kayak lo ternyata mengidap ombrophobia, ya? Bisa turun deh pamor lo, kalo satu sekolahan tau," ujar Prilly sambil tertawa mengejek meninggalkan Ali dalam keadaan meringkuk keding...