"Li," panggil Prilly membuat Ali tersentak dari lamunannya. Setelah pemilihan tempat yang penuh dengan pertimbangan, mereka berdua memutuskan untuk menonton di mall. Lalu lintas di Ibukota sangatlah padat membuat mereka tidak bisa berpergian lebih jauh, apalagi untuk hari Sabtu yang menjelma menjadi malam minggu.
Prilly menggenggam tangan Ali berusaha menyalurkan kehangatan. "Jangan takut, ada gue," bisik Prilly lembut. Ali menatap tangannya yang berada dalam genggaman Prilly. Kini mereka sedang menghabiskan waktu di salah satu restoran cepat saji yang berada di dalam mall.
"Atau lo mau pulang aja?" Tanya Prilly membuat Ali menggeleng ketakutan. "Tubuh lo dingin dan gemeter banget," lanjut Prilly. "Makanannya dimakan gih, keburu dingin," ujar Prilly basa-basi. Ali masih diam, telinganya menangkap dengan jelas gemuruh petir dan suara air hujan yang begitu deras.
"Bisikin sama diri lo sendiri kalo lo gak takut, lawan ketakutan lo." Prilly mengelus punggung tangan Ali. Ali memejamkan matanya sejenak sebelum membukanya lagi. "Ini burgernya dihabisin dulu," bujuk Prilly. Ali mengangguk ragu, "Suapin gue."
Prilly berdecak sebal, "Lo takut apa modus sih?" Ali tidak memberikan respon berlebihan, ia hanya tersenyum getir. Tapi, Prilly tidak membantah permintaan Ali. Tangannya dengan telaten membuka bungkusan plastik burger.
Sambil menyodorkan burger itu ke mulut Ali. Ali menerima suapan Prilly dengan gigitan kecil. "Gue rasa hujannya mulai reda, suaranya juga gak sekenceng tadi," kata Prilly. "Makasih ya," ujar Ali tulus sambil tersenyum meskipun matanya menunjukkan ketakutan.
"Jangan dipikirin banget hujannya, nih makan sendiri. Gue juga mau makan kali," ujar Prilly menyodorkan bungkusan burger Ali. Ali menerima tanpa banyak komentar. "Oh iya, kemarin ada pengumuman tentang camping ya? Itu terbuka untuk umum apa gimana?" Tanya Prilly membuka topik, niatnya mengalihkan ketakutan Ali dari hujan.
"Itu khusus untuk anak SMA doang, gak wajib sih, atas kemauan sendiri aja," jawab Ali. Ia sudah sedikit rileks mungkin karena suara hujan tidak begitu terdengar lagi. "Lo ikut? Banyak anak yang ikut gak?" Tanya Prilly.
Ali mengangguk mengiyakan, "Gue sama Mila yang ngusulin nih camping. Terus anak kelas 12 wajib ikut." Ali berdehem sejenak, ia menggigit burgernya sesekali sambil menjelaskan pada Prilly.
"Kenak biaya berapaan kalo mau ikut? Terus berapa hari?" Tanya Prilly. "Karena lo masih kelas 10 jadi gak perlu beli bajunya gitu, bajunya khusus anak kelas 12 aja sekalian untuk kenang-kenangan. Biaya per orang belum ada kepastian sih, tapi setelah kita itung-itung kayaknya 300 ribu gak kemana," balas Ali.
"Bakal dilaksanain 3 hari 2 malem doang sih, acaranya juga beragam banget, ada banyak games. Tapi acara puncak sih pastinya api unggun. Terus yang pasti bakal ada games nyari-nyari sesuatu gitu di hutan kayak jurig malem, pokoknya seru deh. Lo berminat buat ikutan gak?" Tanya Ali.
Prilly menggeleng pertanda tidak tahu, "Kemarin sih gue diajak sama Gritte. Gak niat-niat banget sih buat ikutan, wong temen gue di sekolah cuma Gritte." Ali mengangguk mengerti, "Gue juga gak maksa sih. Yang intinya lo jangan ngebully aja disana, pasti semua orang bakal welcome sama lo."
"Sejauh ini yang daftar udah berapa orang?" Tanya Prilly. "Kalo dari kelas 10 cuma 7 atau 8 orang doang, kalo yang kelas 11 lumayan banyak sekitar 40an. Kalo yang kelas 12 sih semua ikut, kira-kira sih udah ada 200an orang," balas Ali. Prilly hanya mengangguk acuh.
"Enak gak punya banyak temen? Banyak yang nyapa lo, banyak yang senyumin lo pas ketemu, banyak cewek-cewek yang naksir lo, banyak kenalan, enak ya?" Tanya Prilly sambil menghela napasnya. "Menurut gue sih ada enak sama enggaknya," jawab Ali.
"Gue pengen punya banyak temen, yang tulus tapi. Temen yang bisa nerima keburukan gue yang suka ngebully. Apa gue semenakutkan itu ya?" Tanya Prilly, Ali mengendikkan bahunya acuh.
"Gue gak rasa begitu kok, cuma kadang lo kelewatan sih," balas Ali. "Lo coba aja kenalan sama Ghina, dia orangnya baik kok, dia juga ramah. Atau gak Mila, dia orangnya terbuka banget," lanjut Ali seperti sedang mempromosikan teman-temannya.
"Kalo Ghina kayaknya gue no. Dianya pendendam banget, mana nyolot lagi," ujar Prilly. "Lo belum kenal dekat sama dia makanya lo bisa nilai begitu, coba deh ajak dia bicara. Lagian gue jadi dia juga bakal marah karena lo udah ngerjain sepupunya," timpal Ali.
"Gak tau deh, gue males bahas dia. Lo naksir ya, sama Ghina?" Tanya Prilly hati-hati. Ali berdehem, "Mau dibilang naksir sih enggak juga. Tapi gue suka sama sifat dia, dia itu ramah, profesional, pandai menganalisis sesuatu secara tepat. Ya, tipe-tipe cewe idaman sih."
Prilly hanya membulatkan mulutnya, hatinya tidak suka cara Ali memuji Ghina. Ia tidak merasa Ghina seperti apa yang dideskripsikan Ali. Ghina itu pendendam, nyolot, suka main tangan, berbisa pula. Buktinya, masalah kemarin saja ia duluan yang menampar dan mendorong Prilly.
"Tadi lo pesen tiket nonton yang jam berapa emangnya?" Tanya Prilly. "Masih ada sejam lagi, mendingan kita nangkring disini dulu," balas Ali. Prilly hanya mengangguk. "Tipe cewek lo kayak apa sih?" Tanya Prilly penasaran.
"Lemah lembut, jaim di depan umum tapi gak jaim di depan gue, terbuka, dewasa, pengertian, punya senyum manis, kayaknya itu doang deh," ujar Ali. Prilly menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bahkan sikapnya tidak satupun masuk ke dalam kriteria Ali.
Lemah lembut? Prilly sering kali melakukan tindakan brutal saat membully orang. Jaim di depan umum? Saat ia membully, imagenya pun sudah hancur. Dewasa? Kalau ia dewasa, ia tidak mungkin membully. Mempunyai senyum manis? Bahkan ia lebih sering mengeluarkan seringaian.
"Kok tumben lo nanya gitu?" Tanya Ali membuat Prilly kaku di tempat. "Engh...nanya doang elah. Gapapa 'kan?" Timpal Prilly bertanya kembali. "Oh, santai kali. Terus tipe cowok lo gimana? Siapa tau aja lo naksir gue gitu, hahaha," tawa Ali berderai membuat Prilly berdecak.
"Najis, lo bukan tipe gue banget. Intinya gue cuma mau cowok yang nerima gue apa adanya, nerima keburukan gue yang hobi ngebully. Kalo bisa sih nunjukkin jalan menuju surga sekalian, terus ganteng, putih, harus lebih tinggi dari gue, pengertian, romantis, setia, gak brengsek," balas Prilly membuat Ali memutar bola matanya.
"Banyak banget tipe lo, kagak bakal kesampaian tuh. Menurut gue cowok setia dan cowok brengsek itu relatif, kalo lo berhasil buat dia nyaman pasti dia setia sama lo dan kalo cowok setia dia pasti gak brengsek," balas Ali.
Prilly menggeleng tidak setuju, "Kalo tuh cowok emang dasarnya gak setia, mau senyaman apapun dia sama cewek itu, kalo lihat yang lebih bening juga pasti minggat." Ali terkekeh, "Tapi tenang aja, gue tipe cowok yang setia kok. Asal lo berhasil buat gue nyaman aja."
Debaran jantung Prilly mendadak kencang, menjadi tidak karuan. Ia menjadi malu dan salah tingkah atas ucapan Ali yang entah disengaja atau tidak. Intinya Prilly merasa terbang, meskipun secara sadar ia tahu bahwa orang yang mengatakan itu adalah salah satu dari sekian banyak orang yang dia benci.
Gue tipe cowok yang setia kok. Asal lo berhasil buat gue nyaman aja.
* * *
Aku rasa kalau Ali ngajak Prilly ke Dufan terus naik wahana gitu kayak agak gimana gitu ya. Soalnya, gak mau drama banget juga, anak kota lebih sering mainnya di mall. Jadi aku buat yang gak terlalu berat banget, tapi banyak percakapan antara Ali dan Prilly. Terus kan disini lebih bisa saling mengenal dan banyak memori gitu WKWK. Ayo tinggalkan jejak😊
KAMU SEDANG MEMBACA
OMBROPHOBIA
Fanfiction⚠️CHAPTER GENAP DI CERITA INI DI PRIVATE⚠️ [COMPLETED] "Cowok nyebelin kayak lo ternyata mengidap ombrophobia, ya? Bisa turun deh pamor lo, kalo satu sekolahan tau," ujar Prilly sambil tertawa mengejek meninggalkan Ali dalam keadaan meringkuk keding...