Bagian Delapan.
Benar firasat Sheira. Pasti setelah kejadian di perpustakaan tadi Reza tidak akan menyerah begitu saja. Laki-laki itu nekat menunggu di depan kelas hingga Sheira keluar. Beruntung Ardani segera datang menyelamatkannya.
Sedikit cerita. Karena Sheira terlanjur menyeret Ardani ke dalam masalahnya. Mau tidak mau gadis itu membujuk Ardani lagi dengan segala cara agar mau membantunya. Meminta tolong pada Ardani memang bukan pilihan yang masuk akal. Tapi itu lebih baik daripada dia harus bertemu Reza, untuk saat ini.
Memang belum tentu Reza mengganggunya lagi. Tapi tidak ada salahnya jaga-jaga kan?
Dan ternyata benar kecurigaannya. Reza memang tidak berhenti begitu saja.
"Kenapa harus gue?" kira-kira begitu tanya Ardani tadi. Tentu saja dengan wajah songongnya setelah Sheira memohon sebegitu rupa.
"Ya masa gue harus cari yang lain lagi? Kelihatan kalau alasan," jelas Sheira.
"Emang lo ada masalah apa sih sama dia? Utang panci?"
"Iya." alibi Sheira agar tidak perlu menjelaskan panjang lebar.
Ardani tahu gadis di depannya ini berbohong. Namun, dia tipe orang yang tidak mau tau urusan orang lain. Matanya menatap mata Sheira yang melihatnya penuh permohonan. Tangan kanannya dimasukkan ke dalam saku celananua. "Apa untungnya buat gue?"
Sheira mengatupkan kedua tangannya. "Plis, gue bakal turutin apa pun kemauan lo."
"Pret," cibir Ardani. Menyadari Sheira ini semenangnya sendiri dia tidak akan mudah dibohongi.
"Sumpah."
"Gue juga bisa kalau ngomong sumpah doang."
Sheira memejamkan mata dan menarik napasnya. Perlahan matanya terbuka dengan wajah yang lebih serius. Ardani sedikit terkejut dengan perubahan ekspresi itu. Sheira tidak bercanda kali ini. "Gue beneran. Apa pun gue turutin."
Ardani smirk. Menarik. "apa pun?"
"Iya."
Telunjuk Ardani terangkat. "Apa pun ya?"
Perasaan Sheira sedikit tidak enak. Mengingat Ardani terkenal jahil Sheira takut dia meminta yang di luar otak. Tapi dia tidak ada pilihan lain lagi.
Sheira menarik napasnya. "Iya. Apa pun."
"Kalau lo nggak setuju syarat gue, gimana?"
"Pasti setuju."
"Oke," tanpa basa-basi Ardani langsung setuju.
Setelah itu Ardani berbisik pada Sheira. Sheira melotot bukan main. Beruntung matanya tidak copot menggelinding.
"Ya masa kaya gitu sih!" protes Sheira. Wajahnya langsung berubah emosi. Ini sama saja menghancurkan harga dirinya.
"Nggak terima penolakan. Lo sendiri yang buat perjanjian."
Napas Sheira berderu. "Apa pun tapi jangan kayak gini."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Get to Love You
Teen Fiction"Mimpi, lo." Sebenarnya, itu kata-kata lumrah yang biasa diucapkan oleh penduduk bumi ini. Tetapi ketika kata-kata itu terucap dari mulut Sheira, gadis yang selama ini Ardani harapkan, rasanya menusuk sampai ke tulang-tulang. P.S : Cerita ini mengan...