P.S yang pernah masukin cerita ini ke reading list hapus dulu lalu tambahin lagi yaa ...
Soalnya dulu pernah aku unpublish.Pertama-tama
Bismillah..
Semoga cerita ini bisa sampai tamat dan nulisnya nggak mager.
Aamiin..
Aku tahunya kamu setia. Kamu tahunya aku bodoh.Bagian satu.
"Gimana? Diangkat?"
Sheira cemberut lalu menggeleng. "Mungkin lagi ngegame."
Gista berdecak setengah mengejek. "Kasihan banget lebih pentingan game. Kalau gue jadi lo sih, udah gue ambekin. Tinggalin."
"Nggak usah ngegiring gue dengan pikiran rusak lo ya, setan. Gue sama Reza akan awet-awet aja sampai besok besok besok besok dan seterusnya," sahut Sheira memasang wajah sok imut membuat Gista ingin muntah.
"Huek. Pede banget."
Sheira memukul lengan Gista. "Idih jahat. Harusnya doain biar langgeng."
"Jangan terlalu percaya diri. Lo nggak akan tahu apa yang terjadi di dalam hidup lo."
"Yaudah sih, Gis. Daripada dia main cewek, kan. Lagian gue bukan modelan pacar super posesif gitu kali. Walaupun gue pacarnya Reza, tapi dunia Reza bukan gue aja."
Bola mata Gista memutar malas. Sudah ratusan kali bahkan ribuan, Gista mendengar kalimat itu. Sampai hafal. Terbukti Gista bisa menirukan gerak bibir Sheira saat berbicara tadi. "Hadeh, iya-iya. Belain aja terus sampai mampus. Kalau lawan Reza mah, gue yang cuma kebetulan kenal lo dari SMP bisa apa atuh."
Sheira mengeluarkan tawanya kemudian merangkulkan tangannya pada leher Gista. Membuat Gista yang sedang menyetir tidak jadi menyalip mobil yang ada di depannya. "Mulai deh cemburunya." Sheira mencium pipi gadis itu berkali-kali hingga membuatnya risih. "Tuh, puas? Reza nggak pernah gue giniin nih. Cuma lo doang."
"Ludah lo nempel semua anjir. Jijik gila," respon Gista sembari menggosok pipinya yang ternoda.
Sementara Sheira hanya membalas dengan penuh tawa.
"Mau ngapain emang telepon dia? Minta diingetin makan?"
"Heh setan. Gue nggak sealay itu ya. Lo kira gue anak SMP apa," jawab Sheira kesal.
"Terus?"
"Mau gue suruh jemput gue besok pagi. Pak Manan anaknya sakit. Bunda ada janji sama tukang design tokonya jam tujuh. Keteteran ntar kalau harus ngantar gue dulu."
"Berangkat sendiri lah."
"Males ah."
"Yaudah gue jemput kalau Reza nggak ada kabar."
"Rumah lo kan lebih dekat dari sekolah. Kejauhan ntar kalau jemput gue dulu," ujar Sheira tidak enak.
"Bayarin makan di kantin juga nggak papa."
Sheira melengos. "Yee setan. Gue kira ikhlas."
Sheira tidak ingat persis bagaimana bisa sedekat ini dengan Gista. Seingatnya dulu awal masuk SMP, Gista yang notabene pindahan dari Yogyakarta belum punya teman sama sekali, dengan penuh percaya diri mengajak Sheira berkenalan.
Awalnya teman biasa namun lama-lama menjadi dekat, dan semakin dekat saat disakiti oleh orang yang sama. Semacam cinta monyet selama di SMP begitu lah. Tidak usah bertanya jelasnya bagaimana. Sudah tidak penting. Yang jelas saat itu mereka sempat saling adu mulut. Dan sekarang jika mengingat kejadian itu geli sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Get to Love You
Roman pour Adolescents"Mimpi, lo." Sebenarnya, itu kata-kata lumrah yang biasa diucapkan oleh penduduk bumi ini. Tetapi ketika kata-kata itu terucap dari mulut Sheira, gadis yang selama ini Ardani harapkan, rasanya menusuk sampai ke tulang-tulang. P.S : Cerita ini mengan...