Suksesnya Wejangan Bima

387 70 96
                                    

Bagian Delapan Belas.

Happy reading...

Bukan perihal tidak percaya pada perasaan yang timbul dalam waktu singkat. Bahkan Ardani percaya love at the first sight itu memang ada. Tapi, masalahnya ada pada dirinya sendiri. Dia takut perasaan yang dia punya hanya sekedar rasa penasaran dan bisa hilang kapan saja.

Wejangan Bima memang berhasil membuat Ardani sadar jika dia memiliki perasaan dengan singa betina itu. Hanya saja Ardani masih belum berani melangkah lebih jauh. Ardani ingin memastikan sekali lagi jika perasaannya kali ini tidak salah.

Tidak lucu jika dia harus menjadi penyebab sakit seseorang sebanyak dua kali. Satu orang saja sudah membuat Ardani serba salah sampai takut melangkah begini.

Parahnya lagi, dengan kondisi Ardani yang harus bertemu Ellen setiap saat, membuat Ardani merasa semesta sengaja mengingatkan jika dirinya mempunyai salah dengan gadis itu.

Mungkin terkesan tidak logis. Zaman sekarang, ada laki-laki yang takut menyakiti perempuan hanya karena pernah menyakiti perempuan.

Mau bagaimana lagi Ardani memang begitu.

Susah memang kalau mempunyai hati seputih salju, selembut kapas, sejernih air begini.

Bangku belakang, paling pojok, mepet tempok, di sanalah posisi Ardani sekarang, yang tak lain adalah bangkunya sendiri. Sepasang matanya menatap Ellen yang duduk di bangku depan, berhadapan dengan meja guru dan saat ini sedang berkomat-kamit membaca buku sosiologi. Ardani merasa gadis itu tahu dia sedang memperhatikannya tetapi sengaja sekuat mungkin untuk tidak menoleh.

Guru di kelasnya sedang keluar sebentar. Tadi beliau memberi waktu lima belas menit untuk belajar sebab setelah ini ulangan harian. Namun, bukannya melaksanakan perintah Ardani malah termenung, sementara Bima baru datang dari kantin membawa satu plastik mininuman es serta makanan ringan. Entah malak siapa masih menjadi misteri.

"Gue rasa Ellen sakit tengeng dua tahun deh, Bim. Tapi sakitnya cuma waktu ada kita doang," lirih Ardani sambil terus memandang gadis itu.

Bima mengambil isi snack yang ada di tangannya tanpa melihat. Matanya ikut tertuju pada fokus Ardani. "Salah gue juga sih dulu nyuruh lo dekatin dia. Udah tau lo nggak tertarik."

"Niat gue baik pengin bikin dia senang aja. Gue nggak tahu kalau dia berharap lebih."

"Alana sampai dia musuhin juga lagi," timpal Bima.

"Coba semua cewek kayak Alana. Lo sakitin tapi tetap mau baikan sama yang nyakitin."

Bima menolehkan kepalanya ke arah Ardani. "Tapi lo aneh, Ar. Lo takut nyakitin Sheira 'kan? Lo ngaca dulu kenapa. Kayak Sheira udah demen sama lo aja. Gue rasa peluang lo ditolak lebih besar daripada diterima."

Mendengar itu membuat ulu hati Ardani mendadak terenyuh. Satu pukulan mendarat mulus di belakang kepala Bima. Siapa suruh berani mengatai Ardani seperti itu. Meski dipikir-pikir ada benarnya juga.

Sialan, benar juga kata si kampret. Bikin gue mikir aja.

"Nggak usah sakit hati gitu dong. Gue cuma menyampaikan fakta yang ada," balasnya sambil mengelus kepalanya.

I Get to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang