Sebelumnya part ini udah pernah aku publish, tapi sehari kemudian aku tarik lagi soalnya ada yang kurang huhu:(
Maaf masih amatiran soalnya hehe
————————————————Bagian Dua Puluh.
Happy reading...
Sore harinya, Sheira sedang bersantai di atas balkon kamar dengan earphone terpasang di telinganya. Bukan mendengarkan lagu, melainkan dia sedang berbicara dengan Gista tentang kejadian tadi. Sebelumnya Yasmin sempat bergabung dalam video call. Namun, sahabatnya satu itu baru saja undur diri karena sedang menjaga keponakannya dan Sheira memilih mengganti jalur telepon saja dengan Gista.
"Kayaknya Reza nyesel udah selingkuhin lo makanya dia kayak gitu deh, Shei," ujar Gista di ujung sana. "Nyesel 'kan datangnya belakangan."
"Gue juga sempat mikir gitu sih," timpal Sheira. Melihat usaha Reza yang sebegitu kerasnya, apalagi kalau bukan karena menyesal. Laki-laki memang tidak pernah puas mencari dalam satu wanita. Jika dia rasa wanita sebelumnya lebih baik, dia akan meninggalkan wanita baru dengan gampang tanpa memikirkan perasaannya. Seperti yang Reza katakan sendiri.
"Lagian kenapa dia emosi kalau lo sama Ardani? Urusan dia apa? Dia bukan siapa-siapa lo lagi," cerca Gista yang ikut tidak terima Sheira diperlakukan seperti itu.
"Dia kan sinting, Gis."
"Tapi lo jangan oleng," peringat Gista. "Ntar tahu dia nyesel lo malah oleng lagi."
Sheira mendengus. "Gue nggak setolol itu ya, Gista."
"Nah gitu pintar." Ada jeda di sela-sela kalimatnya. "Soal ketakutan lo, nggak usah khawatir. Gue yakin Reza nggak seberani itu nyandera lo kayak di film-film. Kalau emang dia ngelakuin hal ekstrem, masih ada gue sama teman-teman yang siap jagain lo," ucap Gista menenangkan. Setelahnya sahabatnya itu berdehem menggoda. "Ardani juga."
"Kenapa harus nyebut nama dia, sih?" kesal Sheira. Bagaimana pun Ardani yang menyebabkan semua kerumitan ini.
"Lo hutang makasih sama dia loh, Shei," terang Gista yang hanya dibalas deheman malas oleh Sheira.
Sudah jelas Gista yang paling bersemangat mendengar saat Sheira bilang Ardani yang membantunya. Bukan maksud Sheira ingin membagus-baguskan buaya itu, tetapi Sheira memang menjelaskan kenyataan yang ada.
Sheira segera menutup telepon tersebut dan tangannya kembali mengupas jeruk yang belum rampung karena berceloteh. Kalau sudah menyebut Ardani, pasti ujung-ujungnya sama seperti yang lalu-lalu. Telinga Sheira sudah kebal mendengar Gista selalu mengunggulkan buaya satu itu.
Setelah dipikir-pikir, Gista ada benarnya juga. Tidak ada gunanya juga Sheira terus memikirkan apa yang akan terjadi. Ya memang dia masih khawatir. Dia tidak bisa seolah bersikap tenang dalam sekejap. Tetapi, mau bagaimana lagi? Semua sudah terjadi dan Sheira mau tidak mau harus menghadapi.
Kalau memang Reza melakukan hal yang melampaui batas, Sheira harus lebih berhati-hati mulai hari ini.
Earphone yang terpasang di telinganya sudah berganti fungsi untuk memutar lagu. Siapa tahu dengan begini pikiran buruknya menjadi berkurang. Bibirnya berkomat-kamit menirukan lirik lagu yang terputar.
Adanya pesan masuk membuat lagu yang Sheira dengarkan terjeda. Satu kali dia biarkan. Dua kali dia biarkan. Hingga bunyi yang entah keberapa kali Sheira mengumpat. Siapa yang berani mengirim deret pesan disaat moodnya tidak beraturan begini.
Benar saja, dari bunyi pesannya saja sudah tidak enak. Bau-bau tidak sedap sudah tercium. Sheira mencebikkan bibir ketika melihat siapa pengirim tersebut. Masih berupa deret angka memang, tetapi Sheira cukup tahu nomor tersebut milik siapa. Isi pesannya kali ini hanya memanggil-manggil namanya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Get to Love You
Ficção Adolescente"Mimpi, lo." Sebenarnya, itu kata-kata lumrah yang biasa diucapkan oleh penduduk bumi ini. Tetapi ketika kata-kata itu terucap dari mulut Sheira, gadis yang selama ini Ardani harapkan, rasanya menusuk sampai ke tulang-tulang. P.S : Cerita ini mengan...