02

1.3K 95 1
                                    





10 tahun kemudian,

"Git, cepetan! Udah ditungguin Azka tuh!" teriak Mamanya.

Githa yang sedang merapikan kunciran rambutnya melirik jam, 6.20 WIB, "Wah bisa panjang nih omelan si bandel."

Ia segera meraih ranselnya dan berlari kebawah.

"Jangan lupa sarapan nanti di sekolah Git, mama ga mau magh kamu kambuh lagi," Mama hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan putrinya itu.

Githa hanya nyengir, dan menyalami tangan mamanya. "Githa pergi ma!"

Rangga, kakak semata wayang Githa, menuruni tangga dengan menguap. "Hari pertama udah telat aja si Githa, Ma."

"Udah biarin aja, kelamaan ngeliat diri di kaca Kak. Maklum anak SMA."





*





Jantung Githa berasa mau copot, ia turun dari motor Azka dengan sempoyongan.

"Gila ya! Kita bisa mati kalo kamu ngebut kayak tadi!" ia mencubit tangan Azka.

Yang dicubit, hanya meringis dan tertawa, "Ga tau terima kasih emang ya. Udah telat, ngerepotin, eh udah dianter tepat waktu sebelum bel masih juga protes." Ia balik menjitak kepala Githa.

Githa mendengus sebal, tau gitu males dia barengan sama si bandel.

Tapi mau gimana lagi, Bima sama Shaka tuh anaknya rajin banget jam 6 pasti udah otw sekolah.

Akhirnya cuma Azka yang bisa dia tebengin. Mereka berjalan menuju kearah gedung kelas XI.

"Duluan bawel!" pamit Azka sambil menarik kuncir Githa sampai sedikit miring, dan tertawa menuju kelasnya.

"Awas kamu ya," rutuk Githa dalam hati, ia pun bergegas menuju kelasnya sendiri.





*





Githa menghempas badannya kebangku dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas.

"Mana sih tu anak, tas nya ada tapi batang hidungnya ga keliatan," batin Githa.

"Nyari siapa Git?" tanya Marsha teman sebangkunya heran.

"Eh, enggak, nyari..." belum selesai ia menjawab pertanyaan Audi, tiba-tiba matanya menangkap kotak bekal sudut mejanya. "Punya siapa Sha?"

"Oh iya sampe lupa. Tadi Bima nitipin ini buat kamu."

Githa tersenyum senang dan segera membuka kotak bekal itu, susu cokelat dan sandwich cokelat keju kesukaanya.

Ia segera melahap sepotong sandwich dan menawarkannya kepada Marsha dan dijawab dengan gelengan.

"Adek kelas yang ngeliatin pas Bima nitipin keliatan iri banget Git," goda Marsha.

Githa hanya tertawa, udah biasa dia mah disirikin cewek-cewek fans Bima. Ralat, cewek-cewek fans tiga sahabatnya.

"Pelan-pelan kali Git makannya," tegur suara khas yang sangat dikenali Githa, Bima Prasaja.

"Eh dari mana aja kamu?" tanya Githa memutar badannya kearah belakang, karena memang Bima duduk dibelakang ia dan Marsha.

"Ruang guru." jawab Bima pendek.

"Calon ketua osis nih kayaknya," goda Githa.

Bima hanya mengangkat bahunya, dan memberi kode bahwa Wali Kelas mereka sudah datang. Githa dengan cepat berbalik arah dan mengeluarkan bukunya, tapi dalam hati ia yakin kalo Bima emang bakalan dicalonkan menjadi ketua osis, lagi.





*




"Gila, calon ketua osis? Kocak! Kayaknya emang udah takdir kamu bakal selalu jadi ketua osis Bim, hahaha," tawa Azka.

Ternyata benar candaan Githa tadi pagi, akhirnya si Bima dicalonkan menjadi ketua osis  lagi seperti pada saat di SMP.

"Ga lucu, Ka." desis Bima, saat ini mereka bertiga, ia, Azka, dan Githa sedang duduk di tribun basket.

Sepulang sekolah mereka malas langsung pulang dan memutuskan untuk menunggu Shaka selesai menyeleksi calon anggota basket tahap pertama.

Githa ikut ketawa, "Palingan nih ya, nanti si Bima yang bakal jadi ketua osis," tawa Azka pun semakin keras.

"Serah kalian deh. Capek tau jadi ketos, tapi mau gimana lagi." gerutu Bima.

Tiba-tiba Githa teringat kotak makan tadi pagi, ia mengeluarkannya dari tas dan menyodorkannya kepada Bima.

"Edan, masih aja ya Bim nyiapin sarapannya si Githa," Azka geleng-geleng kepala setengah tak percaya.

Bima menyimpan kotak itu di ranselnya dan terkekeh, "Kebiasaan Ka, nanti kalo dia pingsan lagi kayak pas SMP karena ga makan, kan kita yang ribet."

"Emang, kamu tuh ya Git, bisa ga sih sehari aja ga ngerepotin kita. Tadi pagi hampir aja telat, untung aku ngebut." timpal Azka.

Githa mendelik kesal kearah dua sahabatnya itu, "Dih bawel ah. Apa gunanya temenan bertahun-tahun kalo ga bisa direpotin," ucapnya sambil mencubit Azka.

"Tuh kan mulai deh, kebiasaan nyubit. Sekali-sekali Bima dong yang dicubit," protes Azka.

"Abis kamu yang paling ngeselin!" cibir Githa.

Bima hanya tertawa melihat tingkah sahabat-sahabatnya ini yang tidak berubah sejak bertahun-tahun yang lalu.

"Kalian masih disini?" Shaka menghampiri mereka dengan penuh keringat di badannya.

"Yee nih anak, pake nanya. Kan udah janjian tadi mau langsungan ke bakso Pak Ben," Githa mengingatkan.

"Yaudah, tungguin, aku beres-beres bentar ya." Shaka segera berlari kecil kearah ruang ganti ekskul basket.

Dan ketiga sahabat itu dengan sabar menunggu sahabat mereka yang sangat menggilai dunia basket itu sambil kembali bercanda.





*

[1] SEVENTEEN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang