Githa mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, rambutnya awut-awutan dan seragamnya yang berantakan.
Ia berjalan di pinggir jalan menuju perumahannya.
Gadis itu menguatkan diri untuk tidak menangis, karena kata Bang Rangga menangis artinya kalah.
Ia mengerjapkan matanya agar air mata tidak turun. Dengan pandangan lurus kedepan ia mempercepat langkahnya.
Tiba-tiba mobil putih yang sangat dikenalnya berhenti tepat disampingnya.
Cowok jangkung itu turun dengan cepat dan menarik lengan Githa untuk menghadap kearahnya.
"Siapa yang ngelakuin ini ke kamu?!" Shaka tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak.
Jantungnya mau copot saat yakin gadis yang berjalan terseok-seok dengan rambut acak-acakan itu benar-benar Githa, sahabatnya.
Tas berwarna tosca dengan gantungan beruang pink itu sangat dikenalnya.
Githa membeku ditempatnya tak berani menatap mata Shaka.
"Bilang Git!" bentak Shaka gusar.
Entah sudah keberapa kalinya ia melihat Githa seperti ini, tapi tampaknya kali ini yang terparah dan pertama kalinya selama mereka masuk SMA.
Shaka dan kedua sahabatnya sudah berusaha menjaga Githa kapanpun mereka punya waktu luang agar kejadian-kejadian saat mereka SMP tidak terulang lagi.
Tapi kali ini mereka kecolongan.
Githa mengatupkan bibirnya kuat-kuat dan menggeleng lemah, sifat keras kepalanya mulai keluar.
Shaka menghela nafas panjang, ia tahu sekarang Githa pasti sangat lelah dan kesakitan, tak ada gunanya Shaka memaksa gadis itu bicara.
Dengan lembut Shaka mengusap pipi Githa yang mulai basah, ia merangkul gadis itu dan menuntunnya kearah mobil.
Kali ini tak ada penolakan dari Githa.
*
Shaka sudah akan pamit pulang setelah mengobati pipi dan lutut Githa yang terluka.Tapi Githa menahan tangannya. Cowok itu pun kembali berjongkok dihadapan gadis itu.
"Shak," Githa menggantungkan kata-katanya, matanya lurus menatap dinding dibelakang Shaka, tak berani menatap langsung cowok itu.
Shaka menggenggam tangan Githa erat, berusaha menguatkan.
"Ngomong aja Git. Bilang siapa orangnya biar aku beresin." cowok itu berusaha agar suaranya terdengar tidak terlalu emosi.
Githa menggeleng, "Bukan itu,"
"Terus?"
"Tolong jangan bilang apa-apa tentang kejadian ini sama Azka."
*
Shaka tidak habis pikir dengan jalan pikiran Githa. Kenapa gadis itu tidak mau bilang siapa yang telah mencelakainya sampai luka seperti itu.
Jelas itu bukan perbuatan satu-dua orang. Jelas-jelas itu pengeroyokan.
Tapi satu yang Shaka tahu pasti setelah mendengar permintaan Githa tadi, ini pasti ulah fans Azka.
Cowok itu kan sekarang sudah mulai dikenal sebagai personil Band yang memiliki banyak fans dari luar sekolah.
Shaka menggertakkan giginya kesal.
Cewek-cewek macam apa yang berani melakukan hal kejam seperti itu cuma gara-gara mengidolakan seorang cowok.
Hatinya sakit mengingat kondisi Githa tadi.
Kalau saja ia tidak melihat gadis itu dipinggir jalan, mungkin Githa pun tak akan cerita apa-apa soal ini.
Dan hari ini Shaka sadar, kalau ia sudah jatuh hati pada satu-satunya wanita teman kecilnya.
*
"Aku udah dapet pelakunya Shak," Bima duduk diatas tempat tidur Shaka sambil menyerahkan hapenya kearah Shaka.
"Anak mana?"
"Sekolah depan, Keira yang liat. Dia mau bilang ke kamu tapi takut katanya."
Shaka menyernyitkan dahinya, Keira adalah teman sekelasnya.
Tapi mereka memang tidak terlalu dekat. Karena memang Shaka adalah tipe penyendiri.
"Terus dia malah bilang ke kamu?"
Bima menggeleng, "Enggak, Aldo yang bilang ke aku. Tadi abis rapat."
Shaka mengangguk mengerti, Aldo adalah pacar dari Keira yang juga bendahara OSIS.
Cowok itu mengepalkan tangannya, "Terus mereka harus kita apain Bim? Langsung datengin aja yok,"
"Jangan, nanti jadi besar dan bikin Githa makin menutup diri." cegah Bima, "Untuk sementara penjagaan Githa kita perketat, kamu harus terus ada disampingnya ya Shak. Nanti Azka aku libatin juga buat jaga Githa semisal kamu ga bisa. Dan untuk cewek-cewek itu biar aku yang urus."
Shaka terperangah mendengar perkataan Bima itu, wajar saja kalo mereka selalu mengandalkan Bima, cowok itu sangat dewasa dan bisa menjaga emosinya untuk berpikir secara tenang.
Tidak sepertinya yang sudah emosian setiap membahas pelaku pembullyan Githa.
"Tapi Githa udah pesen kalo Azka jangan sampai tahu Bim," desah Shaka pelan.
Bima mengangguk, " Aku tau. Aku minta dia jagain Githa tanpa jelasin kenapa kok. Azka mah iya-iya aja kalo aku yang bilang."
"Oke. Tapi gimana caranya kamu ngurus cabe-cabean itu?"
"Tenang, Keira sama Aldo mau bantu kok, percaya aja sama aku." Bima mengulum senyum.
Kalo Bima udah bilang gitu, Shaka percaya semua masalah akan diatasi.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] SEVENTEEN ✔
Novela Juvenil*BOOK ONE* [⚠ CHAPTER AKHIR DI PRIVATE] Bagi cewek-cewek di sekolahnya, Agitha itu cewek paling beruntung. Gimana enggak? Cewek tomboy itu punya tiga sahabat cowok yang jadi idola di sekolah. Mereka ga tau aja ada saatnya, Githa ingin juga di posisi...