09

882 82 3
                                    







"Git, masih demam ya? Merah banget mukanya."

Sore ini giliran Shaka datang dengan seragam basketnya. Cowok itu terlihat capek, tapi sepertinya tetap menyempatkan diri menjenguk sahabat cewek satu-satunya itu.

Githa menarik selimutnya sampai hanya keliatan mata. Ia malu banget kalo sampe keliatan blushing didepan dua cowok ini, untung dua-duanya ngirain mukanya merah karena demam. Bima sih ngomongnya ngaco.

Bikin Githa gagal paham.

"Kenapa? Pusing ya Git?" Shaka tampak khawatir dengan keadaan Githa, ia duduk disamping tempat tidur cewek itu.

"Lumayan, tapi panasnya udah mulai turun Shak." Githa melirik jam dinding, "Maaf ya Shak ga bisa liat kamu tanding hari ini. Gimana tadi?"

"Ya gitu." jawab Shaka pendek, artinya menang.

"Kamu kemaren lama ya di pinggir pos satpam itu?"

Githa mengangguk lemah. Shaka menggelengkan kepalanya sebal.

"Git, kamu tu ya.." belum sempat Shaka menyelesaikan kalimatnya udah dipotong sama Githa.

"Iya nanti kalo aku butuh apa-apa aku bakalan langsung nelfon. Aku tuh cuma ga mau ganggu kegiatan kalian. Maafin aku emang suka ngerepotin... Dari dulu..." Githa tiba-tiba menangis, sebagian dari dirinya juga takut kalo Shaka bakalan ngomong yang aneh-aneh kayak Bima.

Shaka panik, dan tanpa sadar ia memeluk Githa dan mengusap-usap punggungnya. "Udah ya Git, jangan nangis. Maaf ya tadi aku bentak kamu. Aku pure khawatir kamu kenapa-kenapa kalo sendirian disekolah kayak kemarin, ujan deras lagi."

Githa kaget setengah mati, ini bahkan lebih ekstrim daripada yang dilakuin Bima tadi.

Dengan kikuk iya berusaha melepaskan diri dari pelukan Shaka, airmatanya seketika berhenti.

"Eh maaf ya Git. Aku refleks. Soalnya aku panik kalo liat kamu nangis." ucap Shaka, dia jadi ikutan kikuk.

Suasana diantara mereka pun jadi awkward. Sampai Rangga masuk kedalam kamar Githa dengan membawa obat.

"Eh ada Shaka. Masih pake seragam, abis tanding ya?" Rangga menyapa Shaka santai tanpa tau apa yang terjadi sebelumnya.

Shaka mengangguk dan bangkit dari duduknya, membiarkan Rangga mengambil alih tempatnya tadi.

"Langsungan aja deh, Bang. Cuma mampir bentar liat Githa." pamit Shaka, ia melirik ke arah Githa yang masih menunduk, "Get well really soon Git."

Gadis itu mengangguk pelan, dan perlahan mengangkat kepalanya menatap punggung Shaka yang meninggalkan kamarnya.
















*
















Malamnya Githa udah merasa enakan, ia mengecek handphonenya untuk melihat messages dari teman-temannya. Gadis itu akhirnya memutuskan untuk menelepon Marsha, sebab ada 6 misscall dari sahabatnya itu.

"Halo Sha. Maaf ya aku baru buka hape. Iya udah ga papa, makasih ya Sha. Besok diusahain sekolah..." saat sedang asyik mengobrol dengan Marsha, pintu kamarnya terbuka.

"Eh Sha, udah dulu ya nanti aku telfon balik." Setelah memutuskan sambungan telepon, Githa menatap kesal pada sosok yang baru datang itu.

"Sombong ya sekarang, kalo aku ga sakit ga bakal inget deh main kesini." semprotnya judes.

Azka yang dateng dengan cengiran lebar itu duduk disamping Githa.

"Maafin Git. Sibuk banget sumpah ga boong. Sakit apa sayang?" cowok bandel itu dengan santainya mencubit kedua pipi Githa.

"Basi ah. Sibuk mulu berasa presiden." cibir Githa yang disambut tawa Azka.

"Sakit boongan ya Git? Biar ada alesan aku jengukin?" tanya Azka usil.

"Ga ada tenaga buat nyubit kamu, kalo enggak pasti sekarang udah biru."

Tawa Azka malah makin keras, dia sebenernya kangen gangguin Githa, tapi beneran akhir-akhir ini latihan band sibuk banget. Dan juga harus ngurusin hal lain.

"Aku ga bisa lama-lama Git."

Githa mendengus, "Belum juga ada 5 menit kamu disini, lagian baru juga jam 9,"

"Mau Belajar." jawaban pendek itu langsung mendapatkan cubitan kecil dari Githa.

"Aduh, ampun. Katanya orang sakit ga ada tenaga," Azka tersenyum usil,

"Beneran Git, aku kan dipilih ngewakilin sekolah buat ikut olimpiade biologi minggu depan. Jadwal band lagi padat jadi aku harus pinter-pinter bagi waktu." jelas cowok itu.

"Serius? Kok baru ngasih tau? Wah I'm so proud of you bandel" Githa menepuk bahu cowok itu. "Tapi nanti kamu makin sibuk dong."

"Kayaknya gitu Git. Terus aku gabisa anter jemput kamu lagi tiap pagi. Gimana ya?"

"Alah, kemarin-kemarin juga jarang dijemput, jadi aku udah belajar naik angkot sama Bang Rangga." gerutu Githa sebal.

Azka tertawa keras, "Sumpah? Seorang Githa belajar naik angkot? Sayang banget aku ga ikutan."

Cubitan Githa mendarat lagi di lengan Azka, "Bego. Gara-gara kamu tau. Pokoknya kalo sempet bareng ya Ka?"

"Iya Aghita sayang."















*
















Pagi itu alangkah kagetnya Shaka ketika melihat Githa sudah berada didepan rumahnya.

Cewek itu bersandar di pagar dengan menggunakan sweater merah. Dengan canggung ia menghampiri gadis itu.

"Pagi Shaka," sapa Githa dengan senyuman manis. "Aku nebeng ya hari ini." Sebenernya hal ini hanya alasan Githa, setelah berpikir semalaman Githa akhirnya sadar kenapa pula dia malu dan kesal saat Shaka memeluknya, mereka kan sahabat, udah main dari masih pake popok, lagian semalam Shaka cuma mau nenangin dia yang tiba-tiba mewek.

"Eh boleh Git, bentar ya aku manasin mobil dulu. Kamu tunggu aja dulu di teras." jawab Shaka, ia tidak bisa menyembunyikan kebingungannya dengan sikap Githa ini. Perasaan kemaren nih cewek marah deh.

Tidak berapa lama Shaka dan Githa sudah meluncur menuju sekolah.

"Shak, makasih ya kemarin udah jengukin." Githa memecah keheninan diantara mereka, ia menatap Shaka yang fokus menyetir.

Cowok itu terdiam lama sebelum akhirnya bicara, "Iya Git. Aku seneng kamu udah sembuh sekarang, dan maaf ya buat yang kemarin."

Githa tertawa, "Ga usah dibahas Shak, aku ngerti kok. Akunya aja yang berlebihan. Hehe."

Shaka tersenyum dan menatap Githa, syukurlah suasana nya udah ga awkward lagi, batinnya.

Perjalanan mereka ke sekolah hari itu menjadi menyenangkan dengan obrolan-obrolan ringan yang keluar dari mulut Githa.

Sudah lama juga mereka tidak bercanda seperti ini, Shaka dan Githa jadi kangen dua sahabatnya yang lain.













*    

[1] SEVENTEEN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang