10

842 70 1
                                    




Sejak kejadian itu akhirnya Shaka dan Githa menjadi semakin akrab, kalo enggak kesiangan jam 6 tepat Githa udah berada dirumah Shaka, biasa mau nebeng. Atau kadang-kadang Shaka yang nungguin Githa, kasihan katanya kalo Githa naik angkot.

Sebaliknya, Githa jarang banget ketemu Bima sama Azka. Yang paling bikin Githa sebel itu si Bima, padahal sekelas tapi jarang banget ngobrol. Ketemunya cuma pas pagi waktu Bima ngasih bekal atau pas lagi belajar didalam kelas.

Kalo istirahat, pasti si Bima udah ngilang ke ruang osis, padahal belum juga jadi ketuanya, si Bima udah super sibuk aja.

Beda lagi sama si Azka, si bandel itu kayak ditelan bumi. Sampe Githa gemes nyamperin kerumahnya, soalnya kalo disekolah ga berani, fansnya Azka tambah banyak sejak dia jadi gitaris band sekolah dan sering manggung di cafe-cafe. Kalo Githa kerumahnya paling dia cuma ketemu sama Mbok Iyah.

Kesel kan?

Kalo dulu, sesibuk-sibuknya mereka pasti tetap bisa ngumpul setiap malam minggu dirumah Azka. Tapi sekarang udah hampir ga pernah.

Githa kangen sahabat-sahabatnya. Dia sering banget curhat ke Shaka, pengen mereka kayak dulu.

Tapi Shaka dengan santainya jawab, "Ga ada yang berubah kali Git."

Apaan tuh, jelas-jelas intensitas pertemuan mereka berubah.

Tapi Githa berusaha sabar, mungkin sehabis PENSI, olimpiade, dan turnament, jadwal sahabat-sahabatnya bakalan lebih longgar, SEMOGA!














*















Malam ini Githa udah nangkring dirumahnya Shaka, kebiasaan baru, sekarang Githa belajarnya di rumah Shaka, padahal jelas-jelas pelajaran mereka beda.

Alasannya biar ga kesepian di rumah.

"Shak, besok sore main yuk." yang diajak ngobrol malah ga denger, sibuk ngerjain soal fisika, dan lagi-lagi ditelinganya tertempel headseat.

Githa jadi sebel, belajar sama Shaka tuh sama aja kayak belajar sendiri, cowok itu pasti sibuk dan pake headseat.

Ia pun menepuk punggung cowok itu.

"Eh kenapa Git?" tanya Shaka kaget.

"Duduk dibawah aja sini Shak, temenin," pinta cewek manis itu tidak tahu malu.

Shaka menghela nafas, ia membereskan buku-bukunya dan menaruhnya di meja bulat yang juga dipakai Githa buat belajar.

Tanpa banyak bicara cowok itu melanjutkan belajarnya, Shaka tidak sadar bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh Githa.

Mata cewek itu memperhatikan Shaka dari atas sampe bawah, emang ganteng sahabatnya ini, pantes cewek yang mau sama dia ngantri.

Tapi cuek dan judesnya itu lho yang kadang bikin ga tahan. Tanpa sadar Githa tertawa geli, dan menghancurkan konsentrasi Shaka.

"Apaan sih Git?" tanya cowok itu bete.

Tadi Githa suruh dia kebawah dia nurut, sekarang dia lagi serius si Githa malah ketawa ga jelas.

"Bosen Shak," rengek cewek manja itu.

Shaka meraih hapenya dari meja belajar dan memasang headset satu ditelinganya, dan satu lagi di telinga Githa.

Suara alunan musik pun terdengar di telinga Githa. Shaka pun kembali fokus pada tugasnya setelah melihat Githa udah nyaman dengan musik yang dia putar.

Keheningan pun meliputi mereka.

Tak berapa lama, Shaka pun selesai mengerjakan tugas Fisikanya, ia melirik kearah Githa. Malah tidur pulas tu anak dengan bersender di pinggir tempat tidur.

Shaka menatap gadis itu lama. Manis banget ngeliat Githa tertidur seperti itu, keliatan polos.

Cowok itu menghela nafas panjang, "Jangan bikin hati aku makin aneh Git," desahnya pelan.


















*













Keesokan paginya Githa bangun kesiangan. Dengan panik dia segera berlari kekamar mandi.

Tidak sampai lima belas menit Githa udah ada dibawah, gesit banget dia siap-siapnya. Sampai ga sempat menguncir rambutnya, jadi dia biarin aja awut-awutan.

"Dek kamu tuh ya, anak cewek kok berantakan gitu," omel mamanya. "Terus ketiduran dirumah cowok lagi, ampun deh Mama."

Kalimat mamanya membuat Githa menghentikan aksinya mengikat tali sepatu.

"HAH? Ketiduran dimana Ma?" tanyanya kaget.

"Ih lupa ya kamu semalam belajar dirumah Shaka. Kasihan tau dia harus sampai gendong kamu kekamar. Abis kamu kebo banget dibangunin ga bangun-bangun."

Githa tambah shock mendengar penjelasan mamanya, astaga beneran lupa dia kalo semalam ketiduran dirumah Shaka.

Tapi masa sih sampe harus digendong?

"Ya udah Ma, berangkat dulu deh nanti ga dapet angkot." pamitnya.

"Iya, hati-hati ga pake lari." tapi Githa tidak mempedulikan ucapan Mamanya itu dan cepat-cepat berlari keluar kompleks untuk mencari angkot.

















*



















Malang bagi Githa, daritadi ga ada angkot yang lewat didepan kompleks perumahannya. Rasanya Githa pengen nangis aja.

Tiba-tiba dia diklakson dari belakang. Dengan cepat ia menoleh, dan melihat sosok yang sangat ia rindukan.

"AZKA!" cowok bandel itu hanya nyengir melihat mata Githa yang merah karena hampir menangis. Ia mengisyaratkan Githa naik ke motornya.

Lalu dengan cepat memacu motornya ke sekolah agar mereka berdua tidak terlambat.

Hanya dalam waktu 5 menit mereka udah nyampe disekolah, jangan tanya gimana ngebutnya Azka.

Githa cepat-cepat turun dari motor, tapi entah kenapa kaitan helmnya tidak mau terbuka.

Azka geleng-geleng kepala ngeliat tingkah cewek itu, ia menghampiri Githa dan dengan mudah membuka kaitan helm Githa.

"Thanks Ka!" gadis itu sudah siap berlari kekelas tapi lengannya ditahan oleh Azka.

"Astaga Git, mau kemana acak-acakan gitu."

Githa sadar dan melirik ke kaca spion, shock melihat tampangnya yang aneh dengan rambut berantakan.

Tapi dirinya lebih kaget lagi ketika tiba-tiba jari-jari Azka dengan santai menyisir rambut panjangnya yang terurai.

"Kamu tuh ya, kalo rambut aku basah bawel banget, rambut kamu sendiri ga keurus." ucap Azka pelan, ia merapikan rambut Githa sampai terlihat tidak terlalu acak-acakan.

"Nah udah, sana kekelas."

Githa tersenyum dan mengacungkan jempolnya kearah Azka sebelum akhirnya melangkah menuju arah kelasnya.

"Eh git," cewek itu menoleh, apalagi sih, batinnya.

"Cantik deh kalo rambutnya digerai gitu." seru Azka, lalu berlari menuju kelasnya sendiri yang berlawanan arah dengan Githa.

Githa hanya diam terpaku mendengar kata-kata itu.


















*

[1] SEVENTEEN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang