Azka sent you a picture.
Githa tersenyum melihat handphonenya, Azka mengirimi foto dirinya bersama Papanya dengan background pegunungan bersalju.
Sepertinya cowok itu sangat bahagia, tapi Githa tak kalah bahagia, walaupun asyik liburan Azka tetap rutin mengiriminya pesan dan sekali-sekali fotonya di suatu tempat seperti sekarang.
Don't forget about the letter!
Balasnya singkat, ia tidak mau terlalu menganggu kegiatan berlibur Azka.
Cowok itu jarang bertemu Papanya yang sibuk bekerja, maka liburan seperti sekarang adalah saatnya Azka bersenang-senang bersama Papanya itu.
Drrtt, hapenya bergetar, cepet banget si Azka bales, pikirnya.
Git, mbak sarah minta bantuan milih design kebaya.
Hmm, ternyata Shaka. Githa menyisir rambutnya sekilas, dan segera berlari turun kebawah.
Saking buru-burunya, gadis itu melupakan handphonenya yang tergeletak di atas meja rias.
Sure! Miss you btw :p
*
Githa sangat antusias melihat model-model kebaya yang ada di laptop Mbak Sarah. Ia fokus dengan layar didepannya, sampai ocehan Mbak Sarah tidak didengar. Hingga akhirnya Mbak Sarah menyentuh bahu Githa.
"Gith, jadi gimana? Bagusan violet atau tosca?"
"Eh iya Mbak, gimana?" balas Githa, kaget.
"Yee gimana sih Gith, kan mbak yang nanya barusan. Menurut kamu bagusan warna violet apa tosca?" Mbak Sarah tertawa, ia geleng-geleng kepala melihat kelakuan Githa.
"Violet bagus sih soft gitu, tapi tosca juga bagus ya Mbak, keliatan lebih fresh," jawab Githa bingung, ia melirik kearah Shaka yang asyik membaca majalah otomotif di sofa,
"Menurut kamu gimana Shak?"
Shaka menurunkan majalahnya, dan menatap Githa dengan pandangan aneh, seolah berkata lo-serius-nanya-ke-gue-masalah-begituan? Lalu ia melanjutkan keasyikannya membaca.
Tawa Mbak Sarah makin keras, "Githa, Githa, ngapain juga pake acara nanya sama Shaka. Ga bakalan ngerti dia mah."
Githa tertawa kecil, lalu kembali mengalihkan perhatian ke warna kebaya yang Mbak Sarah minati tadi.
"Mbak, gimana kalo kebayanya warna violet, modelnya yang simpel aja nanti ditambahin kalung yang lagi in gitu. Nah terus, Mbak Sarah bisa pake jilbab warna tosca, kayaknya bagus deh, warnanya cocok." saran Githa dengan mata berbinar.
Ia telah membayangkan Mbak Sarah pasti cantik banget dengan kebaya tersebut.
"Hm, boleh juga ide kamu. Gimana kalo besok kamu temenin Mbak cari bahan kebaya sekaligus jilbabnya?" Mbak Sarah tersenyum senang, ia tampak sangat menyukai ide Githa tersebut, jadi dia tidak perlu bingung memilih warna, tinggal menentukan modelnya.
Githa mengangguk, ia ikut senang. Seolah acara lamaran besok adalah acaranya, dan kebaya yang akan dibuat adalah miliknya.
"Dek, besok kamu wajib anterin Mbak sama Githa ke pasar." titah Mbak Sarah dengan senyum kemenangan.
Sekali lagi Shaka menurunkan majalahnya, dan menatap dua gadis didepannya seolah berkata 'emang aku bisa nolak?"
*
Githa terduduk kelelahan di kursi yang ada di sebuah toko tempat Mbak Sarah sedang bernegoisasi masalah harga kain dengan penjualnya.
Setelah hampir dua jam lebih menemani Mbak Sarah memilah-milih kain yang cocok, akhirnya ada kesempatan juga untuk Githa untuk duduk.
Ia tidak menyangka kalau acara belanja kain buat lamaran akan semelelahkan ini.
Apalagi nanti kalo Mbak Sarah nikah, Githa kapok deh nemenin!
Tiba-tiba pipinya terasa dingin, Shaka menempelkan teh botol di pipinya.
Hari ini memang sedang panas-panasnya, satu AC dan dua kipas angin di toko itu seolah tidak berfungsi karena cuaca sangat panas, dan toko tersebut sedang ramai sehingga pintunya dibuka lebar-lebar agar orang yang berbelanja bisa lebih leluasa.
"Thanks Shak, tau aja lagi haus," Githa nyengir dan dengan cepat meminum teh botolnya.
Shaka hanya tersenyum, ia melihat raut wajah kelelahan Githa.
Sama sepertinya, Githa tidak pernah repot-repot mau belanja sampai berjam-jam seperti ini, entah sejak kapan penampilan Githa berubah, yang dulunya sangat feminim dan girly, sekarang menjadi sangat tomboi dan cuek.
Sifat cewek yang masih melekat didirinya hanyalah sifat manja dan cengeng, yang membuat ketiga cowok sahabatnya itu harus memutar otak kalau Githa sudah mulai ngambek.
Sepertinya perubahan Githa ini juga dipengaruhi oleh pergaulannya yang main cuma sama Shaka, Bima dan Azka, selain itu ketiga cowok ini juga selalu memanjakan Githa, dan dirumah Githa anak bungsu, jadi menurut Shaka wajar sikap dan sifat Githa jadi kayak sekarang.
"Mau nunggu dimobil aja apa Git? Kayaknya Mbak tinggal bayar," usul Shaka yang dijawab senyum sumringah Githa beserta anggukan antusias.
"Bentar," Shaka bangkit dari duduk, dan menuju Mbaknya. Setelah berbicara sebentar, ia kembali dan menarik tangan Githa.
*
Di dalam mobil, dengan segera Shaka menghidupkan mesin dan AC. Githa menghela nafas lega.
"Capek banget Git?" tanya Shaka, tak dapat menahan senyumnya.
"Asli! Gila ya kenapa hari ini panas banget. Awalnya asyik sih milih kain warna-warni, tapi tokonya kenapa hari ini rame banget bikin sumpek, apalagi cuaca panas. Itu ibu tokonya ga ada niat perbaikin AC apa? Ga dingin sama sekali! Sama diluasin kek tokonya, udah tau banyak peminat!" gerutu cewek itu sambil mengelap keringat di dahinya dengan tissu.
Tawa Shaka meledak, padahal dari tadi cewek itu diam saja dan tampak antusias menemani Mbaknya belanja, udah kena AC jadi punya tenaga buat ngomel.
Shaka melihat gerakan tangan Githa yang asal-asalan mengelap keringatnya, tanpa sadar ia mengambil tissu.
"Yang bener dong Git ngelapnya," dengan cuek ia menghentikan gerakan tangan Githa dan mulai membersihkan keringat di wajah cewek itu, "Aku aja," tambahnya.
Githa hanya bisa tertegun mendapat perlakuan tiba-tiba itu.
*
A/n
Update biar cepet 👀
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] SEVENTEEN ✔
Teen Fiction*BOOK ONE* [⚠ CHAPTER AKHIR DI PRIVATE] Bagi cewek-cewek di sekolahnya, Agitha itu cewek paling beruntung. Gimana enggak? Cewek tomboy itu punya tiga sahabat cowok yang jadi idola di sekolah. Mereka ga tau aja ada saatnya, Githa ingin juga di posisi...