Prolog

1.2K 87 2
                                    

Seorang wanita berjalan diantara gelapnya suasana ruangan yang ia datangi. Sunyi, tak ada cahaya sekalipun dan angin yang berhembus melewati tralis-tralis jendela yang juga ditutupi dengan rapat agar cahaya sedikitpun tak dapat masuk.

Misterius. Menegangkan.

"Penggal kepalanya sekarang."

Setelah mengucapkan kata itu di ponselnya, ia lempar ponselnya ke sembarang arah hingga bunyi benturan keras terdengar dan ponsel yang sudah dipastikan hancur berkeping-keping itu pun tenggelam oleh gelapnya ruangan.

Semburat senyuman tipis dan sinis keluar dari bibir wanita itu lalu matanya tertutup perlahan merasakan kehampaan ruangan. Ruangan ini, mewakili dirinya dan perasaannya.

Bebas. Hampa. Gelap

• •

"Kirimkan aku padanya, eomma!!"teriak seorang lelaki di tengah ruangan besar yang terdapat seorang wanita setengah baya yang masih cantik meskipun usianya tak lagi muda, ia memandang jendela besar dengan masih memakai pakaian pemakaman. Pemakaman suaminya sendiri. Wajah itu tak menangis, ia hanya memandang datar luar jendela.

"Bagaimana pun juga appamu telah melakukan kesalahan besar di masa lalu..."

"... Lantas itu yang membuatnya tewas seperti itu, eomma?"potong lelaki yang kini masih berdiri di depan pintu besar. Wajahnya berubah dingin dengan bola mata tajamnya.

"Kau juga membenci appamu bukan?"tanya wanita tua itu masih dengan memandang keluar jendela. Anak lelakinya terdiam."Ia sudah melakukan dosa besar adeul. Ia juga sudah lama menunggu ajalnya tiba seperti ini. Ini adalah hal yang pantas ia dapatkan."lanjut wanita tua itu sambil berbalik memandang anaknya dengan senyuman lemah. Anaknya tau, ibunya merasakan sedih.

"Apa yang telah appa perbuat? Jelaskan padaku eomma!"tanya lelaki itu dengan setengah kesal. Ibunya memalingkan wajahnya ke arah jendela lagi."Untuk apa aku mendirikan badan hukum kejaksaan terkenal. Jika akhirnya appa diadili dengan cara seperti itu?! Apa di negara ini hukum tidak lagi berlaku huh?"ucap lelaki itu dengan amarah tetapi ibunya tak kunjung bersuara membuat lelaki itu berteriak frustasi lalu menutup pintu dengan keras-keras.

"Kau tak akan sanggup meredamnya adeul. Dia sudah menjadi gadis tak tersentuh."Wanita tua itu memandang keluar jendela, matanya fokus di salah satu bangunan tinggi, diantara jejeran bangunan lainnya. Ia memejamkan matanya lalu perlahan air matanya lolos begitu saja."Aku berharap, dia keluar dari lingkaran setan ini. Dia berhak bahagia, dia tak pantas mendapatkan beban yang sedemikian beratnya. Dendam itu bukan miliknya dan tak akan pernah menjadi tanggung jawabnya."lanjut wanita tua itu dengan tetesan demi tetesan keluar dari matanya. Ia menatap sendu bangunan yang tengah menjadi fokusnya itu.

● ● ●

Walking in the dark✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang