Flashlight [Part 1]

4.1K 276 32
                                    

Langkah kaki kecil itu berjalan dengan tenang dan perlahan menyusuri sebuah jalan setapak, melewati beberapa pusara batu dengan warna dan bentuk serupa satu sama lain. Tangannya membawa sebuket bunga lili putih cantik.
Dalam diam ia hanya terus berjalan, lalu tak lama berbelok di salah satu blok dan melangkah mendekat pada sebuah pohon rindang tak jauh dari situ. Ia berhenti di sebuah pusara yang memiliki batu nisan berbeda dengan lainnya. Warna hitam dengan tulisan emas terukir menuliskan nama yang disemayamkan disana.

Tangannya mengusap nama pada pusara tersebut dengan sedikit gemetar. Diletakkannya bunga lili putih itu tepat didepan nama pada pusara, dan linangan air matapun mulai menumpuk di pelupuk matanya. Padahal ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak menangis, namun pertahanannya pun bobol, ketika airmata mulai menggenang di mata bulat indahnya, dan mulai membasahi pipinya.

"Kenapa..." bisiknya terisak. "Kenapa kau harus mengorbankan dirimu untukku?" Suaranya bergetar tak kuasa membendung air mata yang tumpah.
"Aku sudah katakan padamu untuk tidak memberikan hidupmu untukku, tapi kenapa kau tak mau mendengarkan? Kenapa kau keras kepala ingin melindungiku? Aku ini bukan orang yang berharga, tapi kenapa kau mengorbankan nyawamu untukku?" Dengan nafas tertahan, ia terus sesenggukan dan mencoba menyeka air mata dengan sapu tangan berwarna putih. Sapu tangan yang penuh dengan kenangan manis pemiliknya, yang kini sudah beristirahat dengan tenang di dalam pusara.

"Aku merindukanmu, bodoh. Aku sangat merindukanmu. Aku rindu tawa konyol mu yang menertawai hal yang bahkan menurutku tak lucu. Aku rindu teguranmu saat aku tak mau menuruti perintahmu. Aku rindu caramu memeluk dan menggenggam tanganku. Kenapa? Kenapa kau harus pergi secepat ini?" Isakannya semakin keras dan tak terkendali, tepat saat sebuah tangan menepuk bahunya, mencoba memberikan sentuhan yang menenangkan.
"Kyungsoo, berhentilah menangis."

Lelaki mungil itu mencoba kembali mengatur emosinya dan kembali mengelapkan sapu tangan pada pipinya. Ia mengerling sesaat pada seseorang yang menyentuhnya, lalu kembali menatap nama pada pusara di depannya.

*

3 bulan lalu dari hari ini...

"Buka pintumu! Heyy!" Seorang laki-laki mungil dengan wajah kesal mengetuk keras pintu di hadapannya. "Cepat keluar kau, Yoda bodoh! Atau kudobrak pintu ini!"

Tak ada respon dari dalam membuat ia semakin mendengus kesal. Kemudian ia mundur beberapa langkah ke belakang, mengambil ancang-ancang untuk menerjang pintu itu. Tekadnya sudah bulat dengan tatapan meyakinkan, dan detik berikutnya ia sudah berlari kencang bersiap menabrakan dirinya ke pintu.

"Brukkkk!" Terdengar bunyi debam keras, dan tak lama setelah itu pintu terbuka.

Seorang laki-laki jangkung dengan rambut awut-awutan dan wajah kusut berdiri di ambang pintu, dengan tatapan bingung matanya memandang ke seorang laki-laki mungil yang meringkuk di lantai di depan pintunya sambil mengusap-usap bahunya yang sakit.

"Sudah kubilang jangan coba mendobrak pintu ini. Kau tak akan sanggup." Cibirnya mendecih pada lelaki mungil itu, kemudian mencoba membantunya berdiri.
"Jangan sentuh aku." Lelaki mungil itu menampar tangan besarnya dengan kesal. "Aku tak sudi disentuh makhluk pemalas sepertimu."
"Oh ya. Baiklah kalau begitu."

Tanpa aba-aba dan menunggu persetujuan, lelaki jangkung itu langsung meraih lelaki mungil di lantai dan menggendongnya ala bridal style. Nada caci maki hinaan pun keluar dari bibir berbentuk hati lelaki mungil kesayangannya itu, namun ia memilih mengacuhkan sumpah serapahnya, dan membawanya masuk.

"Ya! Turunkan aku Park Chanyeol!" Protes si lelaki mungil.
"Aku akan menurunkanmu, Park Kyungsoo. Tapi tidak disini." Seringai nakal tersungging di bibir Chanyeol.
"Aku tak suka kau panggil begitu, Yoda bodoh. Turunkan aku." Pungkas Kyungsoo.

Chansoo LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang