Enam bulan sudah Ushijima berada di luar negeri untuk mengikuti kejuaraan voli tingkat internasional. Posisi pertama pun berhasil mereka tempati. Mengharumkan nama Jepang di kancah internasional dan pulang membawa kebanggaan.
Sibuk dan fokus latihan, mereka diberi batasan dalam penggunaan gawai. Mereka hanya diperbolehkan menyentuh gawai pada malam hari. Setiap malam, Ushijima selalu mengirim email untuk (Y/n). Dari pesan yang paling sederhana sampai yang panjang lebar. Namun sayang, tak satu pun dari email itu dibalas oleh (Y/n).
Bukan bermaksud tidak sopan, (Y/n) punya alasan kuat mengapa ia tidak bisa membalas email Ushijima.
Begitu ia menginjakkan kaki di Hokkaido, (Y/n) kecopetan. Suatu malam, ia keluar agak larut untuk membeli kebutuhan bulanan. Dan di malam itulah, (Y/n) kehilangan ponselnya. Karena posisinya ditempatkan di desa, jam delapan sudah terasa seperti jam 12. Sepi. Percuma teriak minta tolong kalau tak ada yang datang. Dengan rendah hati, (Y/n) mengihklaskan handphonenya raib di tangan pencuri.
Beruntung hanya handphone saja yang dicuri. Setidaknya, dompet masih sehat wal afiat. (Y/n) belum memiliki uang yang cukup untuk membeli handphone baru sehingga ia selalu menggunakan telepon umum untuk menghubungi Ishihara.
Setelah kejuaraan selesai, timnas voli diberi waktu tiga hari untuk bersantai sebelum pulang ke Jepang. Malam itu, Ushijima memutuskan untuk menelpon Ishihara. Maklum, orang kaya. Biaya panggilan internasional pun bukan masalah.
Ishihara, yang tahu akan masalah (Y/n) dengan ibu dan nenek Ushijima, mengrenyitkan dahi ketika ia ditelfon Ushijima.
"Moshi-mo-"
"Ishihara, apa kau sedang bersama (Y/n)?", sambar Ushijima.
Perempatan imaginer muncul di kepala Ishihara.
"mo-shi-mo-shi, U-shi-ji-ma-san", ulang Ishihara pelan namun penuh penekanan di setiap silabel.
"..."
"..."
"Moshi-moshi, Ishihara-san", sapa Ushijima dari negeri seberang.
"Tidak, aku sedang tidak bersama (Y/n)-chan. Ada apa?", balas Ishihara mulai tenang.
"Aku perlu bicara dengannya, tapi ia tidak bisa ku hubungi sejak enam bulan lalu. Apa kau tahu kenapa?"
"Iya, aku tahu."
"Kenapa?"
"Cari tahu aja sendiri."
"Ishihara."
Nada bicara yang sama yang Ushijima gunakan saat ia masih menjadi kapten voli Shiratorizawa. Nada tegas dengan kesan intimidasi kuat yang tak mau dibantah. Dan ia tahu betul lawan bicaranya tak sedang bercanda sekarang.
Meneguk ludah, Ishihara menjawab.
"Kalau kau memang ingin tahu, pulang."
-----------------
"Kalau kau memang ingin tahu, pulang."
Dengan begitu, sambungan telepon terputus. Diputus Ishihara tepatnya. Ia pun menyandarkan tubuhnya di tembok seraya mengelus pelan dadanya untuk mengatur nafasnya yang sempat terengah.
'Dasar Ushibaka! Ia masih ingat kalau aku dan (Y/n)-chan paling takut ketika ia mengeluarkan nada bicara seperti tadi!' batin Ishihara.
Setelah mengatur nafasnya, Ishihara berjalan menuju meja kerjanya. Kalau boleh terus terang, Ishihara masih emosi jika mendengar nama 'Ushijima'. Hanya dia yang tahu masalah antara (Y/n) dengan ibu dan nenek Ushijima.
Menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, Ishihara menghela nafas sembari memejamkan matanya.
'Maafkan aku (Y/n)-chan, cepat atau lambat, Ushijima harus tahu masalah ini,' batin Ishihara sebelum kembali melanjutkan pekerjaan yang tadi sempat tertunda.
Sementara itu, pria berusia 24 tahun tersebut menatap ponselnya heran. Ia tidak mengerti kenapa Ishihara tidak mau memberitahunya lewat telepon. Terlebih lagi, ia harus pulang ke Jepang agar Ishihara mau memberitahunya. Ushijima merasa ada yang janggal, namun ia tidak mau meyakini semua kerisauannya.
Dari balkon kamar hotel, Ushijima masuk ke dalam mengambil jaketnya lalu berjalan ke arah pintu.
"Atsumu, aku ke gym", ucap Ushijima singkat pada teman sekamar sekaligus kouhainya di timnas voli.
"Baik senpai", jawab pria yang dipanggil Atsumu tadi.
Memang sudah kebiasaan Ushijima untuk pergi ke gym guna menjernihkan pikirannya. Kalau tidak ke gym, apapun olahraga ringan yang bisa ia lakukan pasti ia lakukan jika ia ingin menjernihkan pikirannya.
Setibanya di gym, Ushijima melakukan pemanasan ringan sebelum terlarut dalam kegiatan olahraganya. Rasa gelisah menghinggapi batinnya tiap kali nama '(Y/n)' muncul dipikirannya. Seperti ada firasat buruk mengenai hubungan mereka.
Makin banyak pikiran makin lama pula durasi olahraga Ushijima. Tubuhnya kini sudah banjir keringat. Bajunya pun basah dan menempel lengket di tubuhnya. Menyuguhkan lekukan otot-otot kuat milik Ushijima yang terpahat sempurna dan tercetak jelas di kaos training yang ia kenakan.
Mendudukkan diri setelah melakukan push-up, Ushijima mengalihkan fokusnya ke arah ponsel yang tergeletak disampingnya. Bukan hanya (Y/n) saja yang suka memotret diam-diam, Ushijima pun begitu. Di wallpapernya sekarang, tampak foto (Y/n) tengah menempelkan wajahnya di jendela akuarium.
Bibir Ushijima mengulas senyum tipis melihat wallpaper--foto (Y/n)--nya.
'Semoga hanya perasaanku saja', batin Ushijima.
--------------------
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Time and Fallen Leaves
Fanfiction|Ushijima Wakatoshi x Reader| I'm walking barefoot through the memories With the fallen leaves I'm letting go of the people I haven't been able to forget I'm walking barefoot through the memories To the red-stained sky I'm raising up the people who...