(02)

1.5K 62 24
                                    

                     Happy Reading
                             ⬇⬇⬇
Author pov

Miel berjalan gontai melewati lorong sekolah yang terbilang cukup ramai pagi itu. Pikirannya menerawang ke kejadian di halaman parkir beberapa saat lalu. Entah itu penolakan ke berapa yang di terima nya dari Bryan, tapi tetap saja rasanya sakit. Meskipun demikian, hati nya selalu berkata untuk terus berjuang. Berharap bahwa suatu hari nanti Bryan akan sadar dan menerima bahkan membalas cintanya. Walaupun sejauh ini hanya penolakan lah yang ia terima.

Bryan Alexander Arthuro, anak tunggal dari pengusaha terkenal di kotanya. Pemuda yang memiliki paras tampan sehingga banyak digandrungi oleh banyak wanita. Hingga tak jarang ia mendapat predikat playboy oleh banyak orang.

Namun bukan itu daya tarik yang membuat Miel jatuh hati hingga membuatnya mengejar pemuda itu selama hampir dua tahun. Memang Miel akui bahwa paras tampan seorang Bryan tidak bisa dikatakan biasa. Tetapi, ia punya alasan lain kenapa ia bisa sampai tergila-gila pada pria yang selalu memberi tatapan tajam pada gadis itu.

Lamunannya seketika buyar seiring langkah kakinya yang terhenti akibat cekalan seseorang di lengan kirinya.

"Jalan itu liat-liat kali, El. Ntar kalau lo jatuh, pangeran lo belum tentu nyelametin lo." celetuk gadis yang sedang mencekal lengan kirinya. Miel berbalik, dan mendapati kedua sahabatnya yang sedang tertawa geli.

"Seneng banget sih lo muncul tiba-tiba gitu, Cin. Udah kaya setan tau gak." Miel melipat kedua tangannya di depan dada, tanda ia sedang kesal.

"Yee Si Incess Bawel ngambek. Kita tuh dari tadi emang disini nungguin lo. Lah lo malah ngelewatin kita aja seenak jidat. Dikata kita pajangan apa." balas satu sahabatnya tak kalah sebal.

"Ya maaf Din, gue tadi gak liat."

Cintya Putri dan Adinda Permata, sahabat Miel sejak ia duduk di bangku SMP. Cintya dengan tingkah konyolnya dan Dinda dengan sikap nya yang lebih dewasa dibandingkan Miel dan Cintya. Meskipun demikian, Miel sangat menyayangi kedua sahabatnya itu. Mereka yang saling menemani kala suka maupun duka.

"Gimana mau liat kita kalau kaki lo jalan terus pandangan lo ke depan, tapi pikiran lo entah kemana." Kini gantian Cintya yang melipat kedua tangannya didepan dada, menatap sahabatnya yang kini tertunduk karena mendapat interogasi mendadak oleh dirinya dan Dinda.

"Masalah Bryan lagi?" tanya Dinda lembut. Ia tak ingin membuat sahabatnya itu menangis bila ditanya soal Bryan, karena itu hal yang paling sensitif buat Miel.

"Soal Bryan lagi? Lo belom ada kapok-kapok nya ya deketin Bryan. Mau sampe kapan lo berjuang buat orang yang jelas-jelas gak pernah nganggap lo ada Yel? Hampir dua tahun lo berjuang buat bikin hati dia luluh, tapi apa yang lo dapet? Lo cuma bikin diri lo terlihat rendah dimata dia."

"Cintya!!" tegur Dinda.

Cintya sadar ia salah berkata seperti itu pada Miel. Bagaimanapun Miel cinta sama Bryan. Hanya saja Cintya gemas kepada Miel yang terlalu lemah soal perasaan.

Cintya kemudian beralih menggenggam tangan Miel yang masih menunduk. "Sorry El, gue kelepasan. Gak seharusnya gue ngomong kaya gitu."

Cintya mengeratkan genggaman nya di tangan Miel, "Kalau lo di apa-apain sama Bryan, lo cerita ya. Jangan dipendam sendiri. Kita sahabat lo kan?"

KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang