(16)

852 36 11
                                    


"Mieltha!!" teriakan histeris Cintya dan Dinda menyambut kedatangan Miel dan Bryan yang baru saja sampai di ambang pintu 12 Ipa 1. Keduanya langsung memeluk tubuh Miel erat.

"Kita kangen banget sama lo. Gimana kondisi lo? Sudah mendingan? Masih ada yang sakit gak?" tanya Cintya bertubi-tubi saat mereka melepas pelukannya di tubuh Miel.

"Gue sudah lebih baik, makasih ya sudah nemenin gue kemarin," ujar Miel yang dibalas anggukan kepala oleh kedua sahabatnya.

"Hai El, gimana kabar lo?" sapa Reno, sang ketua kelas  yang baru saja sampai, terlihat dari tas yang masih digendong di gendongnya.

"Gue baik."

"Gue turut prihatin atas musibah yang menimpa lo kemarin ya. Gue gak nyangka Sintia bisa nekat gitu," ujar Reno yang dibalas senyum kecil oleh Miel.

"Thanks Ren."

"Oh ya kemarin gue disuruh kepala sekolah buat ngasi tau lo kalau misalnya nanti lo sudah sekolah supaya temui kepala sekolah di ruangannya. Katanya ada yang mau ditanyakan soal kasus ini dan keputusan lo tentang kasus ini." Seketika tubuh Miel menegang tatkala pikirannya kembali memutar memori kelam yang menimpanya dua hari lalu. Kalau yang Reno maksud tentang keputusannya soal kasus ini adalah bagaimana jalan keluar untuk menyelesaikan semuanya, bukankah itu berarti ia harus bertemu dengan pihak pelaku? Membayangkan ia akan kembali bertemu dengan Sintia membuat tubuhnya lemas.

Menyadari kegelisahan gadis di sampingnya, Bryan langsung menggenggam tangan gadis itu. Berharap dengan itu ia bisa menyalurkan sedikit kekuatan untuk Miel. Ia juga tak mau usaha untuk membuat gadis itu terlupa akan musibah yang menimpanya kemarin sia-sia.

"Lo gak sendiri, gue akan selalu di samping lo,"gumam Bryan. Miel menatap Bryan yang juga sedang menatapnya balik. Tatapan yang membuat Miel merasa begitu dilindungi.

"Istirahat nanti kita ke ruang kepala sekolah. Kita selesaikan semuanya hari ini, ya?" tanya Bryan yang dibalas anggukan kecil oleh Miel.

"Ya sudah kalau gitu, gue masuk duluan." Reno menepuk pundak Bryan sekali sebelum akhirnya masuk ke kelas.

"Gue juga balik ke kelas. Jam istirahat kita ke ruang kepala sekolah." Miel mengangguk sekilas sebelum akhirnya Bryan melepas tautan tangan mereka. Dan entah kenapa saat Bryan melepas genggamannya di tangan Miel  membuat gadis itu merasa... hampa.

***

Miel keluar dari ruang Kepala Sekolah sambil menghembuskan nafasnya lega. Semua telah berakhir. Kini tak ada lagi yang perlu ia khawatirkan. Semua telah selesai. Sintia akhirnya keluar dari sekolah dan kasus berujung dengan jalan damai. Meskipun ia tau bahwa Bryan tak ingin kasus ini berakhir dengan membebaskan Sintia begitu saja.

Miel sadar bahwa di dalam ruangan tadi Bryan sedang berusaha sekuat tenaga mengontrol dirinya. Gadis itu bahkan sempat mencuri-curi pandang ke arah Bryan yang sedang menatap Sintia tajam. Membuat gadis itu harus mengelus tangan Bryan sehingga membuat pandangan lelaki itu teralihkan dari Sintia yang sudah tertunduk takut.

Bahkan Miel masih bisa melihat rahang Bryan yang mengeras saat mendengar keputusannya yang ingin kasus ini tidak diperpanjang lebih jauh. Sampai mereka keluar dari ruangan Kepala Sekolah. Miel menyentuh lengan Bryan. Bisa ia rasakan seluruh urat Bryan tertarik kuat dan berakhir di tangannya yang terkepal erat.

"Bryan..." tegur Miel kepada lelaki yang masih tampak menahan emosinya itu.

"Sudah ya, semua sudah selesai," gumam Miel tenang sambil mengelus tangan Bryan yang terkepal kuat.

KARMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang