Bab 6

767 123 2
                                    

Liveo terbangun pada alas tidur bulu bercorak merak dan kulit tupai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Liveo terbangun pada alas tidur bulu bercorak merak dan kulit tupai. Di atas kepalanya, tampak jalinan ranting mapel berduri jingga saling menyilang, seperti berlomba menyemaki langit.

Ia ketiduran di tengah halaman kastel. Usianya masih lima tahun. Di samping alas tidurnya, terdapat alas tidur yang lebih megah dan berukuran lebih besar—milik Mali. Alas tidur itu kosong (lagi-lagi Mali menghilang!), sehingga Liveo memulai harinya dengan menggerutu kecil. Pada usia kecilnya, ia masih berani mengaku benci saat ia terjaga tanpa Mali atau siapa pun di sampingnya. Saat lebih dewasa kelak, kekecewaan ini membuat Liveo tak pernah mau tidur bersama Mali lagi atau siapa pun. Dia lebih senang tidur sendiri daripada tidur dengan seseorang yang akan menghilang saat ia terjaga.

Sebelum terlelap, Liveo selalu menatap langit malam, dan setelah terjaga pun, ia kembali menatap langit malam. Sewajarnya ia pernah bertanya kepada Mali sebelum usianya menginjak lima: "Kakak, kenapa langit itu selalu gelap?" dan Mali menjawab, "Sebab tidak ada siang di negeri kita. Tapi suatu hari kita akan melihatnya bersama".

Tahun demi tahun berlalu, Liveo ia sudah belajar menerima kegelapan abadi dan melupakan janji konyol melihat langit siang bersama Mali. Seterusnya ia menjalani masa-masa sibuk belajar baca tulis. Menaati aturan hidup konvensional seorang pangeran. Menguasai dua macam emosi: marah dan kesepian. Ia berlatih melontar anak panah lurus menembus horizon (sebelum ia memutuskan untuk menjadi Beast Master pada tahun berikutnya). Kini Liveo sudah menghapal banyak kosakata dari seluruh penjuru bumi Sisi Buruk. Ia juga sudah pandai tertawa sinis sambil melontarkan gerutuan kotor, setiap kali kakaknya bermimpi menjadikan negeri mereka terang benderang.

Tentu saja, Mali selalu tersenyum sehangat matahari (benda yang hanya eksis dalam buku parodi negeri Sisi Baik itu!) saat Liveo marah dan memakinya, seolah-olah makian itu berarti ucapan sayang. Maka sejak saat itu Liveo tak bisa memaki kakaknya lagi.

Bila suatu hari Liveo kelepasan ingin mengajak kakaknya berselisih, seorang wanita melangkah di antara mereka.

Wanita yang begitu anggun, tercantik seantero jagat mereka. Kulitnya sawo matang mengilat. Rambut terurai hitam bak serabut halus obsidian, dengan helai ikal jatuh sebatas telinga menutupi sebelah matanya. Matanya sewarna biji kastanya yang senada dengan pilihan warna pakaiannya; gaun beludru anggur merah dengan aplikasi bulu dan kerah berkelim taburan mirah, menonjolkan tubuhnya yang mungil menawan.

Ia selalu duduk di teras dengan punggung tegak, mata lurus saat menatap lawan bicara. Cara bicaranya tertata dengan penuh kelembutan, diplomatis. Tanpa perlu meninggikan intonasi, semua orang sudah dibuat bertekuk rendah di hadapannya.

Dia adalah Ira, ratu negeri Sisi Buruk, dan juga merupakan ibu bagi Liveo dan Mali. Dia wanita pertama yang Liveo lihat saat membuka mata di dondangan bayi. Tubuhnya harum rempah, dan Liveo senang menempelkan pipi di dadanya. Sebelum pergi tidur, Ira selalu membacakan Liveo dan Mali buku cerita dongeng negeri Sisi Baik, dan darinya Liveo mengenal kata bidadari. Bahkan ada masa saat Liveo menyangka Ira merupakan seorang bidadari, bukan ibu. Bidadari secara streotipikal dideskripsikan cantik, baik, sempurna seperti Ira. Masa yang bila diingat lagi akan membuat Liveo tertawa.

AMALGAMATE (Mali & Liveo Story) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang