Dark fantasy. Kisah dua pangeran antagonis dari negeri bernama Sisi Buruk. Negeri tempat para penjahat dari seluruh dunia dongeng dibuang.
=Cerita ini didedikasikan untuk Silan Haye (harap membaca bab Pembuka untuk penjelasan setting...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beauty hanya perlu mengelusi tindik barunya—jarum emas besar yang mengisi telinga kiri—untuk membuat Kashchei hadir. Bila dalam waktu semenit Kashchei belum juga datang, Beauty menjepit jarum itu dengan dua bujari. Kashchei akan merasai ngilu di sekujur tubuh, mau tak mau datang membawa keraknya serta.
Udara tersayat, kerak terbuka. Gaun Beauty berkelebat saat Kashchei melayang turun dari kerak, menghadapnya.
"Tuan putriku, Manusiaku, kau tak perlu memencet jantungku supaya aku datang."
Beauty terkekeh berat. "Kashchei sayang, meski kau mengaku tak punya hati untuk tunduk penuh kepadaku, tapi lihat aku sedang memegang 'hati'-mu yang mungil. Aku tinggal membuat jarummu hancur. Mau coba?"
Kashchei separuh membungkuk, menyelubung tubuh dengan jubahnya.
Beauty menghela napas. "Ah, akhir-akhir ini aku tak bisa pergi dengan bebas sebab para pemburu jantan di bumi ini menginginkan kematianku. Mereka begitu cemburu karena aku memilikimu. Mereka sangat ingin membunuhku, tapi dasar lelaki, mereka keras karena ego. Mereka tak akan berani menyentuhku dengan alasan jijik atau tak mau disebut Beast Master pecundang karena membunuh sesamanya." Di balik topengnya, Beauty menyeringai. "Maka dari itu, aku harus berkendara ke mana pun dengan melintasi kerakmu."
Kashchei menyembunyikan tangannya di balik jubah saat berbicara. "Aku ada di sini untukmu, Tuan putri."
"Aku ingin berburu ke suatu tempat yang tak terlihat. Kudengar dunia sebelah mendatangkan makhluk buas baru yang sama menawannya denganmu."
"Aku tahu tempat seperti itu. Masuklah ke dalam kerak dan berjalan hingga ke ujungnya."
Beauty melangkah anggun ke dalam kerak sambil melirik Kashchei. "Kau akan pergi bersamaku, kan?"
"Tidak, Tuan putri," ujar Kashchei.
Beauty memencet jarumnya.
Kashchei tercekat. "Baik, aku akan ada di belakangmu."
Beauty tertawa, dan koloni laba-labanya mendaki tangga memasuki rekahan mungil di udara.
Di dalamnya, Beauty bertemu lorong yang biasa. Dengan jendela-jendela yang menampakkan pemandangan kampung halamannya.
"Kashchei, menurutmu kenapa lorong ini memiliki banyak jendela, yang hanya dapat dilihat, tak bisa ditembus?"
"Sebab, Tuan putri, jendela membuat sebuah ruangan tidak tertutup."
"Walau jendela-jendela ini tak bisa kau tembus?" Beauty mendengus. "Menyedihkan, Kashchei, seperti hidup dalam sangkar yang dari jerujinya kaubisa lihat pemandangan menawan, tapi tak bisa keluar. Begitulah nasib para antagonis. Kelihatannya bebas dan berjaya, tapi pada akhirnya selalu tertimpa takdir buruk. Kecuali mereka punya kekuatan untuk mendobrak jeruji itu."
"Begitulah, Tuan putri. Segalanya hanya mengandalkan kekuatan. Seperti yang akan terjadi setelah ini," Kashchei berbisik-bisik kepada dirinya sendiri.