Bab 16

605 108 5
                                    

Desa yang mereka datangi jauh lebih sepi dari desa pemburu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Desa yang mereka datangi jauh lebih sepi dari desa pemburu. Rumah berjajar berjauhan, tanpa pagar dan pepetak bunga. Hanya dari cerobong asapnya kautahu mereka berpenghuni.

Beauty tak suka menunggu. Ia langsung mendatangi salah satu rumah yang menurut instingnya punya ranjang untuk menjadikannya tempat penumbalan. Liveo dan Mali bergerak ke sebuah kedai kecil merangkap losmen yang lis pintunya berhias sawang kotor. Pintu berderit terbuka dan debu yang tercium.

Pemilik losmen adalah pria yang hanya menyerahkan kunci tanpa bicara. Dia tak punya arak atau daging merah, hanya secawan air mentah. Dia memungut bayaran beberapa tetes darah. Di luar dugaan, ranjangnya empuk. Mali langsung rebah dan melelapkan diri di sebuah kamar di lantai tiga.

Liveo melompat keluar jendela, bertemu dengan Beauty yang sudah menakluk seorang lelaki. Lelaki itu berlutut di sampingnya persis anjing buduk liar. Rambut awut-awutan, ia tak mengenakan pakaian. Sesekali ia berdiri, lidah terjulur, menjilati tindik emas dan jarum emas yang menghias telinga Beauty. Dari sudut mana pun sudah jelas ia antagonis sakit mental.

"Dia sudah kubuat jatuh cinta," aku Beauty.

Liveo mengerjit. "Kau memberinya racun cinta?"

"Dia tak kuberi apa pun. Pesonaku sudah membuatnya tunduk." Beauty terkekeh.

"Jalang, kaupikir dengan cara itu saja berhasil? Percuma bila kau tidak jatuh cinta padanya."

"Tentu saja. Aku jatuh cinta. Aku sudah minum ramuan cinta untuknya."

Liveo menatap curiga. "Kapan dia ditumbalkan?"

"Malam ini, Adik kecil. Aku tahu kau ingin buru-buru pulang ke rumah," Beauty memperolok.

"Bagus, aku tak mau lama-lama di sini bersama makhluk menjijikkan sepertimu."

"Kau silakan menungguinya di kamar. Sebab Beast Master harus meninggalkan pujaan hatinya untuk ditumbalkan." Beauty berlalu sambil mengelus pucuk ubun Liveo, yang langsung ditepis kasar. Tapi ia tertawa puas. "Pastikan Kashchei menyedotnya sampai kering, sebelum aku datang."

"Lalu kaupikir bisa menandainya? Aku yang akan melakukannya lebih dulu."

"Tentu saja, aku harus ketakutan malam ini, karena akan didahului olehmu." Beauty terkekeh oleh kata-katanya sendiri. "Ah, aku sungguh tak sabar, Sayang. Bertarung denganmu malam ini. Kuharap yang terbaiklah yang pantas mendapatkan trofi."

Liveo memelototi lelaki sinting telanjang bulat yang berjongkok di sana. "Kau sedang mengejan?"

Lelaki itu membalas tatap Liveo dengan pandangan cemburu penuh. Namun menatap sorot matanya yang masih manusiawi, entah apa yang membuat Liveo mengingat wajah Jonathan—ayah kandungnya sendiri.

"Malam ini kau ikut aku," perintah Liveo. "Kau menginap di salah satu kamar losmen. Jangan keluar dari kamar itu sampai kusuruh. Paham?"

Lelaki itu merintih, "Aku mau Beauty."

AMALGAMATE (Mali & Liveo Story) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang