Bab 3

968 131 3
                                    

Liveo benci diingatkan kapan saja saat-saat ia pergi berburu monster tanpa Mali di sisinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Liveo benci diingatkan kapan saja saat-saat ia pergi berburu monster tanpa Mali di sisinya.

Saat ia mengorek lubang Lamia di masa lalu, ia masih berusia di bawah sepuluh tahun. Dan dia tak perlu repot mencari Lamia saat itu, Lamia sudah menandai ia sebagai mangsa, mendesis pada lelangit gua dan menerkamnya dengan kepala terbalik. Itu adalah saat-saat langka Liveo melakukan perburuan sendirian.

Bagi Liveo, Mali seperti ekor bercahaya panas yang mengikutinya seperti jimat kemenangan. Mali sangat sering dengan sengaja menjatuhkan tubuhnya di antara monster dan Liveo, mengacaubalaukan rencananya, meski segalanya berakhir terbalik.

Maka pada momen tertentu saat Liveo berburu tanpa Mali, rasanya seperti mengisap udara paling jernih di Sisi Buruk. Bebas! Dia dapat menang dengan kehormatan yang lebih tinggi! Tanpa Mali yang hanya selalu kebetulan membantu di sisinya.

Jalan di dalam gua itu menyempit dan ditumbuhi sulur-sulur yang terus bergoyang. Mereka bergoyang bahkan tanpa angin. Dan sulur itu menimbulkan desis aneh yang menyamarkan pendengaran Mali untuk melacak keberadaan Lamia.

Dalam sebuah gua Lamia, biasanya hanya terdiri dari tiga atau empat ekor. Mereka tidak hidup berkelompok. Mereka selayaknya manusia yang tinggal dalam sebuah rumah, membangun biliknya masing-masing, dan mengunci pintu kamar. Sesekali mereka berebut mangsa. Mereka berburu pada malam hari dan senang mengejutkan mangsa di luar jendela. Mereka menjilati kaca jendela kaca kamar anak manusia itu hingga memburam dan membuat tanda.

Liveo masih ingat saat seekor Lamia menandainya. Dia sedang dalam masa pelatihan Beast Master, membangun gubuk kecil di pinggir rawa penuh lubang semut bergigi. Dan tentu saja, Liveo tidak takut sama sekali melihat Lamia mengetuk jendela kamarnya. Dia sengaja memancing Lamia datang. Sebab keinginannya adalah memburu, bukan diburu.

Kini dia sudah bukan anak kecil lagi. Memasuki gua ini tanpa Mali agak memaksanya harus menghafal setiap sudut jalan (Mali biasanya lebih sering berjalan di depan untuk menentu jalan, menyambi melukis peta). Sudah seratus langkah dari pintu masuk gua. Lamia belum juga tampak.

Tangan Liveo meraba struktur kasar dinding gua, mencari permukaan yang licin. Segalanya kesat. Gua itu penuh bunyian desis tetapi suara-suara berisik itu bukan bersumber dari kerongkongan Lamia. Serpih-serpih sisik yang mengering di bawah sepatunya adalah penanda keberadaan Lamia. Tanpa menginjak, Liveo mengikuti sisik itu.

Lamia di masa kecil, adalah sosok monster yang tingginya tiga kali lipat dari Liveo. Buntutnya panjang mengentak pada dinding gua, membuat kerikil berjatuhan. Saat ia bergerak, kepalamu seperti dihujani abu. Dahulu kala Liveo dengan berani rela dipancing masuk gua Lamia. Monster itu hanya mau menampakkan wujud di depan mangsanya, bukan di depan pemburu mereka.

Gua itu panjang, semakin meniti ke dalam ia rasakan kekosongan. Dalam kepalanya terbayang pusara hitam yang mengisap pada ujungnya. Liveo sudah terbiasa berlatih dalam keadaan paling gelap, alur paling licin, tapi sebuah gua adalah ruang klaustrofobik. Kau tak bisa mengukur kedalamannya dari luar sebelum masuk ke dalam. Kau pun tak tahu wujud ujungnya sebelum ditelusur. Sesampainya di ujung, kau harus mengkhawatirkan kesialan takdir burukmu. Apakah jalan di belakangmu sudah tertutup? Apakah ini jebakan? Apakah kau bisa kembali?

AMALGAMATE (Mali & Liveo Story) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang