Bab 7

732 112 2
                                    

Liveo menatap langit saat ia mendengar suara sambaran petir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Liveo menatap langit saat ia mendengar suara sambaran petir. Ada kilat yang menajam di bagian bumi utara, tepat di depan arah tujuan mereka. Kilat itu sekilas tampak seperti retakan pada langit, yang segera tertutup kembali oleh awan-awan yang lebih hitam dari langit malam.

"Mungkin akan hujan? Kita harus bergerak cepat," kata Mali.

Di balik perbukitan yang mulai merendah, mereka disambut gerbang kukuh bersetapak kecil yang ditumbuhi spesies bunga mawar yang mahkotanya melebar mirip daffodil dan berwarna biru cerah. Dusun penduduk lain.

Berbeda dengan rumah-rumah dusun pemburu yang berkonstruksi kayu, sebagian besar rumah di dusun ini dibangun seperti bergandengan. Mereka terbuat dari susunan batu, kayu, dan semen. Dinding dan lantai seluruhnya tercipta dari batu-batu bata. Atapnya berlengkung curam seperti simbol segitiga pada peta Mali, garis naik turun yang menghubungkan antara genting satu dengan yang lain. Jendela dan pintunya melengkung pada bagian atas. Secara keseluruhan tampak seperti eksterior kastel mungil. Cerobong asap dan kubah menjadi pembatas antara satu rumah dengan rumah lainnya, mereka bertetangga. Halaman rumah mereka dipenuhi pepetak bunga mawar biru.

Saat Liveo dan Mali melangkah di depan rumah yang pertama. Penghuni rumah keluar. Seorang lelaki dengan pakaian kulit ditaburi manik berlian, dengan topi caping bertakhta akik warna-warni. Dia menggendong seorang perempuan di lengannya. Sekilas terlihat tampak seperti perempuan tua. Bukan. Tapi mayat perempuan. Utuh namun dipenuhi keriput. Mumi. Lelaki itu mungkin anggota keluarga, namun tak tampak kesedihan di mukanya. Ia tersenyum canggung kepada Mali dan Liveo. Sudah ada lubang yang tergali di halaman rumh. Perempuan mumi dikubur di sana. Bunga mawar biru diletakkan di atasnya.

"Kenapa dengannya?"

Tak ada yang menjawab pertanyaan Liveo.

Semakin memasuki dusun, mereka bertemu penduduk dengan pakaian senada; katun gelap yang ditumpuki perhiasan dari ubun hingga ujung kaki. Sisi Buruk sangat kaya akan tambang berlian berbagai rupa dan batu-batuan akik yang bisa kau genggam langsung dengan cara memasukkan tangan ke dalam tanah. Bila warga Sisi Baik menilai perhiasan sebagai sesuatu yang mahal dan dirajakan, benda-benda itu adalah sampah pemenuh tanah di Sisi Buruk. Maka bisa kau lihat seluruh penduduk Sisi Buruk berkulit berlian dan berpakaian sangat mewah, namun tanpa makan dan minum layak di meja mereka yang miskin serbakekurangan. Oleh penduduk Sisi Buruk, perhiasan bukan hanya digunakan untuk bersolek, tetapi untuk menjadi cahaya penerang bagi diri mereka. Lelampu yang berjalan. Liveo sendiri tak suka memasang banyak atribut perhiasan pada tubuhnya. Dia lebih suka melangkah segesit bayangan.

Semua mata memandang Mali dan Liveo saat ini. Pandangan mata mereka bukan menatap penuh curiga seperti para penduduk di dusun pemburu, melainkan rasa takut, enggan, segan, dan yang mengejutkan—keramahan! Kurang lebih dua puluh persen dari seluruh dusun Sisi Buruk memiliki penduduk macam mereka; yang menakuti orang luar dan memilih damai ketimbang bertumpah darah. Sebagian dari mereka terlahir di Sisi Baik, sehari-harinya meratapi nasib karena dibuang ke Sisi Buruk, menganggap sangat tak adil.

AMALGAMATE (Mali & Liveo Story) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang