Keringat dingin tampak mengalir menuruni leher putih Lissa. Kakinya bergerak cepat melangkah menerobos ratusan manusia yang tampak sibuk.
Gadis itu tampak seperti dikejar oleh sesuatu. Kepalanya akan bergerak ke belakang melihat-lihat sekumpulan manusia, berharap seseorang itu tidak tiba-tiba muncul di belakangnya.
Lissa mengusap lehernya. Menghapus keringat yang masih mengalir di sekujur kulit lehernya. Lissa menghela napas ketika tidak mendapati seseorang yang ditakutinya mendapati dirinya.
Ia menghentikan langkah cepatnya. Menarik napas perlahan kemudian menarik sudut bibirnya puas. Ia berhasil kabur dari pria itu -Kai.
Saat ini gadis itu berada di terminal. Setelah kemarin keluar dari rumah sakit, gadis itu langsung memutuskan untuk pergi berlibur. Tanpa teman, tanpa sahabat, dan tentu saja tanpa Kai. Dia tidak ingin ketengannya terusik dengan berbagai macam pikiran negatif yang muncul secara berlebihan ketika Kai ada di sampingnya. Gadis itu masih takut untuk mengira jika Kai menganggapnya gila. Dia hanya ingin sembuh. Keluar dari semua lingkaran kegilaan ini.
Kaki mungil gadis itu melangkah menuju salah satu bangku yang tampak kosong. Mendaratkan bokongnya perlahan kemudian mendesah puas. Seolah itu adalah sebuah kenikmatan dengan kebahagiaan yang tak terkira.
Gadis itu menunduk, mengambil sesuatu dari dalam tas selempang birunya. Mengaduknya perlahan mencari benda yang diinginkannya.
Lissa tersenyum kecil, ketika pucuk jarinya mendapati selembar kertas yang menjadi tujuannya. Dia membuka lipatan itu kemudian menatapi lembaran itu dengan tatapan aneh.
Sudut bibirnya berkendut, menarik sudutnya secara perlahan. Gadis itu tak dapat menahan senyum di bibirnya sewaktu melihat lembaran kertas itu.
Seketika angin berhembus mengelilinginya, namun gadis itu mengabaikannya. Aroma bunga-bungaan menyebar di sekitarnya mengubah udara panas menjadi sejuk. Tatapannya masih terfokus pada selembaran kertas dengan gambar sebuah kastil dengan tanaman indah di lembar depannya.
Tiba-tiba, udara sekitarnya menghangat. Sinar matahari yang awalnya tampak redup karena saat ini dia tengah berada di sebuah ruangan, seketika bersinar hingga membuat matanya menyipit kecil.
Fokus Lissa berubah. Dia menatap sekitarnya dengan aneh.
Lissa menahan napasnya. Matanya membulat lebar. Tangannya bergetar pelan ketika mendapati lagi-lagi wanita aneh itulah yang menjadi objek pandanganya.
Rasanya sangat aneh. Seperti perasaan ketika kau sangat merindukan sesuatu hingga kau nyaris meledak karenanya.
Mata Lissa memanas. Dia merasa pernah melakukan itu. Dia merasa pernah berada di tempat ini. Dia pernah merasa sebahagia itu.
Lissa menatap seorang gadis yang sangat mirip dengannya. Menatapnya intens, meski gadis itu tampak tidak menyadari keberadaanya.
Gadis aneh itu tampak menggunakan gaun putih sepanjang mata kaki. Dengan sedikit bordiran indah di bagian roknya. Bibir gadis itu melengkung sembari menyebarkan tatapannya ke area sekitarnya.
Tangan gadis itu tidak tinggal diam. Organ itu terus bergerak melingkar pelan nan sayang pada bagian perutnya. Terkadang bibir gadis itu bergerak seolah tengah berbicara dengan seseorang.
Lissa menggenggam erat tangannya. Tanpa sadar, kakinya bergerak perlahan mendekati gadis itu. Dengan air mata yang entah kenapa terus mengalir deras, kaki gadis itu terus melangkah pelan.
Mata Lissa terus menatap perut gadis itu. Tangannya terangkat naik mencoba menyentuh pundak gadis itu.
Namun, nihil. Sama seperti kejadian kemarin, tangan Lissa langsung menembus tubuh gadis itu. Tidak ada sensasi yang tercipta. Hanya datar seperti ketika dia menyentuh udara kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Wife
Historical FictionAllisa, gadis pendiam dengan jutaan fantasi liar. Tak banyak yang dekat dengannya sebab dari kecil ia hanya memiliki Kai yang dianggapnya sebagai saudaranya. Tiga bulan terakhir, dirinya selalu bermimpi tentang pria tampan yang berteriak histeris sa...