Pria itu adalah King Flint Harrora. Raja dari Kerajaan Autricour. Dahulu kala kerajaan tersebut merupakan kerajaan makmur. Pertanian, perkebunan, dan perdagangan berjalan stabil dan cenderung meningkat. Bahkan kerajaan itu disebut-sebut sebagai lambang dari kemakmuran abadi. Ketamakan pun mulai meraja. Kesombongan mulai ditampakkan. Kemakmuran tersebut pun berubah menjadi ancaman. Memberikan ketakutan kepada kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya. Ketakutan apabila mendapat serangan secara mendadak dari kerajaan tersebut.
Namun, tidak bagi Kerajaan Victoria, meskipun kecil, kerajaan tersebut tidak menampakkan ketakutannya. Victoria berdiri dengan mandiri sehingga merasa tidak perlu menundukkan badan mereka untuk kerajaan Autricour.
Geram dengan ketidaktakutan Kerajaan Victoria, Autricour pun menyerang kerajaan tersebut. Padahal berdasarkan perjanjian yang telah ditandatangani, peperangan dianggap illegal bahkan akan dijatuhi hukuman terhadap kerajaan yang memulai peperangan.
Namun, dengan congkak, Autricour mengabaikan semuanya dan dengan membabi-buta mereka menghancurkan Victoria yang bahkan tidak menyiapkan apa-pun sebagai perlawanan. Hancur sudah semuanya. Victoria tinggal sejarah. Penduduk yang selamat, terpaksa meminta bantuan suaka kepada kerajaan lain.
Setelah puas membumi hanguskan Kerajaan Victoria, Autricour pun mengadakan pesta besar-besaran seolah menampakkan diri kepada kerajaan-kerajaan lain bahwa mereka yang terkuat. Seluruh hasil pertanian, perkebunan, dan perdagangan dihabiskan untuk pesta tujuh hari tujuh malam itu. Seluruh kerajaan diundang, namun tidak ada satupun yang Raja yang datang. Mereka hanya mengirimkan perwakilan mereka, takut akan menyinggung perasaan Sang Raja karena rasa kemanusiaan yang masih ada di dalam hati mereka.
Kemudian seperti kutukan, tiba-tiba musim kemarau panjang yang menggila di tanah mereka. Setiap harinya puluhan hektar sawah mengalami kegagalan, ratusan sapi dan kambing mati karena kekurangan pasokan makanan, dan kegiatan perdagangan pun mati dalam sekejap. Seluruh kebahagiaan kerajaan tersebut seperti disihir.
Menghilang lenyap.
Seolah pesta semalam hanyalah sebuah mimpi indah bagi mereka. Hanya mimpi semu sehingga mereka harus kembali kepada kenyataan yang jauh lebih mengerikan.
Namun, berbeda dengan Avraga. Kerajaan tersebut secara tiba-tiba mengalami perkembangan yang melesat melebihi perkiraan ahli ekonomi mereka. Bahkan, meski sepertiga pendapatan kerajaan mereka habis untuk membantu para pendatang dari Kerajaan Victoria, keuntungan masih terus mereka dapatkan hingga membuat Avraga menjadi kerajaan terbesar mengalahkan Kerajaan Autricour.
Nama Autricour pun semakin memudar seperti kerajaan-kerajan kecil lainnya. Beberapa orang mengatakan bahwa itu adalah kutukan dari pendahulu Victoria yang disebut-sebut keturunan Sang Dewi Bulan. Dan Avraga menjadi makmur karena mendapat bantuannya sebagai balas jasa melindungi rakyat dari Kerajaan Victoria yang masih selamat.
Namun, bisik-bisik itu semakin memudar dan terlupakan. Tak ada lagi yang memerdulikan cerita lama itu. Dan nama kerajaan Autricour pun mati bersama Kerajaan Victoria yang telah rata dengan tanah. Sisa-sisa bangsawan bersembunyi bersama rasa malu mereka karena kekalahan yang disebabkan oleh kebodohan diri mereka sendiri.
---
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Lissa khawatir pada Alex yang tampak tegang di atas peraduannya. Gadis itu hanya bergerak kikuk mendekati ranjang hingga akhirnya mendapatkan perhatian dari Alex. Pria itu tengah menatap langit-langit kamar dengan tatapan bercampur aduk hingga membuat Lissa ragu untuk ikut bersama menenggelamkan diri dalam pelukan selimut.
"Lissa," panggil Alex. Ada perih yang dapat kamu rasakan dari nadanya.
"Yah?"
Alex pun mengubah arah tidurnya menghadap Lissa yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan gaun putih tidurnya. Gadis itu tampak cantik seperti malaikat dengan pipinya yang memerah karena dinginnya malam, membuat Alex tersenyum kecil yang sayangnya terasa sedih.
"Apa kau akan memaafkan semua orang yang pernah berbuat salah kepadamu?" tanya Alex dengan ragu.
"Aku tidak tahu," balas Lissa, "Tetapi, sejahat-jahatnya seseorang itu padaku, aku yakin aku pasti akan memaafkannya." lanjut Lissa lagi.
Bibir Alex kembali tersenyum perih dengan tatapan mata yang tertuju ke perut rata Lissa. "Meski orang itu telah membunuh anakmu?" Alex bergumam pelan. Namun, Lissa masih dapat mendengar suara pria itu, samar-samar. "Apa yang kau katakan?" balas Lissa.
"Ah, tidak. Lupakan saja," balas Alex, buru-buru membalikkan tubuhnya kembali menatap langit-langit kamar menghindari tatapannya penasaran. Kemudian, detik-detik bergerak begitu saja, meninggalkan kesunyian di antara mereka. Lissa yang masih ragu untuk mendekati Alex hanya bergerak kikuk ke arah cermin dan meraih sisir untuk menyisir rambutnya yang sebenarnya tidak ada dalam rencananya karena satu-satunya yang ingin dia lakukan setelah mandi adalah tidur. Namun, aura Alex yang tampak muram membuatnya ragu.
---
Ui, Ui, jngan lupa komen dan votenya yahhhh...
---
Tiba-tiba, Alex berdiri dari tidurnya, meninggalkan suara dari arah ranjang. Aura pria itu segera berubah. Pria itu berdiri menghadap Lissa sembari menatap punggung gadis itu dengan tatapan anehnya. Lissa yang menyadarinya segera menatap balik Alex dari pantulan kaca cermin sambil melayangkan tatapan bingungnya. Dan seketika, seperti seekor singa yang kelaparan, Alex menerjang Lissa dengan cepat. Membawa gadis itu dalam pelukan serta ciuman dalamnya yang memabukkan. Lissa yang tidak siap seketika lemas dalam pelukan pria itu. Tangannya bertumpu pada lengan keras Alex yang kokoh menahannya. Matanya dia tutup rapat dan seketika dia merasa amat menyesal karena dengan segera gelombang aneh menerjangnya tanpa ampun. Gadis itu menahan desahannya dengan kuat.
Sementara itu, lengan kanan Alex melingkari kokoh di pinggang Lissa dengan tangan kiri yang terus saja mengusap lembut punggung Lissa terus mengirimkan listrik statis yang menggentarkan. Lalu, dengan lembut Alex membawa tubuh mereka mendekati ranjang. Lissa sudah menyerah, dia terlalu lemah untuk melawan dan terlalu bergairah untuk menolak. Rasanya tubuh gadis itu seakan ingin meledak karena perasaan asing itu. Tubuhnya pun dijatuhkan dengan lembut di atas kasur bersama pelukan Alex. Bersama jutaan kupu-kupu yang menari di sekitarnya ketika Alex melakukan apa yang ia inginkan sejak lama kepada istrinya.
---
Alex menatap sendu punggung telanjang seorang gadis –ralat kini wanita- yang tengah tertidur membelakanginya. Tangan pria itu dililitkan sepanjang garis pinggang wanita itu; mencengkramnya erat.
Keadaan wanita itu terlihat saling bersinkronan dengan keadaan di sekitarnya. Kulit putih mulusnya yang penuh bercak merah sebagai tanda kepemilikan Alex, mirip dengan keadaan sprei putih yang tengah mereka tiduri. Sebab kini sprei putih itu telah ternodai dengan merahnya darah yang berasal dari selangkangan Sang Wanita.
Seolah tak puas dengan kedekatan mereka, Alex melingkarkan salah satu tangannya membelah silang dada Sang Wanita. Menyisakan tangan kirinya untuk tetap melingkar erat di pinggang wanitanya. Kemudian, dengan perlahan ditariknya wanita itu hingga jarak diantara mereka benar – benar terkikis habis.
Wajah Alex menyeruduk ke dalam rambut panjang wanita itu. Menghirup aroma mawar yang menguar dari rambut wanitanya dengan serakah. Wajahnya terpejam, tengah merekam setiap detik yang dia habiskan bersama wanita itu.
Bibir tebalnya bergumam pelan tidak ingin membangunkan Sang Ratu yang kini tengah tertidur.
Suaranya lirihnya terdengar sendu tengah memohon sebuah pengampunan.
"Jangan pernah tinggalkan aku lagi, sayang. Jangan pernah. Karena aku mencintaimu."
---
Ann_
XOXO
Kasih tahu aku pendapat kalian tentang cerita ini, siapa tahu ada yang rancu, thank you...
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Wife
Historical FictionAllisa, gadis pendiam dengan jutaan fantasi liar. Tak banyak yang dekat dengannya sebab dari kecil ia hanya memiliki Kai yang dianggapnya sebagai saudaranya. Tiga bulan terakhir, dirinya selalu bermimpi tentang pria tampan yang berteriak histeris sa...