Kai POV
Kai memegang kepalanya yang berdenyut. Matanya menyipit ketika dirasa cahaya mentari terlalu bersemangat menghantam netranya. Tangannya meraba sekitarnya. Menikmati setiap kelembutan yang menguar dari selimut yang dia gunakan.
Kini, tubuh kokohnya berada di atas sebuah ranjang besar yang benar-benar dia rindukan. Aroma hutan pinus di pagi hari menyegarkan otaknya. Pria itu kemudian membuka matanya dengan perlahan. Mencoba menahan perih di matanya karena sinar mentari.
"Ehem...," Kai berdehem merasakan betapa keringnya kerongkongan miliknya. Pria itu pun menggerakkan tubuhnya mengambil secangkir air kemudian meminumnya dengan tak sabar. Beberapa tetes air turun mengikuti kontur rahangnya kemudian jatuh bebas ke atas selimut coklat kayu miliknya.
Keadaannya saat ini benar-benar mengundang para wanita untuk mendekatinya. Wajah tampan dengan rambut yang berantakan ditambah lagi dengan sisa air yang menetes, oh jangan lupa dengan tatapan sayu miliknya, sudah lebih dari cukup untuk membuatnya menjadi seorang cassanova.
Kai mengedarkan pandangannya mendapati dirinya di sebuah kamar dengan keindahan yang tak dapat dipungkiri. Dahi pria itu berkerut mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi padanya.
Kesunyian segera menenggelamkan pria itu. Hingga pada akhirnya jarum yang menunjukkan detik pada jam menunjukkan angka tiga, pria itu baru menyadari sesuatu.
"Brengsek!" Maki Kai.
Pria itu dengan kasar mendirikan tubuhnya kemudian berlari keluar kamar. Dia tak memedulikan keributan yang muncul setelahnya. Beberapa pelayan menatapnya kebingungan hingga lupa untuk mengucapkan salam untuk tuannya
"Lissa!" Teriakan Kai bergema di lorong.
"Lissa!" Teriak Kai lagi ketika tak mendapat sahutan apa pun.
Pria itu berlari dengan panik. Membuka setiap pintu yang dia lewati di lorong panjang itu.
"Lissa!" Lagi-lagi Kai berteriak.
"Diamlah, dia sedang tidur," seseorang menjawabnya, namun yang pasti bukan milik Lissa. Suara itu terlalu berat untuk dimiliki oleh seorang perempuan.
Kai segera berlari ke arah Alex yang baru saja menjawabnya -ralat lebih tepatnya menerjang pria itu.
Mata Kai berkilat penuh amarah berbanding terbalik dengan wajah Alex yang tak menunjukkan ekspresi apa pun.
"Dimana dia?" Suara rendah Kai menggema sambil mencengkram bagian depan kerah Alex.
"Di tempat dimana seharusnya dia berada," jawab Alex dengan nada dinginnya. Dia sama sekali tak memedulikan sikap Kai yang seolah begitu marah padanya.
Buk
Kai memukul Alex dengan keras. Hingga pria itu terjungkang menghantam keramik.
"Tak puaskah kau terus menyakitinya?" Lanjut Kai yang sambil menduduki perut Alex.
Belum puas pria itu menghantam Alex lagi dengan kepalan tangannya hingga berulang kali. Tangan pria itu sudah memerah sementara wajah Alex mulai membiru karena memar.
"Kau bahkan tak pantas untuk bisa melihat wajahnya lagi!" Lanjutnya sambil terus memukul tak peduli dengan keadaan Alex yang mulai mengenaskan.
"Bahkan, jika saja kau tak memaksanya kembali ke sini aku bersumpah akan menikahi Lissa meski aku harus menghianati pria bangsat sepertimu!"
Buk
Kali ini keaadaan berubah, bukan Alex lagi yang berada di bawah, melainkan Kai.
Wajah Alex seketika berubah menjadi mengerikan. Ia tampak benar -benar murka. Mata dan wajahnya memerah dengan urat urat kehijauan di lehernya menyembul.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Wife
Historical FictionAllisa, gadis pendiam dengan jutaan fantasi liar. Tak banyak yang dekat dengannya sebab dari kecil ia hanya memiliki Kai yang dianggapnya sebagai saudaranya. Tiga bulan terakhir, dirinya selalu bermimpi tentang pria tampan yang berteriak histeris sa...