"Kenapa?" Lissa bertanya kepada dengan nada bingung kepada Alex yang tengah menatapnya dalam dengan sedikit keterkejutan. Setelah pengumuman itu berakhir dengan pesta rakyat, Alex tiba-tiba menghilang hingga tengah malam. Kemudian, secara tiba-tiba pria itu masuk ke dalam kamar mereka dan tampak sedikit terkejut ketika melihat Lissa dengan gaun putihnya tengah berdiri di atas balkon menatap bulan purnama dengan gaun putihnya yang berkibar di bawa angin. Entah kenapa ini menjadi hobi barunya semenjak terbangun dari tidur panjangnya.
Tubuh gadis itu tampak bercahaya seolah-olah cahaya bulan berasal dari dirinya. Gadis itu cantik sekali, seperti seorang dewi dengan matanya yang tertutup seolah tengah menikmati lantunan nyanyian lembut angin.
"Kau cantik," Alex membalas pertanyaan Lissa dengan pujian kepada gadis itu. Seketika rona merah tampak jelas merambati wajah gadis itu yang tertimpa cahaya bulan.
"Ehhmmm, terimakasih," balas Lissa dengan kikuk. Gadis itu tidak berani menatap balik Alex dan memutuskan kembali menatap langit. Waktu seketika melambat dan menyisakan hening di antara mereka. Namun, Lissa sama sekali tidak mau memecahkan keheningan itu. Dia merasa jauh lebih nyaman dengan keheningan ini karena ada Alex di dalamnya.
Tiba-tiba, lengan Alex memeluknya dari belakang. Pria itu tidak segan-segan menempelkan tubuhnya dengan Lissa membentuk sendok yang disatukan saling membelakangi. Kepala Alex dia tumpukan di pundak Lissa sembari menghidu aroma mawar yang kali ini nyata berasal dari Lissa. Pria itu tersenyum dalam, dia sangat bahagia.
"Aku mencintaimu," entah sudah berapa kali Alex mengungkapkan kata itu kepadanya sejak terakhir kali dia membuka kedua mataya. Alex kembali mengeratkan pelukannya kepada Lissa seolah itu tidaklah cukup. Tetapi Lissa tidak mengeluh, dia merasa aman dalam pelukan Alex yang nyaman dan hangat.
"Lissa, minggu depan aku akan pergi." kata Alex dengan suara yang teredam karena berucap di leher Lissa.
"Kemana?" balas Lissa lembut. Kali ini dia tidak malu lagi untuk melakukan sentuhan. Kedua tangannya tampak membelai sayang kedua tangan Alex yang berada di perutnya.
"Tugas negara, aku harus memeriksa beberapa tempat. Beberapa bulan ini aku terlalu sibuk dengan keadaan pribadiku hingga harus mengabaikan rakyatku sendiri," balas ALex.
Lissa menghela napasnya perlahan seolah sadar bahwa itu terjadi karena dirinya pula, "Maaf, itu pasti karena aku."
"Tidak, jangan mengatakan itu Lissa," Alex berkata sedikit kencang meyakinkan Lissa bahwa itu bukanlah salahnya, "Ini salahku, semua salahku. Aku beruntung kau masih disini bersamaku," ungkap Alex sembari membalikkan tubuh Lissa menghadapnya. Pria itu menatap Lissa dalam-dalam meyakinkan betapa bersyukurnya pria itu dengan keberadaan Lissa di hadapannya.
"Lissa," panggil Alex sambil menyikirkan dengan lembut anak-anak rambut Lissa ke belakang telinga gadis itu. "Maukah kau ikut denganku? Aku tidak merasa aman setiap kali meninggalkanmu sendirian,"
Lissa menatap Alex dengan lembut menenangkan. Kedua tangan gadis itu terangkat nak membelai rahang Alex dengan lembut, "Baiklah aku akan ikut denganmu."
"Terimakasih," balas Alex sambil menenggelamkan bibirnya dalam ciuman lembut Lissa.
---
Vote dan komen jangan lupa!!
____Udara dingin mulai mengalir di sekelilingnya pertanda musim gugur
nyaris berakhir. Meskipun sinar mentari bersinar terik, tetapi rasa panasnya terhapuskan oleh dinginnya sapuan angin. Pipi Lissa tampak memerah karena dingin sementara uap napasnya menari-nari di sekitarnya. Dia tidak menyangka waktu akan berlalu secepat ini. Gadis itu seketika membalikkan tubuhnya ketika merasakan sebuah mantel yang tiba-tiba membalut tubuhnya. Gadis itu tampak tenggelam dalam pelukan mantel yang tampak kebesaran dan beraroma maskulin.Lissa membalikkan tubuhnya mendapati Alex yang tampak kelelahan. Tampak sekali pria itu tidak tidur semalaman. Namun, wajah tampannya masih saja terlihat di wajah pria itu. Senyum manis tidak lupa tersematkan di wajah pria itu, "Jangan lupa mantelmu, di luar sangat dingin."
Lissa membalas senyuman pria itu sembari mendekatkan diri dengan pria itu memeluknya berharap mampu menghangatkan tubuh pria itu yang tidak lagi mengenakan mantel tebalnya. Jika saja mereka masih berada di pusat kota, mungkin dinginnya tidak akan separah ini. Tetapi, karena mereka tengah ada di desa kecil, sebuah desa tempat para imigran tinggal dan jauh dari pusat perkotaan, tentunya akan jauh terasa dingin karena hutan-hutan yang masih terjaga.
"Ayo kita masuk, kau pasti lelah," ajak Lissa sembari menggenggam tangan Alex yang terasa sedikit dingin dengan erat. Menariknya lembut memasuki barak sederhana yang sengaja dibuat untuk menyamarkan idenstitas mereka.
Desa Victoria adalah salah satu desa dimana para penduduknya merupakan imigran dari kerajaan Victoria yang dibabat habis oleh Kerajaan Autricour. Penduduknya yang masih selamat pun terpaksa meminta bantuan suaka kepada kerajaan Avraga. Sang Raja yang merupakan ayah dari Alex dengan senang hati membantu mereka untuk perlindungan tetapi sebagai gantinya keraajan Alex meminta kesetiaan yang sampai sekarang masih di jaga.
Tetapi, kerajaan Autricour yang telah menghancurkan Kerajaan Victoria, tidak terima terutama setelah kerajaan mereka sendiri hancur karena bencana alam. Ditambah dengan adanya ramalan membuat mereka semakin iri dengan kerajaan Avraga.
Tentang keturunan Dewi Bulan dari Victoria yang hidup dan akan menjadi berkah bagi pria yang menikahinya.
Sudah pasti kerajaan Avraga yang paling diuntungkan mengingat seluruh penduduk Victoria yang masih selamat sekarang tinggal di daerah Avraga. Dan kenyataan itu semakin membuat beberapa bangsawan Autricour yang bersembunyi merasa geram. Mereka berpikir jika mereka bisa menghancurkan dan membunuh habis seluruh penduduk Victoria yang masih hidup saat ini, mereka bisa menghancurkan Avraga dan membuat nama mereka kembali hidup meski yang tersisa hanyalah puing-puing tidak berguna.
Seharusnya semua sudah berakhir. Tidak ada lagi pertumpahan darah atas nama kerajaan Autricour. Karena setelah ditipu oleh orang kepercayaannya sendiri, Alex dengan amarahnya yang meledak langsung menurunkan armadanya unuk membumi hanguskan sisa-sisa dari kerajaan Autricour. Dia tidak peduli, rasa sakit itu membuatnya semakin kejam. Entah anak-anak atau orang dewasa, siapapun yang dicurigai berasal dari Autricour harus dibumi hanguskan.
Dia menjadi monster. Seolah darah menjadi mainannya pada saat itu. Setiap hari, setelah mendapat laporan terbaru, dia akan menuju tempat itu. Membawa pedang dan penutup kepala, membunuh diam-diam setiap orang yang berbahaya bagi rakyatnya. Dengan keji, ia meninggalkan kepala tanpa tubuh di setiap rumah yang dicurigai pembunuh rakyatnya sebagai peringatan bagi orng lain yang berniat bermain-main dengan sumpah negaranya.
Tetapi, dia baru saja menyadari. Pertemuannya dengan seorang pria di pesta Duke Stephanus II membuatnya sadar bahwa masih ada beberapa orang dari Autricour yang masih hidup. Bahkan dia sadar bahwa bahaya masih mengintai rakyatnya. Tentu sebagai raja yang baik, dia akan melindungi rakyatnya. Bahkan dengan pria itu dengan berani langsung menghadiri tempat yang paling berbahaya seperti sekarang. Hanya saja karena kecemburuannya kepada Kai membuat kebodohan merasukinya. Dia tidak menyadari bahwa dia membawa mangsa yang lebih besar bagi Autricour..
.
.
.
Lissa.
---
Comment kuy!
Jangan lupa votenya juga!!! Biasanya ak up kalo votenya udh 300 heheh,
---
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Wife
Ficción históricaAllisa, gadis pendiam dengan jutaan fantasi liar. Tak banyak yang dekat dengannya sebab dari kecil ia hanya memiliki Kai yang dianggapnya sebagai saudaranya. Tiga bulan terakhir, dirinya selalu bermimpi tentang pria tampan yang berteriak histeris sa...