Tubuh Lissa masih mematung sementara deru napas itu semakin mendekat ke wajahnya. Pria itu berbisik perlahan diantara keheningan dan kegelapan yang mencekam, "Kau milikku, Lissa. Jadi, berhenti memanggil nama pria lain. Karena aku tak suka berbagi,"Lalu, setelahnya sebuah kecupan hangat menyentuh bibirnya membawanya kedalam kegelapan yang sebenarnya.
---
Kai POV
Brak
Suara pintu yang tertutup mengagetkan Kai. Dia terus memandang sekitarnya dengan was-was menjaga agar Lissa tetap berada di sekitarnya.
Bayangannya pada dinding kastil besar itu bergerak-gerak sebab api dalam obor itu terus menari-nari. Kai memaki di dalam hati karena kegelapan yang ada membuatnya semakin kesulitan memerhatikan sekitarnya.
Wushhh...
Dan api dalam obor itu benar-benar padam. Tak ada pencahayaan apapun di tempat itu. Bahkan sinar rembulan pun tampak enggan untuk membantunya.
Pria itu mencoba meraih sekitarnya dan terkejut ketika tak mendapati Lissa yang berdiri di sebelahnya. Pria itu semakin panik ketika tak mendapati suara deru napas selain dari miliknya.
Kai mulai melangkahkan kakinya sekaligus meraba-raba sekitarnya berharap Lissa masih dapat dia jangkau. Namun, nihil. Kai hanya mendapati ruangan gelap tak berujung.
"Brengsek, mau kau apakan gadis itu, bodoh!" Kai berteriak entah kepada siapa. Urat-urat kehijauan bermunculan dari leher pria itu. Matanya memerah dengan telapak tangan yang memucat karena digenggam terlalu erat.
"Lissa!!!"
"Lissa!!!"
"Lissa!!!" Kai berteriak keras berharap Lissa akan membalasnya. Pria itu berlari dengan panik meski kegelapan terus saja menemaninya. Dia membiarkan koper miliknya teronggok begitu saja di tengah ruangan.
"Lissa!!! Kau dimana?"
"Lissa, jangan membuatku takut," Teriak Kai. Dia menggosok kepalanya sebagai wujud kekesalannya dan tak lupa mengedarkan pandangannya seluas-luasnya meski yang didapatinya hanya sebuah kegelapan.
"Lis-,"
"Kau seharusnya mengerjakan tugasmu dengan baik, Kai," suara seseorang tiba-tiba terdengar di balik punggung Kai. Pria itu menegang seketika.
"Pria itu pantas bahagia," lanjut suara itu lagi.
"Hahahaha..., bahagia?" Tanya Kai dengan nada meremehkan. Wajahnya menampakkan ekspresi penuh amarah dalam kegelapan.
"Setelah semua yang dia lakukan kepada Lissa. Kau masih mengatakan jika pria itu pantas bahagia?"
"..."
"Wahh, kau benar-benar hebat ibuku sayang. Apakah kau tahu apa yang sudah pria itu lakukan kepada Lissa?" Lanjut pria itu sambil menepuk tangannya seolah kagum dengan apa yang barusan seseorang itu katakan.
Hening menenggelamkan mereka setelah tepukan Kai berakhir. Hanya deru napas, suara kilat, dan hujanlah yang menemani mereka dalam ruangan gelap itu.
"Kau tidak tahu bu-"
"Aku tahu. Aku tahu semua hal brengsek yang dia lakukan kepada Lissa. Seluruh kerajaan pun tahu hal gila apa yang telah dilakukan kakakmu itu kepada istrinya sendi-,"
"Jangan pernah mengatakan jika pria brengsek itu adalah kakakku. Sampai matipun aku tak akan pernah menerimanya sebagai kakakku. Kakakku sudah mati. Dia sudah mati dimakan keserakahan ayah," amarah Kai membuat udara menjadi memanas. Mata pria itu memerah memandakan jika dia sudah tak bisa lagi menahan amarahnya di depan seseorang yang dia panggil ibu.
"Ayahmu melakukannya untuk melindungi kerajaan, Albert,"
"Omong kosong untuk melindungi kerajaan. Itu hanya bualan kalian semata agar keturunan Sang Dewi tak jatuh ke tangan kerajaan lain, bukan? Agar takhta kerajaan ini tetap berada di tangan kalian, bukan?"
"Kau benar, Albert. Tap-,"
"Brengsek!! Apa kalian tahu dengan begitu kalian memperlakukan Lissa sama seperti barang? Kalian benar-benar brengsek," maki Kai dalam kegelapan itu. Dia sudah tak bisa menahan seluruh amarahnya. Matanya memanas ketika mengingat semua kejadian di masa lalu.
"Apa kau tahu, jika pria itu telah membunuh anaknya sendiri?" Suara pria itu memelan. Amarahnya tak lagi terdeteksi. Ia hanya merasa sedih dan bersalah setiap kali mengingat kejadian itu. Setetes cairan bening tumpah dari kelopak mata Kai. Pria itu mengangkat wajahnya menahan kucuran air mata yang mulai menetes satu persatu.
Deg
Jantung seseorang itu tiba-tiba berhenti mendadak dalam beberapa detik. "A-apa maksudmu? Lissa pernah hamil?" Seseorang itu terkejut setengah mati ketika mendapati sebuah kenyataan baru. Wajahnya yang pucat semakin memucat di dalam kegelapan. Tubuhnya tiba-tiba meluruh begitu saja menciptakan suara bedebum yang mengagetkan Kai.
"I-ibu, kau baik-baik saja?" Kai kembali tampak panik ketika mendengar suara bedebum.
"A-albert, kau hanya bercanda, bukan? Ti-tidak mungkin," suara itu terdengar bergetar, tak memercayai apa yang baru saja dia dengar.
"I-ibu kau dimana? Apa kau baik-baik saja?" Kaki Kai mulai kembali melangkah mencari seseorang yang dia panggil ibu tadi. Pria itu tak dapat melihat apapun dalam ruangan itu selain kegelapan.
"Akhhh...," suara pekikan pelan dari wanita itu mengalihkan tatapan Kai. Pria itu akhirnya mendapati tubuh ibunya yang tampak tersungkur dengan tangan di dada dan cahaya ajaib aneh yang berpendar di sekitarnya.
"I-ibu, apa yang terjadi padamu?"
Tersadar dengan apa yang tengah terjadi pada tubuhnya, wanita itu mengubah arah tatapannya ke arah Kai. Wajah wanita itu tampak penuh penyesalan menatap Kai yang berjalan cepat ke arahnya.
"Dia sudah menemukannya, Albert. Alex sudah menemukan Lissa. Saatnya kita pulang," ungkap wanita itu pelan sambil menahan sakit karena tubuhnya yang mulai menghilang dimakan habis oleh cahaya yang berpendar seperti api yang membakar kertas.
"Tidak mungkin. Aku harus mengembalikan, Lissa. Dia akan semakin menderita jika terus bersama Alex," Kai kembali menegakkan tubuhnya mencoba mencari Lissa lagi.
"Percuma Al, kau tak akan bisa menemukannya. Kakakmu tak akan membiarkan siapapun membawa Lissa pergi dari sisinya lagi," mata wanita itu masih tampak kosong. Ia masih syok dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Ahkkk...," kali ini Kai yang bersimpuh di lantai. Tangan dan kakinya juga mulai memudar seperti yang terjadi pada wanita itu.
"I-ibu, apa yang terjadi?" Kai bertanya dengan nada bergetar. Netranya menatap takut sekujur tubuhnya yang memudar sedikit demi sedikit.
Senyum tipis penuh kesedihan tampak timbul dari wajah wanita itu. Ekspresinya tampak memasrah sebab dia tahu jika hal ini akan segera terjadi.
"Kita akan pulang, Kai. Pulang ke rumah kita," ungkapnya sambil tersenyum sedih menatap Kai kemudian lenyap perlahan dimakan sinar aneh itu
"I-ibu?" Kai kebingungan ketika tak lagi mendapati ibunya di tempatnya. Pria itu mengedarkan pandangannya masih tak putus asa mencari wanita itu.
Tiba-tiba, rasa kantuk menghantam Kai. Matanya yang bulat itu mulai tertutup sedikit demi sedikit bersamaan dengan semakin banyak bagian tubuhnya yang mulai lenyap dimakan cahaya aneh itu. Hingga ia benar-benar kehilangan kesadaran menyisakan kegelapan dan kesunyian di tempat itu.
---
Jangan lupa vote dang commentnya yah :*
XOXO
Ann_Onymous
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Wife
Historical FictionAllisa, gadis pendiam dengan jutaan fantasi liar. Tak banyak yang dekat dengannya sebab dari kecil ia hanya memiliki Kai yang dianggapnya sebagai saudaranya. Tiga bulan terakhir, dirinya selalu bermimpi tentang pria tampan yang berteriak histeris sa...