"Am-ampun, Tuan. Sa-saya belum menyelesaikan jenis ramuan yang Anda minta," pria tua itu refleks memucat dan bersujud di tanah yang kotor ketika mendengar Alex yang menuntut ramuan itu padanya. Tabib tua itu memang sudah menemukan jenis tanaman yang mampu memudarkan ingatan seseorang, hanya saja tanaman itu harus diolah terlebih dahulu.
"Ck, aku tak peduli. Malam nanti, selepas makan malam, entah bagaimana caranya berikan obat itu pada Lissa!" Perintah Alex lagi tidak peduli wajah panik pria tua itu.
"Ta-tapi, tuan. Ram-,"
"Apa aku perlu mengulang kembali kalimatku?!" Tanya Alex tajam. Mata pria itu memicing menatap tanpa ampun tabib tua itu.
"Ba-baik, Tuan," cicit pria itu pelan tanpa berani menatap Alex.
"Bagus," balas Alex dingin sambil berlalu meninggalkan pria tua yang masih bersujud ketakutan itu.
---
Setelah memperingatkan tabib tua itu untuk segera menyiapkan ramuannya, Alex bergegas ke sebuah kamar yang berada di ujung sayang timur. Pria itu dengan perlahan membuka pintu kamar dengan perlahan berhati-hati mengingat suara pintu yang mulai berderit karena dimakan usia. Alex tersenyum perih. Sama sekali tidak ada bayangan dirinya akan berakhir seperti ini.
Meskipun dia sadar, semuanya adalah salahnya.
Mata pria itu menjelajah. Menatap semua benda yang berada dalam ruangan itu. Tidak ada yang berubah. Bahkan aroma mawar milik wanitanya masih mampu dia rasakan.
Netra biru Alex terhenti di ranjang putih itu. Saksi bisu semua kebodohannya. Perlahan-lahan, memori dalam kepalanya membawanya mundur.
Sayup-sayup, masih bisa dia dengar tangis pilu wanitanya.
Sayup-sayup, masih bisa dia dengar ratapan pilu wanitanya.
Sayup-sayup, masih bisa dia dengar setiap permohonan maaf wanitanya.
Yang dengan bodohnya dia abaikan semuanya.
"Hahhh..." Alex menghela napasnya berat. Langkah tegap pria itu mengantarkannya ke sebuah lemari tua yang sebenarnya sudah tidak layak guna lagi. Dibukanya perlahan lemari itu yang menyimpan pakaian putih yang menguning dengan satu model, yang biasa dipakai pelayan untuk tidur, termasuk wanitanya, dulu.
Kemudian, tangan pria itu terulur mengambil sebuah kotak yang berada di balik dress yang tergantung. Membawa kotak itu menuju ranjang kemudian membuka isinya. Dan pisau kecil berukir mawarlah yang menjadi penghuninya.
Pria itu tersenyum mengingat kejadian semalam ketika akhirnya wanitanya kembali ke dalam pelukannya meski dia merelakan seluruh hidupnya. Tidak apa, bahkan jika dia meninggal untuk membayar utangnya pada Hades setidaknya mengetahui Lissa berada dalam jangkauannya, itu sudah lebih dari cukup.
Tes. Tes.
Suara tetesan cairan beradu dengan dinginnya lantai menghapuskan keheningan ruangan itu. Aroma pekat darah menguar menciptakan kepedihan yang mendalam mengenai ruangan itu.
Alex dengan tenang meneteskan cairan pekat miliknya ke arah bunga mawar yang tumbuh di atas sebuah pot yang dilindungi oleh tutup kaca yang tampak rapuh sekaligus kokoh. Mawar yang semula layu itu kembali segar sambil berangsur-angsur mengeluarkan cahaya keemasan yang berpendar di sekelilingnya kemudian menjatuhkan sehelai kelopaknya.
Mawar itu adalah ikatan mereka. Ikatan yang diberikan Hades sebagai peringatan kepada Alex bahwa Hades akan segera menagih utangnya pada Alex. Delapan belas kelopak menandakan tersisa delapan belas purnama lagi waktu yang tersisa untuk Alex.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Wife
Historical FictionAllisa, gadis pendiam dengan jutaan fantasi liar. Tak banyak yang dekat dengannya sebab dari kecil ia hanya memiliki Kai yang dianggapnya sebagai saudaranya. Tiga bulan terakhir, dirinya selalu bermimpi tentang pria tampan yang berteriak histeris sa...