Lissa mengerjapkan matanya. Lagi-lagi dia terbangun di dalam pelukan erat Alex. Wajah gadis itu tepat berada di leher jenjang Alex dengan mata yang menatap lurus buah adam Alex.
Tampaknya langit sudah mulai terang. Gadis itu dapat melihat sinar mentari yang dengan malu-malu menelusup di antara gorden hitam. Suara jangkrik yang bernyanyi semalam juga telah lenyap digantikan dengan suara burung yang terdengar ribut di luar.
Lissa menjauhkan tubuhnya sedikit lalu melirik melintasi dagu Alex. Ia segera terkejut. Tubuhnya tersentak sedikit mencoba menjauh dari tubuh Alex karena kaget mengetahui jika Alex telah bangun.
Mata biru dan tajam itu menatap lurus manik coklat Lissa. Tidak ada lagi guratan kemerahan di mata pria itu. Kelereng itu sudah bersih dan cemerlang. Mengembalikan tatapan tajam miliknya.
Bibir tebal Alex tertarik ke setiap sudutnya menciptakan sebuah senyum."Kau sudah bangun?" Suara berat dan dalam milik Alex sanggup menggetarkan sesuatu di tubuh Lissa. Membuat gadis itu kembali bergerak tak nyaman dalam kungkungan tubuh besar Alex.
"..." Lissa hanya menjawabnya dengan anggukan kepala kecil kemudian dengan cepat mengalihkan kembali tatapannya ke arah jakun Alex yang bergerak-gerak kecil.
"Kalau begitu apa kau lapar?" tanya Alex lagi sambil mengeratkan pelukannya. Dia merasa pelukannya kurang erat padahal Lissa sudah merasa benar-benar sesak.
"..." Lissa lagi-lagi hanya menjawab pertanyaan Alex dengan anggukan pelan tanpa berani menatap mata biru Alex. Wajah gadis itu sedikit memerah karena malu yang tak kuasa dia tahan.
Tiba-tiba, tubuh Alex sedikit menjauh dari Lissa membuat gadis itu sedikit lega karena rasa sesak itu sedikit menghilang. Namun, Lissa kembali terkejut ketika mendapati wajah tampan Alex tepat di hadapan wajahnya menatap lurus manik Lissa.
Tangan Alex menarik dagu kecil Lissa mensejajarkan bibir mungil gadis itu dengan miliknya. Kemudian, pria itu mendekatkannya ke bibir merah miliknya dengan sangat berhati-hati seolah Lissa adalah sebuah porselen mahal.
Bibir tebal itu akhirnya menyentuh bibir kecil Lissa. Awalnya hanya menempelkannya sambil menikmati letusan-letusan yang menyerangnya. Namun, karena belum puas, ia melumatnya pelan. Menikmati bibir Lissa yang terasa begitu manis di indra pengecapnya.
Lissa hanya terdiam. Tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Hanya saja di perut gadis itu bergolak sesuatu yang asing. Seperti sebuah tangan tak kasat mata sedang menggelitikinya dan dia menyukainya.
Lissa merasa wajahnya semakin memanas. Mata gadis itu menatap mata Alex yang tampak terpejam. Penasaran gadis itu ikut menutup matanya dan terkejut ketika mendapat sensasi baru.
Gadis itu merasa seperti sangat dicintai. Bibir Alex yang bergerak sangat hati-hati membuatnya sedikit tersanjung. Gadis itu merasa melayang di udara kemudian jatuh diantara pelukan awan yang terasa hangat dan lembut.
Lissa mengerang ketika lumatan lembut itu berubah menjadi lebih dalam. Tanpa sadar tangan kecil gadis itu bergerak mencengkram baju tidur Alex.
Menyadari jika Lissa sama sekali tidak menolak, Alex menjadi semakin bersemangat. Pria itu mengubah posisi tubuhnya hingga berada tepat di atas Lissa. Tangan besarnya mengusap perlahan pipi Lissa yang memerah seraya terus meneguk nektar Lissa.
Napas Lissa semakin memberat dan terputus-putus. Ia mulai merasa sesak karena kekuranga pasokan oksigen. Tangan Lissa naik ke punggung Alex memukulnya pelan memberikan peringatan kepada Alex meminta untuk melonggarkan dirinya.
Tersadar dengan peringatan Lissa, Alex melepas lumatannya dengan tak rela. Mata pria itu menampakkan kobaran api yang ingin dipuaskan, namun terpaksa ditahannya.
Jejak yang masih membara tampak di bibir Lissa yang segera meraup udara sebanyaknya. Mata gadis itu terbuka mendapati gejolak di mata Alex. Setelah puas meraih pasokan udara untuk tubuhnya gadis itu mematung menatap Alex yang juga tampak tertegun menatapnya.
Tiba-tiba, seolah tersadar tubuh Alex bergerak menjauhi tubuh mungil Lissa. Duduk di ujung ranjang sambil memperbaiki napasnya yang sedikit tidak beraturan. Pria itu menatap kosong ke depan melupakan Lissa yang mematung.
Dalam pikiran pria itu dia memaki diri sendiri. Nyaris saja dia memaksakan kehendaknya kembali seperti dulu. Membiarkan pikiran kotornya mengambil alih hingga nyaris membuatnya kembali menyakiti Lissa.
"Ehem," Alex membersihkan lehernya yang seketika terasa gatal. Pria itu membalikkan tubuhnya ke arah Lissa yang masih terpaku.
"A-ayo," ajak Alex.
"..." Lissa masih tak bergerak.
Salah satu sudut bibir Alex naik sedikit. Menampakkan seringaian yang membuatnya semakin tampak panas.
Pria itu kemudian mendakati Lissa dengan merangkak pelan ke atas ranjang. Lissa yang menyadari adanya pergerakan di ranjang segera tersadar dari keterpakuannya. Gadis itu menatap horor Alex yang mendekatinya seolah tengah mendekati mangsanya. Lissa segera menutup matanya karena sedikit gugup.
Sudut bibir Alex semakin naik. Dengan gerakan tiba-tiba tangan kokohnya menarik Lissa ke dalam gendongannya. Membuat gadis itu menjerit kecil dan refleks mencengkram baju tidur Alex.
"A-apa yang ka-"
"Ayo, kita sarapan. Kita sudah melewatkan makan malam. Lagipula aku sudah mendengar suara perutmu yang meminta diisi," Alex segera memotong pertanyaan Lissa dengan sebuah pernyataan yang membuat gadis itu kembali memerah. Kaki-kaki Alex pun membawa mereka ke ruang makan agar mereka segera mendapatkan sarapannya menghiraukan Lissa yang semakin menyembunyikan wajahnya ke dalam dada bidang Alex.
Bibir Alex semakin berkembang. Sungguh dia tak menyangka menggoda istri mungilnya itu cukup menyenangkan. Ditambah dengan sikap malu-malu Lissa yang nyaris saja membuat ia menerkam gadis itu lagi.
Lissa tak berani mengedarkan pandangannya. Ia masih merasa sangat malu. Setidaknya dia cukup puas mendapat pelukan hangat Alex meski tatapanya hanya mendarat di satu titik.
"Hari ini aku masih akan menahannya," suara Alex menghapus keheningan diantara mereka.
Lissa mengernyitkan alisnya, namun wajahnya masih dia sembunyikan.
"Wajah malu-malu mu nyaris membuatku ingin melakukannya," suara Alex terdengar semakin dalam di ujung kalimat.
"Melakukan apa?" Alis Lissa berkerut semakin dalam diikuti dengan pertanyaan polosnya.
"Oh, astaga aku baru ingat kau lupa ingatan," Alex menjeda kalimatnya, "Melakukan sesuatu yang hanya dilakukan oleh sepasang suami istri yang saling mencintai."
Lagi-lagi Lissa sama sekali tidak mendapati maksud dari kalimat Alex. Tak tahan menahan rasa penasaraanya, mata gadis itu akhirnya menatap langsung ke wajah tampan Alex dengan raut penuh tanda tanya.
Sadar jika dirinya ditatap dari bawah oleh Lissa yang berada di dalam gendongannya, Alex menatap balik Lissa tak lupa dengan senyum manis yabg bertengger. "Kurasa aku harus mengajari dari awal. Tak apa, kurasa ini cukup menyenangkan," balas Alex riang.
"..." tak ada jawaban dari Lissa sungguh dia seolah masih di dalam sebuah tanda tanya besar.
"Nah, dari pada kau terus kebingungan mending kau makan," Alex berkata sambil memperbaiki posisi gendongannya ketika sudah mendekati meja makan. Namun, seolah masih tidak ingin melepaskan Lissa, pria itu mendudukkannya tepat dipangkuan pria itu tanpa memerdulikan tatapan dari dua orang yang tampak terkejut melihat mereka.
---
Hai anggap aja ini hadiah dari Ann. Makasih banyak buat comment n votenya yahhhh~~~~ Jarang" nih Ann fastupdet 😂😂😂😂
XOXO
Ann_
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Wife
Historical FictionAllisa, gadis pendiam dengan jutaan fantasi liar. Tak banyak yang dekat dengannya sebab dari kecil ia hanya memiliki Kai yang dianggapnya sebagai saudaranya. Tiga bulan terakhir, dirinya selalu bermimpi tentang pria tampan yang berteriak histeris sa...