"Kenapa kau terus menatapnya?" Pemilik suara berat itu berkata sambil menatap tajam Lissa. Wajah pria itu sedikit menunduk menatap langsung ke arah netra coklat milik Lissa yang bergetar ketakutan.
"A-aku...,"
"Kau menyukainya?" Suara Alex mendingin. Membuat Lissa semakin ketakutan. Dia tampak seperti seekor kelinci kecil yang akan dimangsa serigala besar.
"Ti...Tidak," Lissa berkata takut-takut tanpa berani menatap wajah marah Alex.
"Lalu, kenapa kau terus saja menatapnya?"
"A-aku...,"
"Tatap mataku, Lissa!" Perintah pria itu.
"..." Lissa tak menjawabnya. Namun, dahi gadis itu mengkerut dalam masih dengan wajah menunduk.
"Lissa tatap aku!!" Kali ini nada suara Alex meningkat. Dada pria itu berdebar kencang penuh amarah ketika melihat gadisnya menatap lama Kai. Apalagi setelah mendengar pernyataan dari Kai sebelumnya.
"Lissa!" Rasa amarah itu semakin mengebu ketika melihat Lissa yang masih terus keras kepala tak ingin melihatnya. Tangan besar miliknya memegang dagu Lissa menariknya kasar hingga leher gadis itu terasa sakit.
Tapi, Alex mendapati dahi Lissa yang tertekuk dengan tatapan kosong.
"Lisa, kurasa kau hamil,"
"Ha-hamil? Ta-tapi, bagaimana bisa?"
"Tentu saja bisa. Kalian sudah menikah. Oh Ya Tuhan, kerajaan ini akan segera mendapatkan pewarisnya. Aku tak sabar melihat kau memiliki bayi. Hal ini harus segera kita beritahu ke Alex,"
"Bayi?" Lissa berkata pelan dengan tatapan kosongnya. Tangan gadis itu bergerak perlahan di atas perut datarnya dengan mata yang memanas.
Sementara itu, Alex yang baru saja mendengar aatu kata itu tiba-tiba menegang. Tangannya yang masih memegang dagu Lissa bergetar dan jatuh di atas pundak Lissa.
Sungguh, demi apapun di dunia, dia benar-benar merasa takut. Pria itu takut jika Lissa mengingat semuanya sebelum dia menjalankan rencananya. Pria itu takut jika Lissa akan pergi jika dia mengingat semuanya.
"Bayiku?" Gumam Lissa selembut desau angin membuat napas Alex memberat.
"Lissa!" Lissa seketika tersadar dari -entah dia tak tahu apa barusan itu. Mata gadis itu seketika membelalak. Kedua tangannya bergetar sambil memeluk perutnya erat.
"Pergi! Pergi dariku!" Jerit Lissa sambil memukul Alex yang berada di depannya Mata gadis itu berair dengan hidung yang memerah. Lissa tak mengerti mengapa reaksi tubuhnya seperti ini. Dia merasa marah, takut, dan jijik setelah mendapat i-entah apa itu- kepada Alex.
"Li-lissa, kau kenapa?" Jantung di dalam rongga dada Alex seperti telah jatuh ke perutnya. Pria itu memucat takut. Dia benar-benar takut apalagi setelah melihat reaksi Lissa.
Apa dia sudah mengingatnya?
Tidak, itu tidak mungkin.
Tiba-tiba, tubuh Lissa melemah. Dia kelelahan tubuh dan jiwa. Napas gadis itu memelan diikuti dengan rasa kantuk yang mulai menyerang. Indra pendengaran gadis itu seketika menuli perlahan. Dia hanya mendengar sedikit teriakan panik Alex, "Tabib!"
---
"Apa lagi yang terjadi padanya?" Alex menatap tajam tabib tua yang baru saja juga datang sedang memeriksa tubuh Lissa.
"Nyo-nyonya, hanya merasa kelelahan, tu-tuan," jawab pria itu takut-takut sambil menundukkan kepalanya yang telah beruban.
"Bagaimana bisa?! Apa ramuanmu sudah tidak manjur lagi, hah?!"
Glek
Tabib tua itu menelan ludahnya.
"Nyo-nyonya, mengalami perjalanan yang panjang untuk dapat kembali kemari. Di-ditambah lagi dengan ma-masa lalu yang ada, ku-kurasa meskipun dia tak mengingatnya, jiwanya tetap tak me-menginginkan berada di tempat ini," jelas pria itu panjang kali lebar dengan suara pelannya takut menambah amarah dari Alex.
Dan sesuai dengan dugaan pria tua itu, mata Alex segera memerah. Buku buku tangannya memutih. Tangan besar pria itu sudah nyaris meninju wajah tua penuh ketakutan itu kalau saja dia tak ingat jika hanya pria itu yang satu-satunya mengetahui kondisi Lissa.
"Lalu, kenapa Albert tidak mengalami hal seperti Lissa? Kenapa dia tak lupa ingatan seperti Lissa?" Setelah menghela napas perlahan dan mencoba sedikit tenang pria itu bertanya dengan nada dinginnya.
"Tu-tuan ingat dengan nyanyian tengah malam di hari itu?" Setidaknya pria itu masih bisa mengehela napasnya karena melihat Alex yang masih bisa menahan amarahnya.
"Nyo-nyonya meminta untuk melupakan semuanya. Nyonya sama sekali tak ingin me-mengingat apa saja yang telah terjadi di tempat ini.
Na-namun, itu tak berlaku pada Pangeran Albert. Dia bisa terikut bersama Nyonya Lissa karena keinginan kuatnya untuk melindungi Nyonya padahal dia hanya orang biasa,"
"Lalu, kenapa kau mengatakan padaku jika gadis itu lupa ingatan karena terkena efek buruk?" Alex menekan setiap kata yang dia ucapkan sambil menatap tajam tabib tua itu.
Bruk
Seketika pria tua itu berlutut di hadapan Alex dengan wajah penuh ketakutan. Alex bisa saja memenggal kepalanya dengan segera, namun karena dia tidak ingin mati sia-sia pria tua itu memberanikan diri untuk memohon pengampunan, "Ampuni saya tuan. Saya juga awalnya mengira jika semuanya berasal dari sana. Namun, setelah mengetahui Pangeran Albert sama sekali tak melupakan apapun. Maka, hipotesis kedua sayalah yang paling memungkinkan saat ini. Da-dan itu memberikan kemungkinan jika nyonya suatu saat nanti akan mengingat semu-"
Sret
Terdengar suara desingan antara pedang besi dengan pelindungnya yang ditarik keras dari salah satu sisi tubuh Alex. Pria itu benar-benar merasa marah.
"Kau carikan cara untuk mencegah Lissa mengingat apapun tentang kehidupan sebelumnya. Apapun. Dan lakukan. Semuanya. Sebelum. Terlambat," tekan Alex dengan raut murkanya.
---
XOXO
Ann_
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Wife
Historical FictionAllisa, gadis pendiam dengan jutaan fantasi liar. Tak banyak yang dekat dengannya sebab dari kecil ia hanya memiliki Kai yang dianggapnya sebagai saudaranya. Tiga bulan terakhir, dirinya selalu bermimpi tentang pria tampan yang berteriak histeris sa...