Lissa POV
"Katakan padaku Kai. Darimana kau tahu jika aku akan ke Yorkshire?" Tanya Lissa. Entah sudah keberapa kalinya gadis itu bertanya kepadanya.
"..." dan entah untuk yang keberapa kalinya Kai hanya menjawabnya dengan senyuman.
"Aissshhh.., kau benar-benar menyebalkan Kai," gerutu Lissa sambil menyenderkan kepala mungilnya ke jendela bus.
Sudah tiga jam gadis itu berada di dalam bus untuk melakukam perjalanan ke sebuah desa indah. Gadis itu sudah membayangkan banyak hal seru yang bisa dia lakukan sendirian di tempat itu.
Namun, Kai menghancurkan segalanya. Pria itu memaksa ikut bersama Lissa. Padahal, Lissa sudah sangat yakin bila tak ada seorang pun yang mengetahui rencananya itu.
Langit tampak gelap. Bukan karena sudah waktunya sang mentari tidur, namun karena sang mentari kini ditutupi oleh sekumpulan awan hitam. Udara mulai mendingin tiap detiknya.
Lissa menghembuskan napasnya perlahan. Menciptakan uap panas yang bergerak naik di sekitar bibir. Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah jalanan yang tampak legang. Daerah itu berubah dari menit ke menit. Dari yang awalnya berupa ladang dengan beberapa rumah kecil, kini berubah menjadi hutan dengan pohon-pohon besar .
Wilayah itu kini berubah menjadi sedikit menyeramkan dan gelap. Mungkin efek langit mendung serta udara yang sedikit dingin.
Lissa menggosokkan kedua tangannya agar dapat menghangatkan tubuhnya sedikit. Dahi Lissa tiba-tiba berkerut, ketika netranya mendapati beberapa perumahan penduduk yang akhirnya mulai bermunculan setelah beberapa jam.
Namun, yang membuatnya semakin heran adalah keadaan tempat itu yang benar-benar mengerikan. Berbeda jauh dengan apa yang ada pada brosur.
Lissa menolehkan kepalanya ke arah Kai. Mendapati pria itu tengah menatap kosong rumah-rumah penduduk.
Lissa menghembuskan napasnya kembali. Berpikir apakah dia telah ditipu oleh nenek tua tempo lalu? Namun, nenek itu tampak begitu baik. Tidak mungkin wanita itu menipunya.
Lissa masih terus menatap ke arah jendela sambil menghela napasnya. Dia sedikit kesal dengan nenek yang tempo lalu ditemuinya. Yang gadis itu inginkan adalah liburan di tampat yang indah, bukan tempat menyeramkan seperti ini. Dan pada akhirnya dia mengakui jika dirinya telah ditipu mentah mentah.
Dimana kastil indah yang ada di brosur?
Dimana perumahan penduduk yang tampak begitu hangat?
Dimana taman-taman indah yang menjadi latar brosur itu?
"Huffftttt...," entah sudah berapa kali gadis itu menghela napasnya.
Tiba-tiba, bus yang mereka tumpangi berhenti di sebuah halte. Yap, halte. Hanya halte kecil. Bukan terminal maupun sebuah halte besar yang disesaki penumpang.
Yang ada hanyalah sebuah Halte yang tampak sedikit kusam dengan sarang laba-laba di pinggiran tiangnya.
Ketika Lissa masih tertegun karena terkejut dengan keadaan desa yang tidak sesuai dengan fantasinya, Kai seketika berdiri dari kursi penumpangnya. Kemudian, dengan sigap dia menganggkat koper kecil Lissa dan miliknya.
Kaki-kaki besarnya pun menuruni tangga bus dengan cepat seolah pria itu sudah tak sabar dengan petualangan yang mungkin akan mereka hadapi.
Lissa terkaget-kaget melihat antusiasme Kai meski tatapan pria itu tanpak kosong. Lissa pun bergegas mengikuti langkah Kai yang panjang dengan sedikit kewalahan.
Kaki-kaki Lissa yang kecil membuatnya semakin sulit mengejar Kai. Ketika dia sudah berada tepat di samping Kai yang berdiri tegak, Lissa memicingkan matanya tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Wife
Historical FictionAllisa, gadis pendiam dengan jutaan fantasi liar. Tak banyak yang dekat dengannya sebab dari kecil ia hanya memiliki Kai yang dianggapnya sebagai saudaranya. Tiga bulan terakhir, dirinya selalu bermimpi tentang pria tampan yang berteriak histeris sa...