11 - A.L.A.N

6K 985 313
                                    


****

"Kehamilannya memasuki usia lima minggu,"

"Janinnya bagaimana?"

"Meskipun janinnya sehat, tetapi akan lebih baik kalau tidak ada kejadian seperti ini lagi."

"Tidak perlu ikut campur urusan pribadiku,"

"Ingatkan saja untuk meminum vitamin dan menjaga pola makan."

"Kamu boleh pergi."

"Dan, tolong, jangan melakukan hal mengerikan seperti tadi."

****

Azuna Lilly Violan

Dua Puluh Tiga Tahun

****

Aku membuka mataku dengan ingatan yang masih kental tentang kejadian di dalam ruang Blue Eyes. Tentang aku, Brainkiller dan Alan. Semuanya seperti bohong. Kenapa aku sudah mati? Kenapa Blue Eyes berkata aku sudah mati dan tak ditemukan penyebab kematianku?

"Sudah bangun?" suara merdu Alan berdering di sampingku. Aku menoleh dan mendapatinya sedang duduk di sisi tempat tidur menatapku lama.

"Aku di mana?"

"Di pondok."

"Kenapa kita ada di pondok?"

"Aku ingin menebus waktu satu bulan saat aku pergi ke Jepang."

Aku terdiam. Mengamati Alan dengan saksama. Ia tampak rileks dalam balutan kaos lengan panjang berwarna merah hati. Saat tangannya terulur untuk membelai wajahku, aku hanya diam. Benarkah Alan tidak memiliki kepribadian ganda? Alan yang saat ini ada di depanku sama dengan Alan yang mencekikku di ruangan Blue Eyes?

"Apa kamu mengingat apa yang terjadi di ruangan Blue Eyes?"

Haruskah aku berkata bohong, "Ya."

Alan tersenyum, "Sepertinya fobiamu terhadap hujan sudah mulai hilang."

"Apa itu bagus?"

"Tentu saja."

"Tapi identitasmu terbongkar."

Alan terdiam, ia menjalankan tangannya di leherku. Ada rasa perih saat ia melakukannya. Tetapi itu juga memberitahukan padaku bahwa apa yang terjadi di ruangan Blue Eyes adalah nyata.

"Dari awal aku tidak berniat menyembunyikannya darimu, makanya kamu memiliki semua akses terhadap propertiku."

"Kenapa kepribadianmu berubah-ubah?"

"Aku hanya satu Lilly," Alan tersenyum. Kali ini di bawah sinar lampu yang terang, ia sama sekali tidak terlihat menyeramkan. Berbeda dengan senyum Alan di bawah bayang-bayang ruang Blue Eyes. "Aku yang mengontrol kapan aku harus ramah, diam, baik hati, penyayang, bahkan malu. Semuanya bisa aku kontrol."

"Kenapa aku?"

Aku sendiri tidak paham apa yang baru saja aku tanyakan pada Alan. Rasanya seperti dunia yang selama ini kutinggali mendadak berubah dan kamu sama sekali tidak pernah menyadarinya selama ini. Terlalu lama hidup dalam halusinasi sehingga tidak sadar ada banyak hal yang telah berubah.

"Karena aku peduli padamu, dari dulu sampai sekarang. Kamu menjadi bayang-bayangku, mengikuti setiap gerakku. Menjadi kelemahanku."

Aku tuli jika tidak dapat mendengar kemarahan dalam suara Alan. Masa-masa apa yang telah kulupakan dalam kehidupanku yang menyangkut tentang Alan, aku tidak tahu. Dan kuharap aku tidak pernah mengingatnya. Sehingga Alan tidak perlu menyakitiku lagi.

"Aku tidak mengingatnya."

"Tapi aku ingin kamu mengingatnya."

"Kenapa?"

"Agar lebih mudah membunuhmu."

"Kenapa harus mencari alasan jika tujuan akhirmu memang untuk membunuhku? Kenapa tidak lakukan sekarang dan tuntaskan semua masalahmu?"

Dadaku sesak. Perasaan terluka ini terasa asing. Kata cinta yang Alan ucapkan, sikap penuh kasih yang ditunjukkan oleh Alan selama ini, dan perasaan hangat dalam diriku yang selalu muncul saat melihat senyuman Alan. Semuanya palsu.

"Karena kamu tidak mengingatnya. Aku ingin kamu mengingatnya."

"Aku tidak akan pernah mengingatnya!"

"Oh kamu pasti ingat. Sama seperti rasa takutmu terhadap hujan yang mulai memudar."

"Kenapa kamu berpikir aku takut pada hujan, aku tidak—"

"Kapan terakhir kali kamu melihat hujan?"

Pertanyaan Alan membuatku terdiam. Jika ia bertanya terakhir kali, maka aku bisa menjawab saat di ruang Blue Eyes atau saat menyambut Alan pulang dari Jepang. Tetapi selain kedua momen itu, aku tidak ingat kapan aku melihat hujan. Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku merasakan rintiknya ditubuhku.

"Kamu tidak ingat, karena saat hujan turun kamu menjadi pengecut lalu mulai melupakan apa yang terjadi sebelumnya."

"Apa yang kusembunyikan dari diriku sendiri Alan?" tanyaku perlahan. Wajah Alan terlihat terkejut akan pertanyaanku itu. Tetapi ia langsung menggantinya dengan senyuman.

"Jika aku mengatakannya, kamu hanya akan melupakannya. Cari tahulah sendiri, Lilly."

"Berapa lama aku harus berada di sini?"

Alan bangkit berdiri, berjalan menuju pintu. "Satu tahun, atau sampai kamu melahirkan."

****

Published [29-06-2017]
Last Edited [07-05-2023]

Terima kasih sudah membaca! Jangan lupa berikan vote dan tinggalkan komentar ya. Sampai jumpa di chapter selanjutnya!

Salam sayang,
Amubamini.

Before The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang