14 - A.F.R.A

5.9K 961 163
                                    

****

Azuna Lilly Violan

Dua puluh empat tahun

****

"Kita tunggu di luar, kalau situasinya gawat atau Alan tiba-tiba muncul kita kabarin."

Dengan sebuah unit komunikasi terpasang lekat di telingaku, aku melangkah masuk ke rumah Ayah. Merasa menjadi agen-agen rahasia dalam film. Jika tidak ada asisten rumah tangga yang datang, maka Ayah pasti sendiri di rumah. Mungkin beliau sudah tidur. Aku menghampiri kamarnya pertama kali ketika aku masuk.

"Ayah?" panggilku pelan.

"Lilly!"

Ayah tampak kaget ketika melihatku. Ia segera bangkit dari kursi bacanya, langkahnya agak pelan karena usia tua membuat lututnya sakit ketika berdiri.

"Anak durhaka!" terkamnya langsung ketika sudah ada di hadapanku. Kukira aku akan ditampar atau sejenisnya. Tetapi Ayah malah memelukku. Aku baru sadar, hampir setahun aku tidak bertemu Ayah.

"Aku pulang, Yah."

Ia menatapku tajam setelah melerai, "Sudah ada cucu buat Ayah belum?"

Aku membayangkan bagaimana berserinya wajah Ayah jika melihat Melanie. Tetapi aku memilih untuk tak menjawab pertanyaan Ayah. Bukan karena aku ingin menyembunyikan Melanie dari kakeknya, tetapi aku tidak tahu apa yang telah dikatakan Alan pada Ayahku selama ini.

"Kenapa Ayah belum tidur?"

"Kenapa kamu mengendap-endap masuk rumah sendiri?"

Ah, aku hampir lupa karakter Ayahku yang suka menyerang balik.

"Aku nggak mengendap-endap,"

"Butuh apa kamu tiba-tiba pulang?" si Ayah sinis sekali rupanya padaku. "Sibuk sama suami, Ayah ditinggal!"

"Li, kabar dari Sarah yang mantau Alan. Pondok udah kosong dari sore tadi. Kita belum tahu Alan di mana."

Suara Amira membuatku tersenyum pada Ayah. Meskipun Amira mengatakan aku harus menemukan album foto buatan Bunda, tapi aku tidak tahu di mana. Satu-satunya cara adalah bertanya pada Ayah.

"Ayah tahu di mana album foto buatan Bunda?" aku bertanya hati-hati sambil membantu Ayah untuk duduk di kasurnya.

Ia menatapku cukup lama, tangannya bergerak untuk membelai kepalaku. "Kamu selalu simpan di bawah kasur di kamarmu, kenapa?"

Ayah berkata seolah sudah tahu apa yang membuatku mencari album tersebut. Mungkin, Ayah tahu mengenai sindrom aneh yang kumiliki. Aku menertawakan diriku akan pikiran konyol itu, tentu saja Ayah tahu! Bagaimanapun juga aku tinggal di rumah ini bersama Ayah sejak kecil.

"Aku mau—aku harus ingat, Yah."

Ayah tampak sedih. Matanya terasa gamang, seakan-akan Ia sedang mengingat apa yang telah ia lalui dulu saat aku diculik. Jika hal yang sama terjadi pada Melanie, aku juga pasti akan mengobrak-abrik dunia agar aku bisa menemukannya. Sekarang, aku mengerti bagaimana rasanya menjadi orang tua.

"Ayah lebih senang seperti ini, Lilly. Ayah ingin selamanya kamu nggak ingat. Ayah takut, ketika kamu ingat nanti kamu akan benci sama Ayah."

Kenapa Ayah takut kalau aku akan membencinya? Ragil, Faris, Amira dan semuanya mengatakan Ayah adalah pahlawannya. Ayah membantu mereka pulang ke keluarga masing-masing dan bahkan memberikan nama baru untuk menjaga mereka tetap aman. Tapi kenapa Ayah merasa bersalah?

"Tapi bukalah album itu, kamu menyimpan banyak hal di sana. Satu hal yang perlu kamu ingat, semua ini bukan salahmu. Ayah yang terus mengabaikanmulah yang bersalah."

Ayah menepuk dan mengusap kepalaku sebelum aku beranjak pergi dan menutup pintu kamar dengan perlahan. Apakah aku siap untuk melihat rahasia dari hidupku yang tadinya kuanggap biasa saja?

Aura yang tak asing menerpa ketika aku memasuki kamarku dulu. Tidak ada yang berubah, hanya saja kamarku benar-benar terlihat tak berpenghuni. Aku meraih ke bawah kasur. Ada sebuah kotak besar berwarna merah. Suatu tempat di mana aku menyimpan bagian-bagian hidupku yang tanpa sengaja telah kusembunyikan.

Tampak berdebu, seolah sudah bertahun-tahun tidak disentuh. Atau memang tidak pernah kusentuh, dan semua ini hanya kebohongan yang diciptakan oleh kelompok A.F.R.A.? Afra tidak muncul di Great House. Mereka pun tidak mengatakan Afra ada di mana. Aku harus memastikan semuanya terlebih dahulu.

Album foto yang dimaksud Amira ada ditumpukan paling atas. Begitu lebar hingga menutupi seluruh barang yang ada di bawahnya. Kukeluarkan album tersebut. Membuka halaman pertama kemudian halaman kedua dan halaman selanjutnya lalu selanjutnya.

Semuanya tentang sosok anak kecil bernama Afra Daniel.

Dalam foto terakhir, anak laki-laki itu berdiri kesal. Tas ransel kebesarannya ia abaikan di tanah sedangkan matanya menatap marah pada anak perempuan di sampingnya. Mulutnya seperti sedang mengucapkan kata 'cih'. Tangan-tangan mungilnya bertolak di pinggang, satu kakinya terangkat sedikit. Ingin menyalurkan kekesalannya pada bumi dengan mengentakkan kaki.

Anak perempuan di sampingnya sedang duduk tenang di atas kursi beton. Rambutnya pendek sebahu dan pundaknya yang kecil tampak mengenakan tas berwarna hijau muda. Kakinya seperti sedang diayun-ayunkan dan ia tampak menikmati wafer coklat ditangannya.

Di bawah foto itu, tertulis dengan rapi sebuah kalimat.

Lilly dan Afra. Sahabat.

Setitik air mata jatuh membasahi tulisan itu. Kenapa aku menangis? Kenapa aku menangis ketika menatap wajah kesal dari anak laki-laki bernama Afra? Kenapa aku menangis ketika memperhatikan tali sepatunya yang tidak terikat dengan benar?

Lilly!

Sekarang aku mulai berhalusinasi lagi. Kenapa aku mendengar suara Afra? Kenapa aku bisa tahu kalau itu suara Afra?

Nanti kita pulang sama-sama.

Kudorong jauh album tersebut. Siapa Afra? Bagaimana bisa Ia menjadi sahabatku bahkan ketika aku tidak bisa mengingatnya sama sekali! Lalu kenapa aku merasa sesedih ini ketika aku tak mampu mengingatnya. Seolah aku telah berbuat jahat dengan cara melupakannya.

Anak perempuan boleh menangis, kalau anak laki-laki nggak boleh.

Lilly!

Lilly!

Diam! Jangan panggil namaku! Aku tidak bisa mengingatmu! Tolong jangan panggil aku!

Lilly! Sembunyi di sini!

Maaf!

Lilly!

Kumohon diam. Kumohon hentikan.

****

Terima kasih telah membaca! Jangan lupa berikan vote dan tinggalkan komentar ya. Untuk versi yang lebih lengkap dapat dibaca melalui Karyakarsa.com/Amubamini. Bagian yang diupload melalui wattpad hanya cuplikan beberapa bagian saja ya. Jika tidak ada halangan, cerita ini akan di update setiap Rabu dan Jumat, hanya saja ada beberapa chapter yang mungkin tidak dipublikasikan di Wattpad.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya!

Salam sayang,Amubamini

Before The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang