Bagian 30

1.7K 46 0
                                    

*Erinna POV*

Hari ini aku memang pulang sedikit sore karena sepulang sekolah nanti akan ada rapat tentang lomba paduan suara antar SMA. Sehabis itu, aku juga harus menjalankan kewajibanku untuk membersihkan kelas. Gita, dia sudah pulang terlebih dahulu karena ada urusan mendadak.

Alhasil, saat aku pulang sekolah sudah sangat sepi. Hanya ada beberapa siswa yang sedang mengikuti ekstrakurikuler marching band yang memang itu jadwal rutin mereka untuk latihan.

Aku berjalan perlahan menyusuri koridor yang sudah sepi ini. Hingga pada saat aku sudah berada di area parkir, ada seseorang yang memanggil namaku.

"Erinna."

Aku tidak langsung menengok, mungkin saja itu hanya pikiranku. Tapi, suara itu kembali muncul.

"Erinna."

Kali ini, aku mengedarkan pandanganku untuk mencari sumber suara. Ternyata seorang pria paruh baya yang berada jauh di sebelah kiri ku tengah tersenyum kepadaku. Ku yakin, pasti dia yang tadi memanggil namaku.

Perlahan aku berjalan mendekatinya. Sepertinya aku sudah tak asing dengan wajahnya, ternyata benar itu adalah papaku. Awalnya aku ragu, sehingga aku memundurkan langkah ku saat jarak ku mulai dekat.

Namun, pria itu tersenyum dan berjalan mendekatiku. "Halo, anak papa. Apa kabar nak ? Papa kangen sama kamu."Ucap andi, papa erinna.

Aku dibuat ketakutan dengan kedatangan papa. "Pap..papa mau app..apa ?" ucapku gagap.

"Jangan tegang gitu dong. Papa cuma mau ketemu kamu. Papa menyesal sudah meninggalkan kalian semua. Papa ingin menebus semua kesalahan papa sama kalian. Maka, papa mau ngomong sama kamu, karena cuma kamu yang akan mendengarkan penjelasan papa. Papa mohon rin, tolong dengarkan penjelasan papa kali ini saja."Ucap papa suaranya terdengar lirih.

Mendengar penjelasan papa, Aku merasa tidak tega. Aku merasa iba terhadap papa. Mungkin ini jalan agar keluargaku bisa utuh seperti dulu.

Aku tersenyum. "Iya arin mau denger penjelasan papa. Tapi papa harus janji, papa akan kembali ke rumah sama aku, mama dan kak erlinda." Ucapku.

Mendengar itu, papa tersenyum bahagia. "Iya sayang, papa janji. Makasih kamu udah kasih papa kesempatan untuk bicara. Kita bicara di restoran ya, sekalian makan siang. Kamu belum makan kan ?"tanya papa. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban. Kebetulan sekali, perutku memang sudah berteriak minta isi. Kami pun melaju meninggalkan halaman SMA Cempaka.

Sepanjang perjalanan, aku merasa papa sudah kembali seperti dulu. Hangat dan humoris, kami tak henti-hentinya tertawa karena lawakan papa.

"Rin kamu laper banget ?"tanya papa. "Mmm, ngga juga sih pa. Memangnya kenapa ?"ucapku berbohong. "Kalau mampir dulu ke rumah teman papa, boleh ?"tanya papa.

Untung aku tadi menjawab bohong, kalo jujur bisa malu. "Iya, gapapa kok pa."jawabku sambil tersenyum. Papa pun melajukan mobilnya menuju rumah teman papa yang dimaksud.

Namun, tiba-tiba papa menghentikan mobilnya di depan rumah tua yang sangat menyeramkan. Jujur, aku sangat takut. Ada perlu apa papa mengajakku kesini ? Akhirnya aku pun memberanikan diri untuk bertanya pada papa.

"Pa, kita ngapain kesini ?"tanya erinna. "Diam kamu, jangan banyak bertanya. Cepat turun."ucap papa tajam. Aku sangat takut sekali mendengar ucapan papa yang seperti membentakku. Sebenarnya ada apa ini ? Ya tuhan tolong aku.

"A... Arin gak mau. Arin takut pa."ucapku. Tanpa diduga papa malah turun dari mobil terlebih dahulu. Aku hanya melihat kepergian papa dengan tatapan penuh dengan ketakutan. Tak lama, papa datang lagi bersama dua orang pria berbadan besar yang dipenuhi tatto di tubuhnya. Dan itu semakin membuat aku ketakutan.

Papa membuka pintu mobil, dan dua pria itu langsung menyeret ku tanpa perasaan. Lenganku terasa sakit, akibat cengkraman salah satu pria tadi. "Aww, sakit pa. Arin mau dibawa kemana ?"tanyaku.

"Diam kamu. Ini karena perlakuan mama dan kakak kamu terhadap saya. Mereka sangat kurang ajar terhadap saya, mereka tidak menghargai saya lagi."ucap papa terlihat sangat emosi sekali.

Air mataku mulai menetes membasahi pipiku. Aku sangat ketakutan sekali. Apalagi sekarang dua pria itu mengikat tubuhku menggunakan tali di sebuah bangku tua.

"Pa, tolong erinna pa. Sakit, erinna gak kuat."ucapku meminta pertolongan. Namun, papa seperti tak mendengar permintaan ku. Dia dan kedua pria itu malah tertawa melihat keadaanku.

"Pa arin minta maaf, Maaf kalau sikap mama dan kak alin sudah keterlaluan kepada papa. Tapi arin mohon, arin mau pulang."ucap erinna.

Papa dan kedua pria tersebut meninggalkan ruangan ini, entah kemana mereka pergi. Tinggalah aku sendirian di ruangan gelap ini. Aku hanya bisa menangis, karena aku sangat ketakutan sekali.

Karena terlalu lama menangis, akhirnya aku lelah dan tanpa sadar aku telah tertidur pulas dalam keadaan seperti ini.

Keesokan harinya...

Kepalaku terasa berat sekali, seluruh tubuhku rasanya sangat pegal. Aku membuka mataku, dan betapa terkejutnya aku ketika mengingat kejadian kemarin bukanlah mimpiku. Kejadian kemarin benar-benar terjadi. Aku masih berada di ruangan yang mengerikan ini. Posisiku juga masih seperti ini. Pantas saja tubuhku terasa sakit sekali.

"Papa, tolongin arin. Keluarin arin dari sini pa. Arin takut."ucapku berteriak dengan sisa tenagaku. Jujur saja, aku sangat lemas. Aku memang belum makan sejak kemarin siang.

Tiba-tiba datanglah dua pria, yang sepertinya asisten papa yang ditugaskan untuk menjaga ku agar aku tidak kabur.

"Diam, percuma kamu teriak-teriak tidak akan ada yang mendengar teriakan kamu."ucap salah satu pria tersebut.

"Sebenarnya apa maksud kalian membawa ku kesini ?"tanyaku sambil menangis.

"Karena bisnis pak andi hampir bangkrut, sehingga pak andi akan menjual kamu kepada rekan bisnisnya."ucap pria satunya lagi.

Aku membulatkan mataku tak percaya. Pikiranku melayang. Sementara itu, dua pria bodoh itu malah berdebat karena kesalahan salah satu pria yang membeberkan rahasia mereka kepadaku.

"Apa benar papa tega melakukan itu kepadaku ? Apa benar papa akan menjualku ? Ya tuhan aku takut. Tolong aku. Mama, kak alin.. Arin takut... Tolong arin ma.. ka.. "Batinku.

"Pokoknya aku harus bisa kabur dari sini, aku gak boleh lemah. Aku harus berjuang."ucapku menyemangati diriku sendiri.

Terima kasih sudah membaca
Jangan lupa Vote dan comment

My Twin Sister (ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang