Bagian 44

1.6K 45 1
                                    

Setelah mengetahui bahwa dhefin mengalami kebutaan. Erinna semakin kehilangan semangat hidupnya, ia tak habis pikir keluarganya menyembunyikan semua ini darinya.

Erlinda juga sering keluar, bilangnya mau cari angin segar. Padahal erinna tau erlinda pasti pergi ke ruang rawat dhefin. Hingga akhirnya, erinna berniat melakukan sesuatu untuk dhefin.

***

Kamar rawat dhefin saat ini hening, tak ada siapapun kecuali dhefin. Mamanya sedang mengurus biaya perawatannya di bagian administrasi.

Tak lama pintu kamar rawatnya berdecit menandakan seseorang masuk. "Apa kabar?"tanya erlinda. Dhefin hanya tersenyum tipis.

"Gini aja dari kemaren, gaada peningkatan."balas dhefin acuh. "Mana dhefin yang selalu semangatin erinna biar cepet sembuh. Lo juga harus bisa dong nyemangatin diri sendiri."ucap erlinda.

"Gue udah ga berguna. Sekarang gue cuma bisa ngerepotin banyak orang."ucap dhefin. Hening sejenak.

"Erinna masih belum tau keadaan gue?"tanya dhefin. "Ngga, gue gak tega ngasih taunya. Walaupun akhir-akhir ini dia sering banget ngelamun. Dia juga sering nanyain lo. Gue kasian banget sama dia."ucap erlinda.

Pintu putih itu terbuka dan munculah sosok pria paruh baya. Itu ayah dhefin. "Papa ganggu ya?"tanya galih saat mengetahui bahwa anaknya sedang berbicara dengan seorang gadis.

Entah mengapa erlinda hanya mematung melihat papa dhefin. Karena ini adalah pertemuan pertama dirinya dengan papa dhefin setelah kejadian itu.

"Ngga kok pa. Papa udah pulang?"tanya dhefin. "Hari ini papa gak ke kantor, lagian kerjaan di kantor tidak terlalu banyak."balas papa dhefin.

Sepertinya erlinda sudah terlalu lama melamun dan itu sangat tidak sopan menurutnya. Erlinda berdehem sebentar untuk menetralisir kegugupannya.

"Saya erlinda om, teman dhefin."ucap erlinda sambil mengulurkan tangannya. Galih membalas jabatan tangan itu dan tersenyum.

"Saya sudah tau, kamu anak dari Andi Santoso kan?"tanya galih. Erlinda tersenyum kikuk. Mengapa ia jadi bodoh seperti ini, papa dhefin pasti mengenalinya.

"Saya belum sempat meminta maaf atas kejadian itu om. Waktu itu saya memang ingin melakukan yang terbaik untuk--"

"Tak apa, om mengerti. Apa yang kamu lakukan sudah tepat. Kamu perempuan hebat yang berani membela keluarga kamu. Om bangga sama kamu."ucap galih.

Lagi lagi erlinda hanya membalas dengan senyuman. "Papa disuruh mama buat jaga kamu karena katanya mama bakalan lama. Tapi kamu udah ada yang jaga, papa keluar aja deh kalo gitu. Gaenak ganggu yang pacaran."ucap galih sambil tersenyum.

Erlinda kaget mendengar penuturan papa dhefin. "Apa sih pa? Aku sama erlinda cuma temen kok."ucap dhefin ironis. "Ya keberadaan papa pasti ganggu disini. Papa keluar aja lah, cari udara seger. Erlinda, om titip dhefin ya kalo ada apa-apa kamu segera beritahu om dan tante."ucap galih sambil berlalu keluar kamar rawat dhefin.

"Baik om."ucap erlinda ramah. "Kok kaya tegang gitu sih?"tanya dhefin begitu ia merasakan papanya sudah keluar dari ruangan ini.

"Tegang gimana?"tanya erlinda bingung. "Yaa kaya tegang kalo ketemu camer."tutur dhefin sambil terkekeh. "Dih apaan sih? Pede banget."balas erlinda.

Namun tak lama pintu itu kembali terbuka dan munculah sosok yang sangat menyebalkan menurut dhefin.

"Halo bro."sapa andhika.

"Ck, ngapain sih lo kesini? Ganggu aja."ucap dhefin.

"Sebagai sahabat yang baik sudah sepantasnya gue nengok lo. Sorry nih gue baru dateng sekarang, lo kan tau kelas 12 emang lagi sibuk banget."ucap andhika enteng.

Mendengar itu dhefin jadi diam membisu. Erlinda memberi pelototan tajam kepada andhika. Andhika malah menggaruk tengkuknya yang erlinda yakin tidak gatal.

"Minta maaf."ucap erlinda pada andhika, hanya gerakan bibir tanpa suara. "So-sorry bro gue gak maksud buat--"

"Ga usah minta maaf. Lo gak salah."ucap dhefin datar. Setelah itu suasana menjadi canggung. Bukan andhika namanya kalau tak bisa mencairkan suasana.

"Yaelah bro, lo kenapa jadi baperan gini sih. Semangat dong buat sembuh, jangan ngeluh. Kita semua berharap lo bisa balik lagi ke sekolah. Dan lo tau? Si siti nitip salam buat lo. Sebenernya sih satu sekolah titip salam buat lo. Tapi cuma si siti yang pake bonus coklat, nih."ucap andhika sambil menyerahkan sebatang coklat dari dalam tas nya.

"Lah? Ngapain tuh anak ngasih coklat buat gue. Emang gue cewek dikasih ginian."balas dhefin kembali menyebalkan. "Gue kasih lo aja deh coklatnya."lanjut dhefin.

"Buat gue?"tanya andhika. "Yee bukan, coklatnya gue kasih erlinda."ucap dhefin. Erlinda mengerutkan keningnya. "Tapi kan itu dari temen lo, masa lo kasih ke gue?"tanya erlinda.

"Gapapa lagian coklat ini kan udah jadi milik gue. Dan sekarang gue kasih coklat ini buat lo. Katanya cewe suka kalo dikasih coklat."ucap dhefin sambil tersenyum. Erlinda sempat berfikir ragu.

"Mau diambil ga nih? Kalo engga buat gue aja deh, gue lagi pdkt tar gue kasih ke gebetan gue."ucap andhika sambil tersenyum ga jelas.

"Ih enak aja."ucap erlinda cepat sambil mengambil coklat itu dari tangan dhefin. "Dasar cewe gengsinya gede bener."ucap andhika.

"Daripada lo, sok sokan puitis bikin puisi trus di bikin snapgram. Galau mulu lo tiap hari."ucap erlinda. "Sekarang gue udah ga galau lagi karena sudah menemukan tambatan hati gue."ucap andhika sambil tersenyum bangga.

"Siapa lagi yang bakal jadi korban lo selanjutnya?"tanya dhefin. "Lah kok korban? Emang selama ini gue penjahat? Gue tuh udah janji sama diri gue sendiri kalo gue bisa dapetin yang ini gue bakal stop galau gak penting dan gue bakal berubah menjadi lebih baik lagi."ucap andhika dengan bangganya.

"Udah kaya kampanye calon rt lo."balas dhefin. Ponsel erlinda berdering tanda panggilan masuk. Dilihatnya nama yang tertera di ponselnya. "Adena"

"Gue angkat telfon dulu. Adena nelfon."ucap erlinda sambil berjalan keluar ruangan.

"Halo na."

"Erlindaaa gue kangen banget sama lo."

"Lebay banget lo, kalo kangen sini aja."

Bukannya jawaban, erlinda malah mendapat suara tangisan di sebrang sana.

"Lo kenapa nangis?"

"Gue sedih karena gak bisa jadi sahabat yang berguna buat lo. Gue gak bisa temenin lo saat masa masa sulit dalam hidup lo. Bahkan sekarang kak dhefin juga dapet musibah dan gue ga bisa ada di sisi lo sekarang. Gue belum siap kalo buat dateng ke rumah sakit lagi lin."

Erlinda menghela nafas, ia sangat mengerti mengapa sahabatnya itu tak mau menginjakkan kaki di rumah sakit lagi. Itu karena trauma masa lalu yang pernah dialami adena.

"Lo udah bantu gue banyak banget na. Lo selalu catet materi penting selama gue gak sekolah. Dengan begitu gue gak merasa ketinggalan pelajaran. Itu udah lebih dari cukup buat gue."

Memang sejak erinna dan dhefin berada di rumah sakit erlinda jadi malas berangkat ke sekolah. Ia hanya pergi ke sekolah 3 hari dalam seminggu. Dan ia tak takut dikeluarkan dari sekolah, karena pikirnya jika erinna tidak bisa merasakan lagi bangku sekolah lalu untuk apa ia bersekolah. Sebuah pemikiran yang dangkal memang.

"Na, gue tutup ya telfonnya."

"Iya lin, lo harus kuat ya lin. Karena gue yakin lo adalah alasan erinna dan dhefin buat sembuh."

Erlinda mematikan sambungan telfonnya setelah mengucapkan terima kasih.

Terima kasih sudah membaca
Jangan lupa Vote dan comment

My Twin Sister (ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang