Semaraknya kantin sewaktu istirahat itu, tetap bisa menyeimbangkan ibu-ibu rusuh yang lagi nawar dagangan di pasar.
Ah tapi ini ribut ala pelajar. Teriak-teriak karena takutnya si pedagang congek. Atau gara-gara antreannya diserobot sama anak-anak yang nggak tahu malu.
Tapi, enaknya sih yang menang undian atau sering disebut suit. Si temen yang kalah suit ribut mesen makanan, eh dia malah ngaso nempatin tempat duluan. Sambil wifi-an riang, sedangkan temennya sesak napas karena dikerubungi massa.
Teman nggak tahu diri.
Contoh realitanya sekarang. Gibran dan Tena asyik memandangi Fahri yang berkali-kali didorong dari belakang. Bukannya mau menolong, Gibran dan Tena malah mencemooh Fahri dari jauh.
Mereka sebenarnya agak nggak tega sih. Ya mau bagaimana lagi. Gara-gara Fahri nggak bisa jawab pertanyaan Bu Rahmi --sang guru matematika, sekelas harus kehilangan hampir separuh jam istirahatnya.
Sebenarnya sudah bisa ditebak. Bu Rahmi kayaknya sengaja milih Fahri, biar bisa motong waktu istirahat.
Eh astaga. Kok suuzon banget ya?
Oke, namanya kaum pelajar. Kalau ada yang bikin sial salahin guru. Kalau ketiban untung, baru ngaku-ngakunya usaha sendiri.
Untung saja Gibran dan Fahri dapat tempat. Awalnya sih nggak kosong. Tapi karena penghuni awalnya udah beres makan, jadi mereka yang giliran nempatin.
"Elo nggak kasihan sama Fahri, Gib?" tanya Tena pada Gibran.
"Biar tau rasa tuh anak!"
Gibran juga sama kesalnya kayak teman sekelas lainnya. Siapa juga yang nggak kesal waktu istirahat yang sedikit eh malah dipotong seenak jidat. Apalagi sewaktu jam matematika. Gibran si ranking satu aja gendok. Apalagi yang di bawah Gibran.
Harusnya mereka sadar juga sih! Fahri yang lebih memprihatinkan. Udah disuruh ke depan, diceramahin, disalahin, dipotong pula jam istirahatnya. Enak mereka yang cuma bisa nontonin.
"Elo mending susul deh, Ten!"
Tena memelotot tak terima. "Idih! Ogah! Elo aja. Kalo elo yang ke sana, pasti lautan manusia itu bakalan terbelah kaya laut merah yang dibelah Nabi Musa," jelas Tena panjang lebar dan lebay.
Gibran sebenarnya malas. Tapi dia juga punya hati seputih salju. Karena nggak tega lihat muka Fahri yang hampir menangis, akhirnya Gibran bangkit. Sang pahlawan akan datang membela yang lemah. Oke, ini sudah cukup berlebihan.
Sepeninggalnya Gibran, Tena dilanda kegabutan yang hakiki. Cowok ganteng si ranking tiga itu mengedarkan pandangannya. Takutnya ada yang kenal. Apalagi meja yang ia tempati masih kosong meski ada Gibran dan Fahri. Sekalian beramal buat ngegantiin dosa lantaran mengejek Fahri tadi.
Bagai pucuk datang, ulam pun tiba. Mira datang bersama besfriendnya. Alias cewek iblis yang entah hidayah darimana, namanya bagus kebalikan dari kelakuannya.
Keduanya, ah enggak. Tapi Mira saja yang kelihatan kebingunan nyari sesuatu. Kalau Agnes malah sinis lihatin orang makan. Nggak tahu deh mikirin apa dia.
Tena yang melihat mereka berdua, kontan melambaikan tangan. Mira yang duluan peka. Dan cewek itu berjalan ke arah Tena tak lupa membawa Agnes untuk mengekorinya.
Faktanya, Tena kesal kalau sudah ada Agnes. Sebab cewek itu kayak pembawa hawa buruk buat sekitar. Karena gini, ketika orang senyum pasti bawaannya kita ikutan senyum. Kalau lihat orang sinis, bawaannya mau nonjok. Belum apa-apa, udah kayak yang kesel. Gimana mau ngajak ngobrol.
Alhasil Tena menyapa Mira dan hanya mengajak bicara pada cewek itu aja.
"Elo baru ke luar kelas juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gibran itu... [COMPLETED]
Teen FictionBerawal dari ikrar sepihak, membuat hubungan Agnes dan Gibran kandas. Gibran yang masih menyayangi Agnes, kalang kabut dibuatnya. Lantaran hubungan keduanya terbilang baik-baik saja. Tidak ada konflik besar yang mendukung mereka untuk putus. Tapi...