"Gibran balikan?"
"Lho kok balik lagi sama iblis itu sih?"
"Ceweknya pake pelet kali ya."
Itulah bisik-bisik atau mungkin umpatan kesal bagi mereka yang dilewati pasangan muda-mudi yang saat ini saling menautkan tangan.
Cowok yang senyum semringah. Cewek yang mukanya dingin.
Perbedaan mereka terlalu kentara meski dilihat sekilas. Tetapi ritme jantung keduanya seirama. Sama-sama berdentum cepat. Menyalak rasa bahagia yang begitu membuncah.
Kata-kata negatif yang dikhususkan untuk Agnes, sama sekali tak ada gubrisan maupun balasan yang setimpal. Dunia yang diciptakan mereka berdua terlalu sayang dilewatkan hanya untuk menyahut bagi mereka yang iri. Lantaran jarang sekali Agnes menurut. Dan sekarang Gibran lagi-lagi sukses membuat Agnes takluk. Entah bagaimana caranya. Karena kali ini Agnes dibuat bungkam.
"Nanti istirahat bareng ya?" ajak Gibran tanpa melepaskan genggamannya setelah sampai di depan kelas Agnes.
"G-gak usah." Agnes gugup. Sentuhan Gibran memberikan rasa yang familier menjalar ke seluruh tubuh Agnes. Dan alhasil membuat Agnes lumpuh seperti sekarang.
"Jangan bohong lagi," sahut Gibran mengusap ubun-ubun Agnes menggunakan tangan yang menggenggam Agnes barusan, "Gue bukan cowok peka yang ngerti perasaan cewek kayak lo, Nes."
"Gue nggak suruh lo peka sama perasaan gue."
Gibran tersenyum. "Jangan dimajuin bibirnya. Kode minta cium ya?"
"GIBRAN!" bentak Agnes dan membuat cowok itu langsung ngacir ke kelas sebelah. Pipi Agnes dibuat bersemu. Untung saja Gibran tak melihat. Bisa-bisa harga diri Agnes turun beberapa derajat.
"Cie yang makin anget," sindir Mira ketika Agnes tiba di kursinya.
Agnes mendengus kesal seraya menoleh, "Elo ngomong apa aja sama Gibran kemarin?"
Suara Agnes meninggi pertanda kalau emosinya sudah tersulut. Mira meneguk ludahnya sendiri susah payah dan telapak tangannya mulai dibanjiri oleh keringat dingin.
"Gu-gue--"
Agnes menghela napas pelan. Melihat Mira begitu ketakutan, berhasil memunculkan perasaan bersalah.
Agnes tak pantas marah. Justru harusnya ia berterima kasih karena Mira telah membuat hubungan Gibran semakin dekat. Meski ada selipan kesalahpahaman, Agnes tak menapik kalau dirinya sendiri bahagia.
Kendati seperi itu, hubungan seperti ini terlihat salah. Gibran dan Agnes hanya sekadar mantan pacar. Tidak ada etikanya sama sekali sepasang adam dan hawa itu menjalani hubungan layaknya kekasih yang saling mencintai sedangkan hubungan mereka sudah kandas.
Terlihat manis namun ada perih jika diulik lebih rinci lagi.
"Gue hargai pertolongan elo, Mir," Agnes mulai berucap lembut, "Tapi kalo lo keberatan, jangan lakuin ini."
Agnes berusaha tetap bersikap dingin menutupi rasa memohon dalam ucapannya.
Mira mengangguk paham. Rasa takutnya sedikit demi sedikit hilang. Digantikan oleh rasa lega ketika Agnes mengatakan pernyataan itu lebih lembut.
"Iya, maafin gue juga, Nes," ujar Mira menundukkan kepalanya, "Gue cuma mau liat lo sama Gibran bareng lagi."
"Jangan urusin hubungan gue sama dia. Elo pikiran aja perasaan elo sama cowok yang lo suka."
Mira seketika terperanjat. "Elo tau?"
Agnes menganggukkan kepalanya kemudian melepas ransel yang baru disadari masih digendongnya. "Terlalu keliatan, Mir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gibran itu... [COMPLETED]
Genç KurguBerawal dari ikrar sepihak, membuat hubungan Agnes dan Gibran kandas. Gibran yang masih menyayangi Agnes, kalang kabut dibuatnya. Lantaran hubungan keduanya terbilang baik-baik saja. Tidak ada konflik besar yang mendukung mereka untuk putus. Tapi...