Bab 24

593 39 3
                                    

Agnes sedang diberi tatapan laser oleh Mira. Setelah mendapat ranselnya kembali, pertanyaan Mirna mengenai keberadaan Agnes di jam pelajaran terakhir belum juga dijawabnya. Dan Mira saat ini tidak mengenal kompromi lagi dengan Agnes. Rasa canggungnya dikesampingkan dulu. Mira khawatir bukan kepalang. Agnes tiba-tiba menghilang di jam istirahat.

Jam yang harusnya Mira manfaatkan demi kebersamaannya dengan Tena, justru Mira dirundung khawatir. Pasalnya Mira sudah mencari kemana pun Agnes. Bahkan sampai sudut terkecil di sekolah pun sudah Mira kunjungi. Alhasil, nihil. Agnes tidak ditemukan.

“Gue habis dari UKS,” ucap Agnes dingin. Mira tidak semudah itu untuk percaya.

“Gue udah ke UKS dan di sana cuma ada anak kelas sepuluh. Dia juga bilang nggak liat lo di sana.”

Agnes gelagapan meski aura dinginnya masih menyelimuti cewek itu. Mira tidak habis pikir. Agnes yang tidak pernah bolos, kali ini melanggar aturan hidupnya sendiri. Sebenarnya apa sih yang ada di otak cewek itu? Kenapa begitu mudahnya pergi dan datang?

“Elo lagi ada masalah, ‘kan?”

“Gak ada. Kenapa lo nanya gitu?”

Please, Nes. Gue bukan cenanyang buat bisa baca pikiran elo,” ujar Mira lesu. Berusaha keras kepala untuk mengimbangi Agnes, tidak akan ada gunanya. Soalnya Agnes lebih keras kepala dari manusia yang paling keras kepala di dunia. Itu menurut Mira.

“Gue gak minta lo buat baca pikiran gue.”

“Tapi gelagat elo yang ngodein biar orang ngerti perasaan elo.”

“Emang lo siapa?” tanya Agnes bersama nada yang mulai terpancing emosi. “Gue gak minta lo peduli dan tau perasaan gue. Urusin hidup lo dulu. Jangan berusaha care sama gue, Mir,” sambung Agnes membuat Mira terdiam.

Mira tidak suka melihat Agnes yang berusaha kuat sendiri. Menahan sakitnya tanpa berbagi pada orang lain. Mira tidak peduli walau Agnes mendeklarasikan dirinya tidak perlu uluran orang lain. Nyatanya, Agnes terlalu mudah dibaca kalau cewek itu sedang menderita batinnya.

“Gue rasa lo harus ngasih banyak penjelasan sama gue,” ucap seorang cowok dingin membuat Agnes terpaksa berbalik. Dan mendapati Gibran sedang menatapnya dengan sorot mata tak kalah datar dari Agnes.

Gibran mendekat membuat jantung Agnes terpacu lebih cepat. Tapi, tetap tak mampu menunjukkan kalau cewek itu lemah.

“Elo kemana waktu istirahat?”

Bohong kalau Gibran tidak acuh sewaktu Agnes tidak menampakkan batang hidungnya. Cowok itu sukses kalang kabut mencari keberadaan Agnes yang tidak terdeteksi oleh indra apapun. Seakan-akan Agnes memang telah tertelan bumi.

Sejak Mira memberitahu kalau Agnes tidak ada sampai jam terakhir, Gibran tidak merasa tenang lagi. Otaknya serta-merta tertuju pada satu pertanyaan.

Dimana Agnes?

Dan setelah Gibran bertemu cewek yang sukses menguasai hatinya itu, ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.

“Elo gak tau kalo orang-orang khawatir sama elo, Nes?”

Agnes tak membalas. Dirinya terperosok pada sosok Gibran yang saat ini berbeda. Aura yang biasanya begitu terasa hangat, nyatanya sekarang Gibran membawa hawa dingin dan mencekam. Agnes yang keras hatinya, kini kelimpungan karena sikap Gibran yang berubah drastis seperti itu.

“Gue gak minta kalian khawatir sama gue.”

“Emang bukan lo yang minta, tapi kita,” timpal Gibran. “Kita yang mau karena kita peduli sama elo, Nes.”

Gibran itu... [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang