Satu hal yang Agnes inginkan: bisa kembali ke masa lalu.
Pergi ke peristiwa itu? Malah akan menciptakan penyesalan baru.
Pergi ke masa kecil? Dirinya akan segera dewasa, dan penyesalan itu datang lagi.
Pergi ke tangan Tuhan kembali? Itulah yang terbaik. Tak pernah tercipta dan tak pernah terlahir. Tak pernah punya masalah dan tak pernah merasa sakit.
Lebih baik seperti itu, 'kan?
Namun, semuanya mustahil berjalan mundur. Ia terlanjur menghirup oksigen di bumi. Membuat banyak dosa yang harus ia pertanggungjawabkan di kemudian hari. Dan menciptakan siksa abadi. Jadi, apa yang harus ia pilih selanjutnya?
Agnes hanya ikut bagaimana arus takdir membawanya.
Ruang dokter menjadi pilihan Geryl serta keluarga Pak Ino -Bapak Agnes untuk menunjukkan kebenaran yang ia simpan selama dua tahun ini. Pria itu masih memikirkan reputasi Pak Ino yang akan memburuk jika rekaman itu didengar di depan publik. Beruntung, dokter yang mengurus Dendi pengertian pada konflik keluarga Pak Ino.
Omong-omong, Dendi dipindahkan ke ruang ICU. Selama operasi belum dilaksanakan, anak itu akan diawasi ketat jika ada gejala yang mununjukkan penyakitnya semakin parah.
"Sebelumnya saya minta maaf telah menyembunyikan hal ini pada keluarga Bapak," tutur Geryl rendah diri. "Saya takut Bapak kembali menuntut keluarga saya."
Bapak mendengus. "Percuma kamu katakan itu. Semuanya tetap berasal dari anak setan itu."
Geryl hanya bisa menghela napasnya. Sesuai ekspetasinya, Pak Ino pasti akan membencinya begitu cepat sewaktu pertama kali memperkenalkan diri. Tapi, melihat Pak Ino merupakan orang yang temperamental, mau tak mau Geryl harus siap. Lebih baik begini daripada terus-menerus didera rasa bersalah yang tak kunjung habisnya.
Agnes masih bergeming di dalam pelukan Ibu. Bapak hanya meliriknya sinis. Menahan diri untuk berlama-lama di dalam satu ruangan dengan anak itu.
Tak lama, Geryl mengotak-ngatik sebentar ponselnya dan disimpan ke atas meja yang dilingkari keempat manusia itu. Rekaman itu bermulai. Suara itu mulai terdengar. Tubuh Agnes menegang dan ibu semakin mengeratkan dekapannya berharap sang putri dapat lebih kuat.
"Agnes nggak salah, Kak. Agnes baik sama Genta. Semua orang sudah salah paham sama dia, Kak."
"Kenapa kamu bilang gitu, Gen?"
Beberapa jeda sejenak setelah pertanyaan yang berasal dari Geryl itu terdengar. Semua orang menahan napasnya sebentar. Bersiap-siap kebenaran seperti apa yang akan tercuat.
"Waktu itu Genta udah pake barang haramnya, Kak," suara batuk terdengar. Cowok di dalam rekaman itu seperti sedang menahan sakit yang teramat hebat. Suaranya serak sarat maut yang mulai menghampirinya. Tetapi, tekadnya sudah melampaui ambang sakit yang harus ia derita.
"Agnes tiba-tiba datang ke kosan Genta. Dan bilang polisi d-datang. Genta nggak percaya dan ngusir Agnes. Tapi, dia malah maksa Genta untuk pergi."
Agnes semakin menyembunyikan wajahnya ke dalam pelukan Ibu. Penjelasan Genta terlalu deskriptif membuat dirinya kembali berkubang dalam kisah lama itu. Menyusun potongan-potongan film masa lalu dan kini berputar sedemikan jelas di salah satu ujung otaknya.
"Genta udah terpengaruh obat itu dan nggak bisa ngelawan Agnes. Genta ngalah dan ikut ke luar dari kosan Genta."
Tubuh Agnes bergetar. Puncak dari segala inti permasalahan hidupnya kini mulai terdengar ke udara. Bapak akan mengetahuinya. Ia tidak tahu apa dengan kebenaran seperti ini semua akan kembali normal?
KAMU SEDANG MEMBACA
Gibran itu... [COMPLETED]
Teen FictionBerawal dari ikrar sepihak, membuat hubungan Agnes dan Gibran kandas. Gibran yang masih menyayangi Agnes, kalang kabut dibuatnya. Lantaran hubungan keduanya terbilang baik-baik saja. Tidak ada konflik besar yang mendukung mereka untuk putus. Tapi...