Mira masih ingat kapan terakhir kali dia bermain setelah pulang sekolah bersama teman.
Ketika itu adalah hari terakhir ujian semester satu. Yang berarti untuk hari berikutnya, Mira tinggal menyelesaikan remedialnya yang masih bisa dihitung jari.
Seperti sudah menjadi sebuah tradisi, bukannya mempersiapkan remedial untuk hari Senin, Mira serta teman-temannya yang terdiri dari lima orang cewek menghabiskan waktu di tempat karaoke. Tempatnya sangat terkenal di Jakarta dan tentu membutuhkan budget yang besar. Dan demi sebuah pengakuan, Miralah yang membayar penyewaan tempat serta seluruh makanan yang dipesan teman-temannya.
Mira tidak menapik ada rasa yang mengganjal selama ia bersama teman-temannya itu. Kendati seperti itu, Mira berusaha menikmati kehidupannya sebagai remaja.
Mendapat pengakuan, kepopuleran, decakkan kagum dari beberapa orang, pernyataan cinta dari beberapa cowok serta kebahagiaan sewaktu bersama. Mira bahagia ketika masa itu.
Namun satu kebenaran menggodam telak ulu hatinya. Sewaktu ia hendak menyusul teman-temannya ke toilet milik tempat karaoke itu, Mira mendengar percakapan mereka yang nyaring sampai ke luar.
"Gue udah gerah sama si Mira. Dia ngerebut perhatian Bimo dari gue. Kapan sih kita ngeluarin dia dari grup kita?" ujar salah satu cewek.
"Sabar aja. Kita porotin dia dulu, trus rusakkin dia. Kalo udah jadi ampas, kita buang aja."
Mira saat itu benar-benar terpukul. Mira serta-merta meninggalkan teman karaoke tanpa membayar bill yang ia janjikan. Dan keesokkannya, Mira dijauhi bahkan dikucilkan.
Mira semakin pendiam. Mira menjauhi kumpulan cewek yang hendak mengajaknya kembali. Mira tidak ingin jatuh ke dalam lubang yang sama. Mira tidak ingin menyesal nantinya.
Dan ketika kenaikkan ke kelas XI serta penentuan jurusan, Mira bersyukur tidak sekelas dengan salah satu dari lima cewek yang membuat satu tahunnya di kelas X terpuruk. Namun, tetap saja Mira menjauhi sosialisasi. Hingga akhirnya Mira bertemu Agnes.
Mira terpaksa duduk di belakang bersama Agnes karena Mira memang menjauhi keramaian serta tidak ada kursi kosong lagi. Mira enggan berkomunikasi bahkan berkenalan dengan Agnes, sebab ia masih trauma untuk berteman.
Pada awalnya, Agnes dan Mira adalah sepasang orang asing. Tak ada kata sapaan maupun sepatah kata terucap. Mereka sibuk dengan pikiran dan ponsel masing-masing. Agnes yang enggan berteman dan Mira yang trauma dengan kata teman. Membuat keduanya tidak memiliki inisiatif untuk bersosialisasi satu sama lain.
Dan pada suatu hari, Mira mendengar beberapa orang membicarakan keburukan Agnes ketika makan di kantin. Manusia tak bernurani, iblis, nggak tahu diri dan umpatan lainnya, membuat Mira sendiri saja merasa sakit hati.
Hingga siluet Agnes tertangkap oleh ekor matanya. Agnes tengah mengantre di pedagang nasi goreng. Rautnya dingin menyiratkan tidak ada satu perasaan pun yang tersirat.
Sejak itu, Mira tahu, Agnes sama terlukanya dengan Mira.
"Elo ngelamun mulu," ucap seseorang menempelkan es krim di pipi Mira, membuat cewek itu terperangah lantas meraih es krim itu.
Mira tersenyum. "Gue lagi nginget-nginget aja kapan gue keluar main kaya gini sama temen."
"Emang kapan?" tanya orang itu setelah duduk di samping Mira.
Keduanya sama-sama duduk di kursi yang biasa ada di pinggir trotoar. Menikmati angin berembus sore hari.
Tena --orang yang saat ini bersama Mira entah dapat ide gila dari mana bisa mengajak Mira main. Entah itu ke tempat yang cukup membosankan seperti Monas dan taman di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gibran itu... [COMPLETED]
Teen FictionBerawal dari ikrar sepihak, membuat hubungan Agnes dan Gibran kandas. Gibran yang masih menyayangi Agnes, kalang kabut dibuatnya. Lantaran hubungan keduanya terbilang baik-baik saja. Tidak ada konflik besar yang mendukung mereka untuk putus. Tapi...