"Sebuah kecurigaan bisa membunuhmu."
Sudah sebulan lagi berlalu tetapi Kiara tetap tidak bisa menyelesaikan novelnya. Setiap hari ia sibuk dengan perkembangan Javon, apalagi saat ini Javon lebih banyak terjaga daripada tidur. Kiara sampai merasa tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
"Aaa.. aaa.."
"Javon mau minum susu?" Kiara tidak mengerti apa yang Javon katakan sedari tadi. Bayi itu terus menggenggam jari telunjuk Kiara dan mengoceh panjang lebar sampai air liurnya membasahi baju Kiara.
Sekarang Javon tersenyum lebar, seakan puas dengan gambar air liurnya pada pakaian Kiara. Kiara ikut tersenyum melihatnya. Javon semakin hari semakin membuatnya gemas. Untung saja ia memiliki pengendalian diri yang kuat, kalau tidak mungkin pipi Javon sudah habis digigitinya. Kiara bukan kanibal, tapi ia kadang tidak bisa menahan rasa gemasnya. Kiara pernah membaca artikel tentang sikap seperti ini di internet dan katanya hal itu wajar selama masih bisa dikendalikan.
Biasanya Kiara memuaskan keinginannya itu dengan mencubit pipi Javon pelan-pelan. Alih-alih menangis, bayi itu malah ketawa saat ia cubit. Sering juga ia menempelkan mulutnya di perut Javon lalu meniupnya sehingga Javon kegelian dan akhirnya tertawa hingga muntah. Semua masalah bayi umur 2 bulan sudah Kiara hadapi, entah apalagi yang akan ia hadapi selanjutnya.
Tetapi Kiara tidak khawatir, ia sudah menyiapkan alat keamanan bagi Javon. Bukan pistol, pedang, ataupun perisai, melainkan kain gendong dan mainan Javon yang akan selalu ia bawa kemana-mana. Dan juga susu Javon, benda itu sangat penting kalau tidak mau Javon menangis di tengah jalan.
"Maaf, itu adiknya nangis." Sebuah suara sopran membuyarkan lamunan Kiara.
"Makasih, Bibi. Tapi ini anak saya," Kiara tersenyum lalu menundukkan sedikit badannya.
Kiara berjalan keluar dari minimarket sebelum lebih banyak orang lagi yang menganggap Javon adalah adiknya. Ini semua karena wajah Kiara yang seperti anak kecil. Bahkan ia seringkali dikira anak di bawah umur saat hendak nonton bioskop. Alhasil, ia tidak bisa menonton apapun di bioskop.
"Javon, mommy harus ke kantor. Javon gak apa-apa kan ikut mommy?"
Javon sepertinya tidak mendengar ucapan Kiara karena suara ricuh kendaraan di sana, Kiara sampai lupa kalau sekarang mereka sedang berada di trotoar jalan. Lampu lalu lintas menunjukkan warna hijau, artinya ia harus menunggu selama 30 detik untuk menyeberang dan mencapai halte bus.
Kiara terus menatap kendaraan yang berlalu-lalang di depannya. Sudah lama ia tidak melihat semua aktivitas normal ini, selama ini ia selalu berada di apartmentnya karena tidak tega meninggalkan Javon sendiri. Namun karena sekarang Javon sudah berusia 2 bulan, ia bisa membawa Javon keluar sebentar.
Lampu lalu lintas kini menunjukkan warna merah. "Nah kalau lampunya warna merah, artinya kita bisa jalan." Kiara sengaja menjelaskan hal itu pada Javon sekalipun bayi itu tidak akan mengerti.
Kiara mulai melangkah bersama para pengguna jalan lainnya. Namun sebuah pemandangan membuat tubuhnya sedikit membeku hingga tanpa sadar kakinya berhenti melangkah. Pria itu terus berjalan ke arahnya tetapi Kiara hanya bisa diam. Hingga akhirnya pria itu menarik sebelah tangan Kiara agar segera menyingkir sebelum mereka berdua tertabrak.
"Lo kenapa sih? Gak seharusnya lo ngelamun saat nyebrang, kalian berdua bisa berada dalam bahaya."
"Ngapain lo di sini?" Kiara menghempaskan tangan Morgan dari tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby is Mine [COMPLETED]
Любовные романыMorgan hanya ingin mencari anaknya yang hilang. Namun Tuhan malah mempertemukannya dengan Kiara, penulis cantik yang galak, dingin, dan menawan. Semua hal tentang wanita itu selalu mampu membuat Morgan takjub dan terbuai. Akan tetapi bukan hanya Kia...