Alya sedari tadi tidak bisa berhenti mondar-mandir di hadapan Morgan. Ia merasa resah karena beberapa hari tidak bertemu dengan Javon. Entah setan apa yang merasukinya hingga membuat ia merindukan bayi mungil itu.
"Lo kenapa, Al? Abis mikirin perasaan cinta lo ke Morgan yang gak diterima-terima?" ejek Bryan.
Morgan memberi tatapan tak sukanya kepada Bryan. Mereka berdua sedang bermain Play Station, namun masih mampu mengganggu kenyamanan satu sama lain. Mesin permainan itu sengaja Bryan beli untuk menghibur Morgan. Ia merasa khawatir dengan Morgan yang tampak begitu menyedihkan dan tidak bersemangat beberapa hari ini.
"Diem lo! Gue lagi mikir!" balas Alya.
"Al, lo gak bosen di sini mulu? Gak mau kemana gitu? Gue anterin lo ke kebun binatang deh." Kini gantian Joseph yang mengganggu Alya.
"Lo semua riweuh banget sih? Yang punya apartment-nya aja biasa aja kalau gue di sini!"
"Alah! Dia mah pura-pura baik aja, padahal dari kemarin dia udah pengen nendang lo keluar dari apartment-nya," serang Edwin.
"Emang gitu, Gan?" Alya menatap teman-teman Morgan dengan tatapan sebal.
Morgan tak menjawab pertanyaan Alya dan lebih memilih melanjutkan permainan sengitnya bersama dengan Bryan.
"Tuh kan gak dijawab! Berarti Morgan setuju sama ucapan kita." Bryan tersenyum sinis pada Alya. Dari awal memang ia kurang suka dengan Alya, apalagi saat Alya mengenakan pakaian kurang bahan itu di tempat ini. Bryan memang suka melihat bentuk badan wanita, tapi ia tidak suka melihat wanita yang menunjukkan bentuk badannya tanpa diminta.
"Win, lo mau beli makanan gak? Gue temenin ke bawah."
"Wah! Abis Morgan, ternyata sekarang Edwin mau diembat juga," sindir Joseph seraya merenggangkan punggungnya yang terasa pegal habis berbaring di sofa. "Jangan mau, Win. Nanti lo ditidurin pas lagi mabuk terus lo diancem pakai alasan anak."
"Wah! Lo kalau ngomong dijaga dong!" Alya mengambil bantal yang tadinya sedang dipeluk Edwin dan melayangkannya ke arah Joseph.
"Ups! Emangnya gue salah ngomong ya?"
"Iyalah! Lo pikir gue mau ngandung anak Morgan? Ogah kali gue juga!"
"KALIAN BISA DIEM GAK SIH?!" Morgan merasa telinganya panas mendengar perdebatan teman-temannya. Ia baru saja bisa menghibur diri dengan bermain Play Station, tapi ia kembali dibuat pusing dengan ocehan teman-rasa-tak temannya itu.
"MORGAN KASIH TAHU GUE ALAMAT IBUNYA KIARA, GUE MUAK DI SINI!"
"Buset!" Bryan menutup telinganya. "Kalau mau ngomong biasa aja dong, jangan teriak-teriak! Lo kira ini di hutan?"
"LO PIKUN YA! WAKTU ITU LO NGINEP DI RUMAH BUNDANYA KIARA!"
"MAKSUD LO PANTI ASUHAN ITU?"
"IYA! UDAH SANA PERGI!"
"IYA INI JUGA MAU PERGI!"
Alya berlari keluar dari apartment Morgan dengan raut kesal.
"Gan, ada dokter THT gak di deket sini?" tanya Joseph. "Kayanya gendang telinga gue rusak."
"Perlu gue beliin gendang yang ada di soundtrack film Uttaran? Biar telinga lo bisa bunyi dung taratang dung!"
"Joseph mah butuh gendang yang ada di Masjid, biar cepet tobat," timpal Morgan tiba-tiba.
"Gue salah apa sama lo, Gan?"
"Lo gak bisa nemuin Kiara."
"Skakmat!" sorak Bryan senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Baby is Mine [COMPLETED]
RomanceMorgan hanya ingin mencari anaknya yang hilang. Namun Tuhan malah mempertemukannya dengan Kiara, penulis cantik yang galak, dingin, dan menawan. Semua hal tentang wanita itu selalu mampu membuat Morgan takjub dan terbuai. Akan tetapi bukan hanya Kia...