Chapter 45 | Terbongkar

8.6K 451 17
                                    

Morgan merasa gelisah karena tak ada tanda-tanda Kiara akan keluar. Sudah setengah jam lebih ia menunggu. Dan ia tidak dapat bersabar lagi.

"Kiara." Morgan mengetuk pintu kamar Kiara sepelan mungkin, takut mendapat amukan dari sang pemilik kamar. "Ara, lo masih hidup 'kan?"

Tak ada balasan apapun dari dalam. Morgan jadi tambah khawatir. Jadi ia memutuskan untuk masuk ke dalam. Ia tak peduli jika Kiara akan memarahinya nanti.

"Kiara?" Morgan menghidupkan lampu kamar Kiara. Ia melihat sosok yang ia cari sudah terlelap di tempat tidurnya. "Gue tungguin ternyata yang ditunggu lagi tidur."

Morgan berjongkok di samping tempat tidur Kiara dan mengamati wajah menenangkan Kiara. Ia menyentuh pipi Kiara dan menghapus bekas-bekas air mata-nya. "Maaf ya, Ra. Gue selalu buat lo nangis."

Morgan bangkit berdiri lalu menggendong Kiara. Ia tak tega membangunkan Kiara. Pasti wanita itu kelelahan dan mengantuk setelah menangis.

----------

"Wah, Ara sudah tidur ya? Ayo anter ke kamarnya." Desy mengarahkan Morgan pada kamar Kiara.

Morgan langsung membaringkan Kiara ke atas kasurnya. Lalu menyelimutinya dengan selimut.

"Makasih ya, Morgan. Kiara sangat bahagia kamu kembali." Desy menyentuh punggung Morgan dan mengusapnya.

Morgan tersenyum. "Sama-sama, Bun. Kalau gitu Morgan pamit ya, besok Morgan ke sini lagi."

"Mau bunda antar?"

"Gak usah, Bun. Morgan udah hafal kok semua sisi rumah ini." Morgan menunjukkan senyum manisnya lalu membalikkan badannya.

"Bunda kangen denger kamu nyanyi lagi sama band kamu, Morgan gak ada niat untuk kembali?" tanya Desy tiba-tiba.

Morgan menghela napas. Tentu niat untuk kembali selalu tertanam kuat dalam hatinya. Namun ia tidak bisa meninggalkan Kiara demi karirnya. "Nggak, Bun. Morgan mau fokus buat Kiara bahagia. Lagipula Morgan udah dapet kerjaan kok."

"Cinta itu bukan seperti hubungan antara benalu sama pohon, melainkan seperti kupu-kupu dengan bunga. Artinya kedua pihak sama-sama bahagia. Jangan hanya memikirkan kebahagiaan orang yang kamu cintai, kamu juga harus bahagia."

"Baik, Bun. Akan Morgan pikirkan."

Desy mengelus kepala Morgan. "Morgan belum ingat juga sama bunda?"

Morgan menaikkan sebelah alisnya. "Morgan inget kok, Bun. Bunda 'kan calon ibunya Morgan."

"Bukan itu maksud bunda. Dulu bunda sama kamu sangat dekat, kamu ingat gak?"

"Morgan gak ngerti, memangnya Morgan pernah ketemu bunda sebelum ini?"

Desy mengangguk. "Kamu ingat siapa yang mengajarimu bernyanyi saat kecil?"

Morgan membuka mulutnya. "Ibu Desy?" Kini mata Morgan membulat, ia ingat. Ia ingat siapa wanita yang berdiri di hadapannya.

"Bunda seneng kamu ingat. Ya udah sekarang kamu pulang gih, udah malam."

Morgan memeluk Desy sebentar. "Morgan seneng bisa ketemu bunda lagi. Morgan pulang ya, Bun." Morgan berjalan meninggalkan kamar Kiara. Ada perasaan bahagia yang membalut hatinya.

"Morgan, ada yang harus gue bicarakan." Alya mencegat langkah Morgan.

"Maaf, gue capek mau pulang," tolak Morgan mentah-mentah. Kebahagiaannya langsung luntur setelah melihat Alya.

"Ini tentang anak kita. Gue udah menemukan anak kita!"

Morgan buru-buru menarik Alya keluar dari rumah Kiara. Ia tidak mau ada yang mendengar percakapan mereka.

The Baby is Mine [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang