Chapter 40 | Inikah Akhirnya?

6.8K 447 8
                                    

Kiara menengadahkan tangannya saat air hujan mulai jatuh ke bumi. Angin dingin berhembus menerbangkan rambutnya yang ia urai. Aroma hujan yang menenangkan mulai membuat Kiara terhipnotis. Ia bahkan tak memiliki niat sedikitpun untuk beranjak dari kursi taman.

Kiara ingat ia suka bermain hujan saat ia kecil. Kiara tak suka berinteraksi dengan anak lain, sehingga ia tidak mempunyai banyak teman. Ia hanya punya dua teman selama masa kecilnya, hujan dan seorang anak perempuan misterius yang senang sekali mengganggunya.

"Kiara, masuk ke dalam rumah. Kamu bisa sakit kalau kehujanan," teriak Desy.

"Iya, Bun. Sebentar lagi ya."

Kiara menghirup udara menenangkan itu sekali lagi lalu berjalan santai menuju rumah.

"Kiara, bisa bantu bunda ambil kursi di gudang?"

"Iya, Bun. Kiara ambil sekarang." Kiara mempercepat langkahnya menuju gudang. Saat kecil, Kiara senang sekali berada di tempat itu saat malam hari. Ia dan teman perempuannya sering menyalakan lilin seraya berdebat mengenai masa depan. Sejak kecil Kiara memang suka memikirkan hal-hal imajinatif, mungkin itu sebabnya ia menyukai pekerjaannya saat ini.

Kiara membuka pintu gudang tersebut dengan perlahan. Pintu gudang yang sudah tua dan jarang dibuka itu mengeluarkan bunyi memekik yang menggema ke seluruh penjuru ruangan. Kiara tersenyum saat melihat gudang yang sudah lama ia tinggalkan masih rapi. Bahkan ia tak dapat menemukan jaring laba-laba ataupun debu di sana. Desy pasti rajin membersihkannya selama ia tidak ada.

Kiara melangkah menuju tumpukan kursi plastik yang terletak di sudut ruangan. Kiara ingin mengangkatnya namun sesuatu berhasil menarik perhatian Kiara. Kiara berjongkok untuk mengambil beberapa album foto yang terletak tersembunyi di dalam kardus. Ia mengambil album itu dan duduk di lantai.

Kiara tidak sabar untuk melihat isinya. Ia segera membuka foto album yang memiliki label namanya. Foto pertama berhasil membuat Kiara tersenyum. Itu adalah foto pertamanya yang diambil saat perayaan natal. Di sana berdiri Kiara kecil yang sedang berdiri di depan pohon natal dengan wajah murung. Foto-foto setelahnya juga tak jauh berbeda, Kiara memang tak banyak tersenyum.

Kiara memekik senang dalam hati saat menemukan fotonya dengan teman misteriusnya walaupun warnanya sudah sedikit pudar. Kiara mengambil foto itu dan menyimpannya di saku kemejanya. Bagaimanapun juga ia tidak akan melupakan temannya itu.

Ia kembali melihat kenangan masa kecilnya, tapi yang ia dapati adalah foto seorang anak yang kira-kira berumur 7 tahun sedang menangis di bawah rintikan hujan. Anak itu mengenakan jaket hitam dengan sebuah logo pada bagian dada kirinya.

"Logo ini..." Kiara mengambil foto itu lalu berlari keluar.

"Bunda!" panggilnya. "Ana, kamu lihat bunda?"

Anak kecil bernama Ana itu menggeleng lalu berlari meninggalkan Kiara.

Kiara menghela napas lalu berlari ke kamar Desy, tapi ia tak dapat menemukan Desy di sana. Aroma harum ayam panggang membuat Kiara sontak berlari ke arah dapur.

"Bunda!"

"Astaga! Ara! Ayam panggang bunda loncat!"

Kiara terkekeh lalu membantu Desy mengambil capitan untuk mengambil ayam yang terlempar ke dalam piring makan. Untung saja ayam itu tak sampai jatuh ke lantai.

"Perlu Ara panggil ambulance? Kaki ayamnya patah, Bun," ujar Kiara becanda.

"Kamu ini! Lain kali kalau mau buat orang kaget bilang-bilang dulu dong."

"Maaf ya, Bunda. Ara gak tahu kalau bunda akan kaget."

Desy tersenyum. "Ara ngapain ke sini selain mau ngagetin bunda?"

The Baby is Mine [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang